Light 22
Apa yang sebenarnya terjadi?
Jiang Yuelou pergi ke kamar tidurnya dengan memikirkan pertanyaan ini. Sepertinya ada kabar penting yang dia lewatkan. Malam beranjak semakin tua sewaktu dia berbaring gelisah di ranjangnya dan tak bisa tidur.
Ingatannya melayang pada Chen Yuzhi. Mengingat kondisi kesehatannya yang kurang baik, seharusnya ia tidak meninggalkan pemuda itu sendirian di kamar tamu. Yuelou bangun dari posisinya, duduk termenung di tepi ranjang. Dia tidak bisa tidur walaupun kelelahan, mungkin sebaiknya dia menengok Chen Yuzhi di kamarnya.
Dia berjalan perlahan-lahan keluar kamar, melintasi ruang tengah yang sepi dan gelap. Pelayan telah mematikan lampu di beberapa titik. Dalam keremangan, sosoknya terlihat seperti siluet yang mencurigakan. Dia membuka pintu kamar tamu sepekan mungkin agar Chen Yuzhi tidak terganggu.
Di luar hujan sudah berhenti sejak lama tetapi hembusan angin kencang menyelusup lewat kisi jendela, mengirimkan hawa dingin ke dalam ruangan. Sedingin hatinya saat menatap sosok Chen Yuzhi yang terlelap dengan garis kerutan di keningnya. Bahkan saat tertidur, pemuda itu tampak cemas seakan tengah bermimpi buruk.
Dia membeku sesaat karena tidak percaya, tidak bisa memahami apa yang baru saja diklaim oleh matanya. Pemuda itu terlihat lebih naif dan cantik, serta rapuh. Dia mungkin misterius, latar belakangnya belumlah jelas. Namun yang pasti, di mata Yuelou dia sangat unik. Dia duduk di tepi ranjang, memegang tangan Yuzhi yang halus itu dan membungkuk untuk mencium punggungnya dengan lembut. Dia ingin menyimpannya lebih lama dan lebih merasakannya. Yuelou terus menatapnya. Jantungnya diam-diam berdetak lebih cepat.
Tidak ingin terus mengganggu, Yuelou bangun dari duduknya setelah membetulkan letak selimut Chen Yuzhi, menuju satu sofa di sisi kamar dan duduk meluruskan kaki. Diambilnya satu bantal untuk dia peluk di atas perut. Berada dekat dengan Chen Yuzhi mendatangkan perasaan nyaman dan ia bisa jatuh tertidur tanpa merasa gelisah dengan kondisinya. Jika Chen Yuzhi terbangun dan membutuhkan sesuatu, ia ada di sini untuk membantu.
Detik demi detik berlalu. Lewat jendela kamar yang langsung menghadap taman, beragam bunyi-bunyian terdengar samar. Gemerisik dedaunan di ranting pohon, derik serangga malam, dan sayup derum kendaraan yang melintas di jalan utama komplek perumahan. Perlahan tapi pasti, kantuk menyerang Jiang Yuelou dan ia pun tertidur dalam posisi duduk memeluk bantal.
Pagi yang mendung datang bersama serangkaian gerimis yang turun dan reda secara bergantian. Angin dingin membuat tubuh Yuelou tanpa sadar menggigil. Satu waktu, akhirnya dia terjaga.
Dia mendapati posisinya masih duduk meluruskan kaki di sofa, tapi kali ini ada selimut menutupi tubuhnya hingga ke dada. Seperti seseorang telah menyelimutinya dengan penuh perhatian karena Yuelou ingat dia tidak memakai selimut tadi malam.
Astaga, ini sudah pukul tujuh lebih tetapi kenapa cuaca redup dan dingin? Yuelou memejamkan mata sebentar lagi sebelum ia bertekad mengumpulkan kesadarannya dan bangun. Selimut itu meluncur turun dari tubuhnya, dengan refleks ia menoleh ke tempat tidur hanya untuk mendapati bahwa itu kosong. Chen Yuzhi tidak ada di sana. Sepertinya dia telah bangun lebih awal.
Ada suara percakapan dari arah yg taman. Awalnya Yuelou tidak terlalu peduli. Tetapi suara Chen Yuzhi melayang dari arah luar, menyentuh pendengarannya dan membuat Yuelou seketika tersentak, melompat dari kursinya dan membuka jendela, dia melihat sosok Gao Yun dan Chen Yuzhi di taman dan mereka berdiri di bawah langit mendung.
“Chen Yuzhi, apa-apaan?” Yuelou bergegas ke kamar mandi, mencuci muka lantas menyambar mantel panjang. Dia berlari keluar dengan sangat cepat, dia tidak berpikir sedetik pun, bahkan keluar dengan pakaian kasualnya dan tidak memperhatikan cuaca mendung yang dingin.
Dia berlari merasakan jarak yang sangat jauh sehingga dia bisa menjangkaunya, Yuelou lupa memakai mantelnya, dia merasa hangat oleh perasaan yang dia rasakan terhadap pemuda itu.
“Yuzhi,” panggilnya sewaktu menjejakkan kaki di rumput basah.
Chen Yuzhi dan Gao Yun menoleh bersamaan.
“Apa yang kau lakukan di taman pagi hari dingin seperti ini?” tegur Yuelou.
Mereka saling menatap mata satu sama lain dengan lembut ketika Yuelou mengenakan mantel panjang dan tebal pada bahu Chen Yuzhi dan menariknya ke dalam rangkulannya.
"Pakai ini. Tolong jangan sakit lagi, cuaca sangat dingin." Dia membawanya ke pelukan hangatnya ketika sepasang mata Yuzhi berkaca-kaca tanpa pemberitahuan. tiba-tiba merasa terlalu banyak perhatian Yuelou yang menggugah hatinya.
“Aku hanya ingin melihat taman,” gumam Yuzhi, balas memeluknya. Dia tidak ingin melepaskannya tetapi tetap berada di pelukannya untuk merasakan tubuh hangatnya yang nyaman.
“Kita bicara di dalam. Seharusnya ada kopi hangat di pagi yang dingin.”
Yuelou membawa Chen Yuzhi ke ruang tengah bersamanya, keduanya merasa berada di dunia mereka sendiri yang merupakan satu-satunya hal yang dapat membuat mereka lega dan bahagia.
Gao Yun awalnya hanya menonton dengan wajah tercengang. Akhirnya dia meninggalkan pekerjaan kebun dan bergegas menyusul majikan ke dalam rumah. Mereka pasti membutuhkan dirinya.
Jiang Yuelou mendudukkan Chen Yuzhi di sofa dan berkata, “Bersantailah dulu di sini, kita akan bicara tentang banyak hal. Aku akan menyuruh Gao Yun untuk segera menyiapkan sarapan “
Chen Yuzhi hanya menatapnya dengan mata berbinar-binar.
“Aku akan mandi dan berganti pakaian, oke.” Setelah mengatakan itu, Jiang Yuelou pergi ke kamarnya.
Di meja makan, Gao Yun mengatur menu sarapan dan dua cangkir kopi panas. Sudut matanya melihat sosok Chen Yuzhi berjalan mendekat dengan langkah ragu-ragu.
“Banyak kejutan yang aku temukan dalam waktu singkat,” ia berkata pada Chen Yuzhi.
“Apa yang kau bicarakan?” dokter muda itu duduk di salah satu kursi meja makan.
“Tuan muda,” sahut Gao Yun, tersenyum kecil. “Semalam dia datang membawamu dalam kondisi kehujanan. Memperhatikanmu, dan sangat mencemaskanmu hingga ia tidur di sofa di kamarmu. Dan barusan apa? Kekhawatiran yang berlebihan terhadap kondisi kesehatanmu. Romantis sekali.”
“Romantis?” Chen Yuzhi menunduk menekuri cangkir kopi.
“Kedengarannya aneh.”
Kali ini Gao Yun terkekeh. “Sepanjang yang aku kenal, tuan muda tidak pernah bersikap seperti itu. Dia hanya fokus dengan pekerjaannya dan memasang wajah kaku sepanjang waktu. Selain itu, dia tidak pernah mengajak siapa pun ke rumah.” Dia melirik Chen Yuzhi lagi, menangkap ekspresi malu di wajahnya.
“Aku baru pertama kali melihatmu. Apakah kau dekat dengan tuan muda? Maksudku, apa kalian memiliki hubungan khusus?”
“A-aku tidak mengerti.”
“Maksudku, apa kamu kekasihnya?”
“ ….. “
“Gao Yun, sejak kapan kau begitu bawel?” suara Jiang Yuelou yang tegas memotong dari belakang. Pelayan itu sangat terkejut hingga nyaris menyenggol cangkir kopi di meja.
“Eh, Tuan Muda …” sapanya gugup.
Jiang Yuelou tampak lebih segar dan tampan sekarang. Mengenakan sweater putih dan celana bahan berwarna khaki. Rambutnya masih separuh basah, tersisir rapi.
“Jika makanan sudah siap, kau boleh pergi,” katanya sambil menarik satu kursi, berhadapan dengan Chen Yuzhi.
“Ah, ya! Tentu saja sudah siap. Kalau begitu aku sibuk dulu.” Pelayan itu meluncur ke belakang menuju arah dapur.
“Omong kosong apa yang dia katakan?” tanya Yuelou pada Chen Yuzhi. Yang ditanya menggeleng, masih dengan wajahnya yang merona.
“Wajahmu merah. Kau tidak sedang demam, bukan?” Yuelou menarik cangkir kopi, dan mengambil sepotong dimsum ayam yang masih panas dengan sumpit.
“Tidak. Sudah kubilang aku baik-baik saja.”
“Kepalamu semalam terbentur ke tiang lampu, bagaimana sekarang? Apa masih sangat sakit?”
Secara reflek, tangan Chen Yuzhi terangkat menyentuh sisi kepala yang terbentur.
“Masih terasa sakit jika ditekan. Itu akan mereda dengan obat pereda nyeri,” jawabnya.
Jiang Yuelou mengangguk lega. “Ayo makan.” Dia menguyah dan mengambil makanan yang lain.
Keduanya sarapan dalam hening. Cuaca di luar masih mendung. Mereka bisa melihat melalui jendela, dedaunan yang berguguran di kebun, meliuk dan menggelepar menunjukkan angin cukup kencang. Sepuluh menit berlalu dan keduanya hampir menyelesaikan sarapan saat Yuelou mulai bicara hal yang serius.
“Aku harus bicara dengan Zinning tentang peristiwa semalam.”
Chen Yuzhi meletakkan cangkir kopi ke atas pisin, menatap kosong padanya. “Menurutmu, apakah dia tahu apa yang dilakukan Yu Tangchun?”
“Itu yang ingin kutanyakan.”
Ekspresi Yuelou sekilas berubah pahit. Persahabatan yang terjalin cukup lama tiba-tiba dipertanyakan. Rasanya sungguh tidak nyaman dan sedikit menyedihkan.
“Kuharap dia masih sahabatku. Aku khawatir bahwa dia juga ditipu oleh Yu Tangchun.”
“Tapi kau bilang dia tunangan Zinning. Seharusnya mereka saling percaya dan mencintai.”
“Fakta itu yang membuatku sedih.” Yuelou menghela nafas panjang.
“Entah Zinning yang bodoh, atau Yu Tangchun yang terlalu pintar.”
Chen Yuzhi termangu sejenak.
“Kau akan bicara padanya sekarang?” ia bertanya yang dijawab Yuelou dengan anggukan
“Ponselku mati semalam. Tapi tidak masalah, aku hanya harus mengisi daya. Sepertinya itu sudah bisa digunakan.”
“Kalau begitu bicaralah, kita harus mendengar penjelasan darinya. Mobilmu juga masih ada di rumah Zinning, bukan?”
Jiang Yuelou mengangguk. Sesaat dia tertegun, menatap lekat pada Chen Yuzhi. Ada sinar yang berbeda di matanya, serta cara bicaranya yang terdengar mulai luwes dan teratur. Sesuatu berubah dalam diri pemuda itu, ia sangat ingin mengetahuinya.
“Yuzhi,” Yuelou berbisik, menjalin jemarinya di atas meja.
“Ya?”
“Kau terlihat … uhm, berbeda. Aku tidak menemukan lagi sosok pemuda ketakutan dan tersesat seperti dirimu di malam itu, saat pertama kali datang ke villaku. Apa yang terjadi?”
Chen Yuzhi melemparkan senyuman tipis penuh arti. “Mungkin inilah diriku yang sesungguhnya. Saat aku jatuh di tepi jalan semalam, tiba-tiba gelombang ingatan itu kembali,” ia berkata denga suara gemetar.
“Maksudmu?” Yuelou sekarang mulai meremas jemari sendiri.
“Aku ingat semuanya,” Yuzhi merendahkan suara.
“Semua yang terjadi malam itu di tepi sungai. Aku menyaksikan satu peristiwa pembunuhan.”
Ruangan kembali hening. Lebih hening dari sebelumnya saat mereka terdiam dan saling memandang.
✨✨✨
To be continued
Please vote and comment 💙
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro