Light 20
Ketika Chen Yuzhi tiba di bagian gelap tepi sungai, ia menemukan gerumbulan semak belukar lebat yang bisa menyembunyikan tubuh tingginya, berjongkok di sana dan mengintip. Sekitar dua belas meter darinya atau mungkin lebih, dua orang pria berseragam polisi sedang memukuli seorang pria separuh baya berpenampilan cukup rapi dan resmi, setidaknya itu kesan yang terpancar jika saja ia belum dipukuli. Dari sanalah teriakan itu berasal. Dalam minimnya cahaya, Chen Yuzhi bisa melihat wajah pria itu bengkak. Rambut berantakan, dan pakaian yang mulai kotor serta acak-acakan bernoda tanah dan darah yang mengucur dari hidungnya. Salah satu polisi menghujamkan pukulan yang keras ke giginya, membuat pria malang itu terpelanting dan terkapar. Satu polisi lagi menendanginya dengan kejam.
Chen Yuzhi mendelik shock. Tidak ada jeritan yang keluar dari si korban karena ia mulai lemas. Dianiaya secara brutal, siapa pun bisa jatuh pingsan kapan saja. Chen Yuzhi pun berjuang untuk tidak mengeluarkan suara. Dia bahkan berpikir untuk segera meninggalkan tempat itu dan tidak terlibat lebih jauh dalam satu peristiwa kejahatan. Tetapi kedua kakinya seakan tertanam di tanah. Rasa ingin tahu yang tidak waras menahannya untuk bergerak.
Pria babak belur itu diseret dan tubuhnya diikat pada sebatang pohon. Kepalanya terkulai lemas dengan dagu menyentuh dada. Dua polisi itu terdengar mengeluarkan bentakan dan makian yang sulit dimengerti oleh Chen Yuzhi. Suaranya hanya serupa potongan kata samar terbawa angin. Beberapa patah kata tertangkap telinga Chen Yuzhi, sisanya terbang bersama angin. Dorongan untuk meninggalkan tempat itu semakin kuat dirasakannya. Ini adalah pemandangan yang tidak seharusnya ia saksikan. Mereka memiliki perselisihan yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya. Namun, lagi-lagi kakinya serasa membeku, dan lututnya yang gemetar menyentuh tanah berumput yang basah.
Dua petugas polisi itu siap menghajar korbannya lagi ketika seorang pria kasar lain berambut gondrong melangkah keluar dari kegelapan dengan satu gunting besar di tangan.
Chen Yuzhi tidak bernafas selama sepersekian detik. Pria yang terikat di pohon itu mungkin akan dibantai. Tetapi yang terjadi berikutnya jauh lebih buruk dari sekedar pembunuhan yang singkat. Pria berambut gondrong terlihat bicara serius yang diikuti dengan kemarahan. Pria terikat terlihat berjuang untuk bicara dan membalas ucapan musuh dengan ejekan. Pria gondrong menggeram. Menarik satu tangan si korban dan mulai memotong jari-jarinya dengan gunting besar. Pria malang itu melolong seperti anjing terluka. Darah segar muncrat ke mana-mana.
Di balik semak belukar, Chen Yuzhi berjuang untuk tidak ikut menjerit. Dengan telapak tangannya ia membungkam mulutnya sendiri dengan kuat. Suara gemuruh samar aliran air sungai mungkin bisa menyamarkan pekikan terkejut darinya. Tapi tidak menutup kemungkinan orang-orang kejam itu akan mendengar.
Chen Yuzhi memang seorang dokter. Dia terbiasa melihat darah, pisau, dan gunting dalam proses membedah atau menjahit luka. Tetapi penganiayaan sadis seperti saat ini adalah pengalaman baru baginya dan sensasinya jelas berbeda dengan sekedar menjahit atau menyayat tubuh pasien. Peristiwa ini mengerikan, semburan darah yang tidak sewajarnya, membuat rasa mual naik ke tenggorokan. Mungkin, peristiwa ini akan tercetak dalam kenangannya seumur hidup.
Pria yang terikat itu merintih semakin samar dan akhirnya berhenti bergerak. Seharusnya pertunjukan gelap ini selesai. Namun, nyatanya belum mencapai puncaknya. Chen Yuzhi menangkap pergerakan sosok lain. Tak lama berselang, sosok itu berjalan dari kegelapan. Dengan keanggunan seorang algojo, pria bertubuh tinggi dan berpakaian rapi bergabung di antara ketiga pria bengis. Chen Yuzhi tidak bisa mengenali wajahnya dengan baik karena sosok pria gondrong menghalangi pandangan. Namun, sekilas ia melihat pria yang baru datang memiliki wajah yang lebih tenang. Tapi itu jenis ketenangan yang dingin dan menakutkan. Mungkin saja ia sama kejam seperti yang lainnya.
"San ye ... " Pria gondrong mengangguk hormat padanya.
Pria yang dipanggil San Ye beralih menatap pria malang yang terikat di pohon dan berkata, "Sebenarnya kau tidak perlu mengalami ini jika tidak mengkhianati kami dan membakar kotak-kotak opium itu."
Yang diajak bicara hanya meludah ke tanah sebagai tanggapan.
"Beraninya kau!" pria gondrong membentak.
Ada beberapa patah kata lagi, dan Chen Yuzhi tidak bisa mengerti apa pun. Hanya diam tak bergerak. Pria berwajah tenang itu mengambil sepucuk pistol dari balik bajunya, mengarahkan lurus pada kepala pria yang terikat.
"Kau boleh membunuhku. Tapi itu percuma. Aku sudah mengirimkan bukti-bukti pada komisaris polisi."
Pria itu terbahak penuh ejekan seperti orang tidak waras.
Penganiayaan itu mungkin akan segera berakhir karena pria yang memegang pistol nampak menegang. Ekspresinya jelas marah. Kemeja lengan panjangnya dilinting sebagian hingga ketika ia meluruskan arah tembakan, Chen Yuzhi bisa melihat sebentuk tato hitam yang memenuhi pergelangan tangannya. Beberapa detail kecil terkadang melekat begitu saja dalam ingatan seseorang, dan karena itu cukup unik, ia melebarkan mata, menajamkan pandangan pada ciri-ciri mereka dan wajah-wajah asing itu. Dia bahkan berusaha mengingat sosok pria yang terikat di pohon. Suara tembakan meletus di tengah gemuruh sungai dan hembusan angin kencang. Penganiayaan itu akhirnya berubah menjadi pembunuhan.
"Oh Tuhan!" Chen Yuzhi tidak sanggup untuk tidak bersuara. Saat itulah pria gondrong menoleh ke semak belukar tempat ia bersembunyi dalam gelap.
"Bereskan kekacauan dan segera pergi dari tempat ini!" Pria yang barusan menembak kini meniup laras pistolnya yang mengeluarkan aroma mesiu sebelum menyimpannya lagi di balik kemeja. Dia berbalik dan beranjak pergi. Dua petugas polisi mulai mengurus mayat pria malang sementara si gondrong masih berkutat dengan kecurigaan. Wajahnya tegang dan geram, kemudian berjalan lambat dan ragu-ragu ke arah persembunyian Chen Yuzhi.
"Jin Dacheng! Apa yang kau lihat?" salah satu dari mereka bertanya di sela kesibukan menyeret mayat.
"Sepertinya aku mendengar sesuatu," pria gondrong menjawab. Matanya berkilat-kilat seperti mata iblis. Dia terus menerobos ilalang, bersikeras memeriksa dan memastikan kecurigaannya.
"Mungkin hanya anjing liar," satu kawannya lagi bersuara.
"Kita akan mengetahuinya sebentar lagi." Sesaat Jin Dacheng berhenti. Di balik belukar, Chen Yuzhi gemetar. Seharusnya ia segera pergi dari tempat terkutuk ini sejak tadi, dan bukannya mengikuti rasa penasaran yang mendorong pada bahaya, memaksa menyaksikan kelanjutannya.
Cepat lari, Yuzhi!
Suara dalam dirinya berteriak.
Lari! Tinggalkan tempat ini dan lupakan apa yang terjadi!
Mengerahkan seluruh energi dan keberaniannya. Chen Yuzhi akhirnya mampu bergerak mundur tepat ketika pria gondrong bernama Jin Dacheng menyibak gerumbulan semak menggunakan sebatang kayu panjang yang dia pungut secara sembarangan.
Secepat lompatan kucing, Chen Yuzhi berbalik dan ambil langkah seribu.
"Hei!!!" Jin Dacheng menggeram. Marah sekaligus terkejut mengetahui fakta menyentakkan ini. Ada orang lain bersembunyi sejak tadi. Siapa yang tahu apa saja yang telah dia saksikan. Darahnya mendidih memikirkan bahwa saksi itu telah merekam dengan baik aksi pembunuhan ini.
"Siapa di situ?!" teriak salah seorang anggota polisi.
"Ada bajingan kecil mengintip. Jangan khawatir! Aku akan menangkapnya!"
sambil mengatakan itu, Jin Dacheng melompat untuk mengejar Chen Yuzhi dengan batang kayu di tangan.
Chen Yuzhi berlari di jalan setapak yang sepi. Dia tidak ingat arah mana yang seharusnya dia ambil. Yang jelas ia tidak melewati rumah pasiennya lagi. Sepertinya rumah itu berada di sisi berbeda karena ia bisa melihat pendar lampunya di balik pepohonan. Dia tidak mungkin sembunyi di rumah itu dan melibatkan seorang pria tua sakit-sakitan. Dia terus berlari mengikuti instingnya. Yakin bahwa dengan menerobos kegelapan dan tiba di jalan kecil yang lurus, maka ia akan tiba di tepi jalan raya dan meminta bantuan.
Dia terus berlari, terengah, tersandung-sandung, menghindari kejaran Jin Dacheng. Dengan kecepatan mencengangkan, pria gondrong itu berhasil menyusulnya dalam waktu relatif singkat.
"Sialan! Berhenti kamu!" ia membentak galak. Chen Yuzhi berjuang mempercepat larinya. Jalan raya yang terang oleh lampu jalan masih sekitar seratus meter lagi ketika pria gondrong berhasil mencengkeram bahu Chen Yuzhi.
Dokter muda itu memberontak. Tas dokternya ditarik dengan kasar dan ia memilih melepaskannya daripada ia jatuh tersungkur. Tetapi sebelum itu, dengan gerakan panik dan sembarangan, Chen Yuzhi memukulkan tasnya tepat ke wajah Jin Dacheng dan kembali berlari lagi.
"Bangsat!" umpatan kasar keluar dari bibir si pria gondrong. Dia sempat terhuyung sebelum melemparkan tas itu ke sisi lain. Aksi kejar-kejaran berlangsung tiga menit lagi sebelum satu pukulan keras melayang dan tepat menghantam satu sisi kepala Chen Yuzhi. Rupanya si pria gondrong terpancing kemarahan dan nekad melayangkan batangan kayu di tangannya untuk memukul kepala targetnya. Chen Yuzhi merasakan tanah dan langit berputar, jungkir balik tak karuan. Tubuhnya tersungkur ke depan, merasakan aliran hangat mengalir di sisi kepalanya, tepat di atas telinga yang berdenging kencang. Matanya terpejam rapat, tetapi masih berjuang untuk bangkit berdiri.
Tersaruk-saruk, ia kembali berlari dengan pandangan berkunang-kunang. Harapannya belum pupus. Mungkin di jalan raya ia akan menemukan seseorang yang bisa membantunya keluar dari situasi menegangkan ini. Jin Dacheng sepertinya sangat meremehkan pemuda yang dikejarnya. Melihat buruannya terhuyung-huyung, ia tertawa-tawa serak seperti orang gila. Yakin bahwa pemuda rapuh itu tidak lama lagi akan menjadi mainannya untuk bersenang-senang dengan gunting besar.
Sekali lagi, Chen Yuzhi tersandung hingga tubuhnya limbung dan akhirnya kembali jatuh tersungkur. Pandangannya kian menggelap. Saat itu si pria gondrong melayangkan beberapa tendangan ke dada dan perutnya. Chen Yuzhi berguling-guling di tanah sambil mengeluarkan erangan kesakitan.
"Malang sekali nasibmu, bocah! Kau berada di tempat yang salah dan waktu yang salah. Tak ada pilihan lain, kau harus mati!"
Jin Dacheng mengoceh penuh kepuasan melihat buruannya terkapar. Di tengah gelombang ketakutan dan rasa panik yang menggulungnya, Chen Yuzhi teringat sang adik yang menunggu di rumah. Dia menggeram frustasi. Jemarinya menggaruk tanah dan berhasil meraih batu sebesar kepalan tangan orang dewasa. Jin Dacheng yang masih terkekeh dan menampilkan sikap sok jagoan tidak menangkap datangnya bahaya. Detik berikutnya ia memekik kaget saat batu yang dilemparkan Chen Yuzhi melayang ke wajahnya. Dia menghindar tapi lemparan batu itu menggores pelipisnya, membuatnya lengah untuk sesaat.
Dalam waktu sempit ketika lawannya terhuyung-huyung, Chen Yuzhi mendorong dirinya untuk bangkit, berjalan limbung dan tergesa-gesa. Darah terus menetes dari luka di kepalanya. Langkah kakinya serasa tidak menapak di tanah. Begitu ia tiba di tepi jalan raya, didapatinya jalanan itu sepi. Satu kendaraan melesat dalam kecepatan tinggi, tidak mungkin dihentikan olehnya.
Tuhan, tolonglah aku ...
Chen Yuzhi meratap dalam hati.
Adiknya menunggu di rumah seorang diri. Dia harus bertahan. Harus pulang dengan selamat.
Seolah jawaban doa dari Tuhan datang saat itu juga, Chen Yuzhi melihat sebuah mobil hitam terparkir di tepi jalan. Seorang pria tampak berjalan keluar dari satu rumah di seberang, sepertinya dia menuju mobil jenis sedan hitam itu. Chen Yuzhi tidak berpikir panjang. Terseok-seok, dia memegang kepalanya yang terasa sakit luar biasa. Dia membuka pintu belakang mobil. Tapi itu terkunci. Ketika alarm mobil berbunyi seiring langkah si empunya kian mendekat, Chen Yuzhi membuka pintu dan menyelinap masuk, meringkuk di lantai mobil yang sempit.
Si pemilik mobil bukannya tidak curiga akan sosok asing yang berkelebat di balik mobilnya. Dia menyipitkan mata untuk sesaat, tangannya nyaris membuka pintu ketika Jin Dacheng berteriak garang dalam jarak beberapa meter.
"Tunggu!"
Pria pemilik mobil menoleh.
"Siapa kau?" tanyanya pada Jin Dacheng.
"Tidak penting siapa aku! Tapi apakah kau melihat seorang pemuda berlari kemari?"
Melihat kayu panjang di tangan Jin Dacheng serta penampilan galaknya, pria itu memutuskan untuk menghindari masalah yang mungkin akan timbul dengan meladeni pria aneh ini.
"Aku tidak melihat siapa-siapa." Dia membuka pintu kemudi dan masuk ke dalam mobil.
"Hei! Dengar! Sialan!" pekik Jin Dacheng.
Dari arah belakang, seorang anggota polisi berlari menghampirinya.
"Dacheng! Aku tidak percaya kau bisa kehilangan pemuda itu!"
Jin Dacheng menggeram, melemparkan batangan kayu ke tepi jalan. Menatap ganas pada sedan hitam yang mulai melaju perlahan dan semakin kencang.
"Itu plat mobil Qiangdeng. Siapa dia?" tanya si petugas polisi.
Jin Dacheng menggeleng gusar. "Pria tengik! Aku yakin dia melihat bocah itu! Kita harus mengejarnya."
"Biar aku dan Wang Meng yang mengejar dan menyelidiki ke mana mobil itu pergi. Seragam polisi akan membuat warga lebih mudah patuh."
"Argh! Bagaimana reaksi San Ye jika mengetahui masalah ini. Mampus aku!"
"Aku yang akan mengatasinya." Petugas polisi itu menunjukkan satu tas dokter yang tadi dipungutnya di jalan kecil dan gelap.
"Ada ponsel dan dompet di dalam tas ini, serta tanda pengenal. Nama bocah itu adalah Chen Yuzhi."
Jin Dacheng menyeringai.
✨✨✨
Hujan mulai turun deras ketika sedan hitam itu terus melaju kencang menembus kegelapan. Chen Yuzhi tahu dirinya belum mati. Tapi dia juga tidak dalam keadaan baik. Dia akan selamat. Dia ingin percaya itu. Naluri tidak akan berbohong padanya. Meski begitu, kepanikan dan rasa takut masih menggeliat di tubuhnya seperti cacing yang lapar.
Chen Yuzhi mendorong tubuhnya ke ruang gelap sempit dan pengap seolah bumi terbuka dan menelannya ke lubang yang dalam. Meskipun ingin bergerak, dia bertahan dalam kebekuan entah dalam waktu berapa lama. Dan bersama dengan kesadarannya, ingatan menakutkan itu perlahan tenggelam dalam kegelapan.
✨✨✨
Poor Yuzhi
To be continued
Please vote and comment 💙
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro