Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2

Riku Pov

Ini adalah kisah yang terjadi di masa lalu. Wajar saja jika dua orang remaja puber sedang dalam masa-masa cinta monyet. Aku juga sempat merasakannya-- tidak. Tepatnya sampai detik ini pun perasaanku tidak pernah berubah.

Namun sayang sekali, waktu itu... Andai saja waktu itu aku lebih peka dengan keadaan. Andai saja aku memberinya pelukan hangat ketika dirinya sedang bersedih.

Ya.. semua ini salahku. Aku tidak ingin kami berpisah seperti ini. Aku selalu berharap cinta ini akan tetap berjalan lancar.

Aku sangat ingin dicintai, diriku selalu haus dengan kasih sayang. Hingga terbawa suasana dan selalu dimanja, terus seperti itu siklusnya. Bahkan aku sama sekali tidak mencintai nya dengan benar. Aku hanya menerima cinta dan disayangi, tanpa memberikan balasan dengan benar.

Memang benar aku ini tidak cocok menjadi pacarnya. Ini hukuman karena aku tidak berguna sedikitpun dalam kehidupannya. Peranku sebagai kekasih sungguh buruk.

Tiap kali musim semi tiba dan sakura pun bermekaran... aku selalu teringat dengannya. Perasaan ini semakin meluap-luap dan tidak sanggup untuk kutahan lagi.

Aku mengharapkannya kembali.

Aku menginginkan cinta nya.

Aku menginginkan dia seutuhnya.

Sungguh egois.

Setelah apa yang terjadi...

Sampai terakhir pun, aku tidak datang untuk menemui dan mengucapkan perpisahan dengan layak...

Riku Pov end

.
.
.
.

Gadis bersurai broken white dengan iris cotton pink nya nampak sedang duduk dengan tenang sembari menunggu waktu penerbangannya. Ia mengenakan jaket hitam dan menutupi kepalanya dengan kerudung jaket. Kepalanya tertunduk membuat sebagian wajahnya tertutupi oleh rambut.

Dia menggigit ujung bibir bawahnya dengan meremas ujung pakaiannya sendiri. Wajahnya nampak sendu dan air matanya sudah tidak tahan untuk mengalir keluar. 'Tidak boleh begini...'

'Apakah ini adalah akhir dari perjalanan kami? Ending seperti ini? Menyedihkan sekali' ucapnya dalam hati. Walaupun hasilnya seperti ini, dia tidak menyalahkan sang kekasih karena ini memang bukan kesalahannya.

Mengutak-atik ponselnya untuk mencari nomor seseorang, setelah satu tarikan nafas ia menekan tombol telfon di layar. Lantas ia mendekatkan ponselnya menuju dekat telinga, sembari menunggu panggilannya diangkat. Semoga saja diangkat, harapnya.

*Tut

Dalam lubuk hati ia merasa cukup senang ketika sang kekasih menjawab panggilan telefonnya. "Moshi-moshi... Riku..." sapanya.

"Zell?! Kau serius akan pergi?! Apa kau tidak bisa di sini saja?! Jangan meninggalkanku!"

"Gomen, Riku... Ayah baruku sudah menunggu,"  balasnya menggenggam ponselnya dengan erat.

"Apa kau pergi karenaku? Karena aku begitu egois..."

"Tidak! Aku tidak pergi karena alasan itu. Aku sungguh pergi hanya karena ayah baruku menyuruhku untuk segera menemuinya," balasnya cepat tidak ingin lawan bicaranya menjadi bersalah dengan apa yang memang bukan kesalahannya.

"Tapi kau pergi... Aku akan sendiri di sini..."

"Riku... gomene... Kau bisa membenciku jika mau. Kau juga bisa mencari gadis baru. Lupakan saja aku!" ujarnya meskipun perkataan itu sangat menyakiti dirinya sendiri. Tetapi ia berusaha keras untuk menahan bibirnya yang gemetar supaya suara yang dikeluarkan tidak ikut bergetar.

"Tidak mau! Aku tidak akan mencari gadis lain! Jangan pergi! Aku janji akan lebih peka..."

Suaranya terdengar bergetar sepertinya yang ditelepon kini tengah terisak. Namun apa dayanya, memang seperti inilah akhirnya. "Riku jangan menyalahkan dirimu ya? Istirahatlah dengan tenang di rumah sakit. Jangan mogok makan dan jangan lupa minum obatmu ya? Jangan terlalu memikirkan sesuatu dengan berlebihan. Jaga dirimu dengan baik"

"Jangan berkata begitu! Ini seperti ucapan perpisahan. Kau tidak akan pergi selamanya kan?!"

"Entahlah... mungkin kita dapat bertemu suatu saat.." Tidak lama lagi waktu penerbangannya akan tiba, dia tidak memiliki waktu lebih lama untuk mengobrol.

"Aku senang waktu kau menjadikanku sebagai pacarmu, Riku. Aku juga tidak menyesal," ujar gadis itu.

"Zell-- Liazel! Tunggu! Biarkan aku menemuimu--"

"Jangan. Kau tidak boleh beranjak dari ranjangmu atau aku akan marah padamu," selanya.

"Tapi..."

Senyum kecil berkesan sendu terlukiskan di wajahnya. "Aku sudah cukup puas hanya mendengar suaramu"

Berdiri dari posisi duduknya, gadis ini akan bersiap untuk segera melakukan penerbangan. Dengan senyum sama yang masih terlukiskan, tetesan bulir bening mengalir begitu saja melewati kedua pilinya dan terbuyarkan begitu bulir itu menabrak ubin lantai.

Terakhir, ia kembali menarik nafas dalam dan menghembuskannya, lalu berkata dengan lembut, "Arigatou"

*Tut--

Panggilan diputuskan secara sepihak oleh Liazel tanpa memberikan waktu pada lawan bicaranya untuk membalas dan merespon. Dia sendiri juga tidak akan sanggup mendengarkan balasan bernada sedih dari lawan bicaranya. Ya sudahlah, begitulah pikirnya.

~~

Kelopak matanya terbuka tiba-tiba dengan bulir-bulir air yang telah mengalir keluar entah sudah berapa lama. Ia mendudukkan tubuhnya serta mengusap air yang membekas di wajah dan sudut matanya.

"Jujur saja aku tidak ingin melepaskanmu waktu itu," gumamnya memeluk kedua lututnya sendiri.

'Kau bilang ini bukan salahku tetapi tetap saja aku merasa bersalah,' benaknya membenamkan wajahnya.

Diam selama beberapa saat dengan posisi yang sama yakni memeluk kedua lututnya. Lantas ia tersadar akan sesuatu ketika sedang merenung. "Tapi... Kami kan belum putus?!!" pekiknya.

"Nanase-san jangan berisik pagi-pagi gini!" teguran didapatkannya dari luar kamar.

"A-ah! Gomen Iori!" balasnya segera beranjak dari tempat tidur.

.
.

"Riku, apa hubunganmu dengan gadis kemarin?"  tanya Mitsuki mencoba untuk bertanya.

Mengalihkan fokusnya dari layar televisi menuju Mitsuki, ia menjawab dengan ragu, "Ti-tidak tau... Dulu kami sangat dekat tapi aku tidak tau status kami sekarang"

"Hm?" Mitsuki memiringkan kepalanya tidak mengerti dengan maksut jawaban yang diberikan oleh Riku.

"Oho~ Apa jangan-jangan Riku polos kita berpacaran dengan gadis itu?" goda Yamato cengar-cengir dengan menaik-turunkan kedua alisnya.

"Mana mungkin! Nanase-san tidak cukup jago dalam hal percintaan," sahut Iori mengibaskan tangannya tidak setuju dengan ungkapan Yamato yang sebenarnya sedang menggoda.

"..."

"..."

"..."

Seluruh pandangan mata terpusatkan pada sang center Idolish7 yang diam tidak berkutip serta raut wajahnya yang tampak biasa saja. "Kenapa tidak ada jawaban?"

"Eh? Tapi perkataaan Yamato-san benar," ujar Riku dengan tampang polosnya.

"Serius?" tanya Yamato membenarkan letak kacamatanya dan bertanya untuk terakhir kalinya untuk memastikan pendengarannya barusan tidak salah. Dan anggukan pun diberikan sebagai jawaban.

"..."

"..."

"Heehhhhhh?!!!!!!!" pekik keenam orang di sana dengan serempak.

"Ri-Rikkun tidak sepolos itu!" sahut Tamaki.

"Hahaha" Yamato tertawa kikuk dengan mengacak-acak surai merah milik center grupnya. "Riku ternyata bukan amatiran ya"

"Eh?" Sementara yang membuat keterkejutan iti hanya memiringkan kepala tidak mengerti dengan reaksi temannya yang seperti ini.

"Lalu sudah sampai mana kalian?" tanya Yamato dengan nada menggodanya serta kedua alisnya yang lagi-lagi dinaikan dan diturunkan beberapa kali.

"Itu..." Suasana dalam ruangan seketika berubah drastis. Kini wajah sang center nampak murung setelah pertanyaan yang dilontarkan oleh leader Idolish7. "Ada suatu masalah dan kami tidak lagi saling menyapa"

"Ouh... Love story nya berliku-liku desu," balas Nagi yang juga ikut memasang wajah murung.

*bletak

Mitsuki menjitak kepala Nagi dengan tangannya. "Jangan asal ceplas-ceplos," tegurnya takut membuat si surai merah menjadi tersinggung.

"Ouh... I'm sorry," ucap Nagi lesu dengan tangannya yang mengusap-usap bagian kepala yang menjadi korban jitakan Mitsuki.

"Haha... Tidak apa kok, Nagi~" Riku--

Si surai raven hanya mendengus kecil. "Huh... Masalah apapun mokoknya cepat selesaikan saja"

"Itu benar. Cobalah untuk mengajaknya berbicara sebentar," sahut Sogo memberikan saran.

"...uhm..." Pagi yang awalnya penuh keributan seperti biasa kini mendadak berubah menjadi suram.

"Apa sulit?" sahut Tamaki bertanya di tengah suasana yang suram ini.

Menghela nafas kecil, Riku mengangguk lemah sebagai balasan. Ia memainkan jari-jemarinya sendiri, sembari berucap pelan, "Aku tidak tau apakah dia masih-- tidak... apa dia menjadi pacarku karena menyukaiku atau karena kasian?"

"Cinta bertepuk sebelah ta--" Ucapan dengan wajah tampang tak berdosa milik Tamaki terputus karena Mitsuki yang membekap mulutnya secara tiba-tiba. "Ha..haha... Pasti tidak begitu kok"

"Cobalah cari tau yang sesungguhnya dengan mengajaknya mengobrol," ucap Yamato.

"Iya. Jangan memikirkan sesuatu yang negatif. Pikirkanlah yang positif,"  sahut Sogo menepuk salah satu pundak Riku untuk memberinya support.

Nagi ikut menyahut, "Yes. Tidak pasti Riku ditolak desu"

"Jaga mulutmu Rokuya-san" Iori--

Menarik nafas dalam lantas menghembuskannya keluar, Riku mengepalkan tangan dan mengumpulkan tekad. "Yosh! Akan kucoba"

"Anak pintar!" puji Yamato kembali mengacak surai merahnya membuat rambut Riku menjadi berantakan.

~~

Sedari tadi seseorang ini sedang mondar-mandir di kamarnya sendiri sembari memantapkan niatnya yang masih ragu-ragu. Ia terus berjalan kesana-kemari dengan membawa hp. Menekan dan membatalkan, itulah yang dilakukannya berkali-kali.

"Ah.. mouuuuu!!" Riku menghentakkan satu kakinya ke lantai dan akhirnya mendudukkan diri di tepi kasur.

'Jangan gerogi... Kenapa mau menelefon aja susah banget... mou...,' batinnya membuang nafas lelah bersamaan dengan tubuhnya yang direbahkan di kasur.

Ia masih mengutak-atik hpnya hingga tanpa sengaja ia menekannya. Panggilan langsung dihungkan membuatnya menjadi kelabakan. "Hwaaa... ketekan." Namun disaat yang bersamaan ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri, 'Apakah akan dijawab ya? Apa nomor telefonnya ganti?'

"...."

*Tut---

Membelakkan kedua matanya, Riku sontak mengubah posisinya menjadi duduk kembali. "Eh... terhubung," gumanya yang kini tangannya menjadi gemetaran. 'A-aku harus bilang apa? Menyapa dulu kan?'

"Etto... Kon'nichiwa," sapa Riku yang sebenarnya sedang kebingungan ingin berucap apa nantinya.

"Kon'nichiwa..."

"..."

"Ba-bagaimana kabarmu?" tanya Riku gugup. Sudah lama sekali bahkan menginjak 3 tahun lebih mereka tidak saling berkomunikasi satu sama lain.

"Aku baik, bagaimana denganmu?"

"A-aku juga ba-baik," jawabnya yang masih berbicara dengan gagap.

"Hm... yokatta..."

"Kamu tidak bekerja?"

"A-ah.. Hari ini aku libur. Jadwal pekerjaanku tidak sepadat yang lain dikarenakan mereka mencemaskan kesehatanku"

"Souka... Teman-temanmu sangat baik ya ^^"

Bibirnya sedikit terlengkuk ke atas menampilkan senyum kecil dengan berbagai makna tersirat. "Begitulah"

"Hah... canggung sekali... pasti ini karena kita jarang komunikasi selama 3 tahun belakangan"

Raut wajah imutnya kini terlihat sendu. "Gomen... Aku tidak menghubungimu sama sekali"

"Tidak masalah. Riku kan sibuk dengan pekerjaan sebagai idol. Tidak perlu memaksakan diri ya"

'Dia masih mengkhawatirkanku,' benaknya tersirat sedikit rasa lega karena gadis yang menjadi lawan bicaranya tidak melupakannya sampai sekarang. "Terima kasih telah memanggil namaku dan mengkhawatirkanku, Liazel"

"..."

"Tidak.. Aku juga berterima kasih"

"Eh? Untuk apa?" tanya Riku tidak mengerti alasan mengapa gadis yang dipanggilnya Liazel mengucapkan kata terima kasih.

"Bukan apa-apa"

"Ini sudah malam, apa kau sudah selesai bekerja? Sudah makan belum?" tanya Riku bertubi-tubi.

"Iya, aku sudah selesai bekerja sejak tadi dan aku juga sudah makan. Bagaimana denganmu?"

"Sudah kok"

"Baguslah"

"..."

"Hei Liazel," panggil Riku di tengah keheningan yang sempat melanda ketika keduanya kehabisan topik pembicaraan.

"Hm?"

"Bolehkan aku menelefon lagi besok dan besoknya lagi?" tanya Riku sedikit ragu.

".... Bo-boleh saja..."

Binar matanya menampakkan rasa senang bersamaan dengan senyumnya yang melebar, juga semburat merah tipis yang terlukiskan. "Terima kasih!"

"Terima kasih kembali"

Melirikkan iris crimsonnya pada jam dinding di kamarnya, Riku berniat mengucapkan salam penutup. "Ini sudah larut, kita lanjutkan besok ya"

"Uhm... oke"

"Ja~ Oyasuminasai Liazel," ujar Riku dengan lembut.

"Oyasuminasai Riku"

*Tut--

"...."

Kembali membaringkan tubuhnya di atas kasur dengan meluruskan kedua lengannya, senyum lebar nan manis masih berhias di wajahnya. Ia memandang langit-langit kamar dengan perasaan bahagia yang meluap. "Aku senang!"

"Sungguh senang, hehehe," monolognya terkekeh kecil di akhir. Semburat  merah  yang terlukiskan tipis di kedua pipinya menambah kesan imut milik Riku.

Dengan terburu-buru dia mencari kontak saudara kembarnya berniat menceritakan apa yang baru saja dialaminya. 'Tenn-nii! Aku harus cerita ke Tenn-nii--'

Namun tindakannya terhenti. 'Tenn-nii kan tidak tau... Aku juga takut Tenn-nii bakal marah karena aku punya pacar...'

Bibirnya kini melengkung ke bawah. "Padahal aku ingin bercerita," monolognya cemberut.

.
.
.

"Jadi bagaimana status hubungan kalian sekarang?" sahut si pemuda bersurai baby pink.

Berjingkat kaget, gadis bersurai broken white ini berusaha menyembunyikan semburat merah di pipinya. "Tidak tau. Tanyakan saja pada adikmu, kakaknya Riku"

"Hee~ Kau malu-malu ya~" goda si surai uban.

"Jangan menggoda calon adik ipar-- jangan mengganggu kepunyaan center Idolish7!" larang center Trigger sembari mendorong leadernya menjauh dari gadis itu.

*blush--

'Adik ipar?! Apa aku salah dengar barusan?!' batinnya menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Gaku, jangan menggodanya," tegur si brown hair.

"Aku tidak menggodanya dan Tenn barusan bilang calon adik ipar kan?!! Wah Tenn kau memberikan restu?" tanyanya antusias dengan alisnya yang naik turun berniat menggodanya.

"Diam kau sobaman!" Tenn--

"Kurasa aku harus mengatakannya pada Nanase—" Gaku--

"Coba saja!" Tenn--

"Eh ternyata dibolehin" Gaku--

"Jangan aneh-aneh dong!" Liazel--

Menghela nafas lelah, Liazel bangkit dari duduknya dan tak lupa untuk mengambil tas jinjingnya. "Terima kasih telah mentraktirku. Aku harus segera kembali," pamitnya membungkukkan badan sekilas.

"Tidak perlu kami antar?" tanya Ryuu.

"Tidak usah. Terima kasih atas tawarannya!" jawab Liazel segera melangkahkan kakinya cukup cepat.

'Aahhh... Jantungku berdetak cepat...' batinnya menutupi sebagian wajah dengan satu lengannya yang bebas. Wajahnya memerah persis seperti tomat. 'Ada-ada saja. Padahal belum tentu dia masih memiliki perasaan padaku'

'Bisa saja Riku sudah memiliki pacar kan...' benaknya memelankan langkah kaki. Ia meremas pegangan tas yang dijinjingnya dan kini suasana hatinya mendadak berubah. 'Benar.. Riku yang baik dan disukai semua orang, mana mungkin tidak punya pacar atau orang yang disukainya kan...'

*plak

Ia memukul kedua pipinya sendiri. 'Jangan cemburu! Masa lalu kami sudah berlalu! Jangan menyesalinya!' batinnya berusaha menipu diri sendiri.

- To be continued -

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro