Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Hello, Miss Inspection~

Fanfic ini milik saya!
Disclaimer : jalan cerita anime dan komiknya milik Fujimaki Tadatoshi :)

Shot 4 : Murasakibara x OC

NB : OC akan selalu berbeda di setiap shots
Warning :Typo, OOC , dan segala kesalahan lainnya

Happy reading♡

Seorang gadis berambut cokelat karamel itu mendatangi kelas 2-3, terburu-buru bisa dibilang. Kacamata hitamnya melengkapi wajah ovalnya. Tinggi tubuhnya 178 cm yang tergolong cukup proposional.

Aihara Saeki. Satu dari petugas komite SMA Yosen yang sangat ketat dalam menjalankan tugasnya.

"Murasakibara-san! Sekarang sudah masuk, tidak boleh makan di kelas."

Laki-laki berambut ungu itu cuman menatap Saeki cuek dan tetap melanjutkan makannya. Saeki hanya angin lalu.

"Fuyuki-sensei belum masuk kelas, jadi aku tetap bisa makan."balasnya cuek setelah Saeki menatapnya bengis seolah ingin mencincangnya.

"Istirahat kedua saja baru makan. Kusita."Saeki merebut cokelat bonbon milik Murasakibara. Laki-laki pecinta makanan itu tentu saja tidak bisa membiarkan makanannya direbut begitu saja. Ia memanjangkan tangannya ke kursi Saeki. Alhasil, dengan mudah laki-laki menggapainya.

"Kalau sensei datang aku tidak akan makan lagi."katanya membuat Saeki menelan kekesalannya. Saeki memang tidak bisa menang dari Murasakibara. Padahal segala benda terlarang yang dibawa laki-laki seperti rokok dan minuman beralkohol disitanya bisa dilakukannya dengan mudah.

Sebungkus bonbon dan ia gagal? Saeki merasa direndahkan. Saeki berjanji, kali Murasakibara makan lagi di depannya saat istirahat usai, ia akan merebutnya.

♢♢♢

"Eh, murid kelas 2-3 itu, si Aihara Saeki. Dia seperti ibu-ibu saja."gosip seorang gadis berambut keriting diikat pita merah sedang menempelkan bibirnya dengan lipgloss. Beberapa gadis sedang berkaca di toilet,

"Dia semacam pahlawan kebenaran."tambah lainnya yang mengenakan maskara.

"Padahal tidak salahnya cowok merokok. Mereka terlihat lebih jantan."opini lainnya bermunculan.

Krek. Pintu toilet menjeblak terbuka. Saeki mendengar semua gosip tentangnya. Tangannya merebut kosmetik tanpa ampun, memasukkannya ke dalam kantong kresek hitam. Ketiga gadis menor itu masih terpaku dan tidak bisa berkata apapun.

"Aku tidak tahu otak kalian terbuat dari apa, tapi pikiran kalian sempit juga."Saeki melihat ketiga gadis menor itu dengan tatapan tajam meninggalkan toilet.

Saeki telah terbiasa dengan gosip tentangnya. Ia tidak peduli, apa yang dilakukannya memang benar. Karena ia ingin melanjutkan jejak ayahnya. Secara tidak langsung menjadi polisi di sekolahnya.

Kenakalan memang tidak pernah ada habisnya. Lagi-lagi, Murasakibara masih menyomot makanannya. Saeki menghela nafas, entah sampai kapan laki-laki ini bisa merasa kenyang. Padahal sekarang baru saja pergantian jam.

"Makananmu kurebut."Saeki merebut snack Murasakibara. Kali ini snacknya asin, keripik singkong rasa balado. Dan lagi-lagi Murasakibara merebutnya dengan mudah. Saeki melompat-lompat untuk menggapainya tetapi gagal karena rasio tinggi badan mereka yang terlampau jauh.

"Aku kan pasti makan sebelum sensei datang,"laki-laki itu memasang wajah cemberut.

"Kukembalikan saat istirahat, kemarikan."

"Nanti isinya tidak garing lagi. Tidak enak."

Persetan dengan nasib keripik Murasakibara, peraturan lebih penting untuk dipatuhi. Hidup akan lebih simpel jika hal itu dilalui dengan benar.

Guru berikutnya, Higashi-sensei yang mengajar sejarah datang ke kelas. Murasakibara menang dengan snack di genggamannya. Saeki terus menatap laki-laki itu sepanjang pelajaran berlangsung. Laki-laki itu tidak mencuri-curi makan tanpa sepengetahuan sensei saat mengajar.

Saeki mengalah. Ada kalanya ia memercayai nafsu makan Murasakibara yang masih bisa dijaga saat pelajaran berlangsung.

♢♢♢

Saeki berada di sekitar anak tangga menuju atap. Seisi sekolah sudah mulai menyepi, tetapi ia masih bisa belum pulang untuk menyelesaikan tugasnya. Tanpa sepengetahuannya ternyata ratusan puntung rokok tergeletak di mana-mana. Saeki menggeleng kepala. Selain membentuk karakter siswa yang benar, ia juga harus menjaga kebersihan sekolah.

Pintu atap memang sedang terkunci, tetapi Saeki mendengar beberapa suara orang sedang berbincang-bincang.
Krek.

"Ah! Gawat! Si setan Saeki!"kejut seorang laki-laki berambut pirang tengah merokok. Temannya yang lain, dengan aksesori yang eksentrik tengah meneguk bir.

"Serahkan barang sialan itu dan laporkan diri kalian."pinta Saeki selagi ia masih bersabar. Saeki mengerti alasannya tidak bisa pulang cepat karena pecandu bir dan perokok yang menyebabkan ia kerepotan.

"Loloskan kami sekali saja. Nanti Saeki-san kami kasih uang 2000 yen seorang deh."sogok laki-laki beranting tiga.

Dia kira uang bisa meluluhkan mentalnya yang seperti baja? Mimpi.

"Tidak bisa. Serahkan, kalau tidak aku telepon wakil kepala sekolah sekarang."biasanya ancaman ini akan beres dan ia bisa pulang, tetapi tiga laki-laki di sana tidak tergerak ketakutan atas gertakannya.

"Saeki-san sebenarnya tidak punya nomor wakil kepala sekolah kan?"

Saeki tertegun. Kemarin kontaknya terformat sehingga ia belum sempat memindahkan semuanya ketika ia mencatat nomor penting di dalam notesnya.

Saeki langsung saja berlari menuruni anak tangga karena ia ketahuan menggertak. Ketiga laki-laki kouhai itu menyusulnya, tetapi karena terlalu cepat seseorang sengaja memecahkan botol kaca bir di dekat Saeki.

"Dengarkan kami. Menurut saja kalau tidak botol ini bisa menganggu inspeksimu, setan Saeki!"ancam satu dari mereka menggoyangkan botol bir dengan senang, bisa menakuti petugas komite yang dianggap menyebalkan itu.

"Tidak bisa! Kalian kan melanggar peraturan."

Laki-laki itu berdecak segera membenturkan botol kaca tepat di atas kepala Saeki. Saeki menutup matanya. Kalau memang ia harus terluka, setidaknya CCTV di belakangnya bisa menolong urusannya belakangan.

"Oi, apa kalian tidak berlebihan?"

Saeki mendongak ke atas. Botol itu memang masih berada di atas kepalanya, mengudara karena tertahan oleh tangan besar yang kuat itu. Tangan Murasakibara.

Ketiga laki-laki itu kabur. Murasakibara membuang botol itu ke dalam tong sampah. Saeki masih terdiam, tangannya bergetar karena ketakutan.

Tuk. Murasakibara menepuk kepalanya. Karena tinggi badan Murasakibara yang mencapai lebih dari dua meter itu, Saeki sampai harus mendongak ke atas.

"Terima kasih."kata Saeki. Rasanya ia jadi malu ditolong oleh orang yang sering diincarnya kalau ia sedang inspeksi.

"Untukmu."

Saeki mengulurkan tangannya. Setangkai permen loli. Saeki menatap bahu Murasakibara yang menjauh, hingga tidak terlihat lagi di visinya.

Mengapa ia menolongnya kalau selalu melanggar peraturannya? Apalagi rela membagi makanannya pula?

Saeki tidak bisa mengerti jalan pikiran Murasakibara.

Sejak saat itu, perut Saeki selalu jauh dari kata lapar ketika berada di sekolah. Murasakibara selalu memberinya makanan, walaupun banyak yang di antaranya diberikan dalam kemasan mini. Tentang tiga laki-laki kurang ajar itu, rekaman CCTV berhasil menghukum ketiganya dengan hukuman skors.

Saeki menatap laki-laki berambut ungu tengah bermain basket di lapangan outdoor. Namun permainannya memang mengagumkan walaupun anehnya di satu sisi, Saeki merasakan ada yang aneh dengan gaya bermain Murasakibara. Berbagai shoot yang dilempar berhasil dicegatnya. Tetapi laki-laki itu sepertinya tidak bahagia melakukannya.

♢♢♢

Saeki memang buta dalam hal basket, tetapi kalau yang namanya dribble dan shoot ia masih tahu. Ia melihat Murasakibara yang duduk sendirian di tengah lapangan sambil melempar bola basket.

"Murasakibara-kun."panggil Saeki dari kejauhan menghampiri lapangan.

Laki-laki itu menatapnya kemudian melanjutkan aksi melempar bola pantul.

"Sae-chin baru selesai inspeksi?"tanyanya tanpa menatap Saeki. Akhir-akhir ini, sufiks 'chin' sering diucap Murasakibara. Dan Saeki merasa lebih dekat dengan laki-laki cuek ini.

"Aku punya ubi manis. Masih hangat."kali ini Saeki menawarkan. Ia tidak enak terus menerima pemberian makanan Murasakibara. Laki-laki itu juga tidak sering makan lagi saat pergantian jam atau istirahat usai.

Murasakibara mengambil ubi dari tangan Saeki kemudian mengupas kulitnya. "Arigatou."

Saeki tersenyum kemudian menatap bola basket yang menjauh karena tidak sempat ditangkap oleh Murasakibara.

"Tidak usah diambil,"kata Murasakibara melihat aksi Saeki siap melangkah mengambil bola.

"Sebentar lagi turnamen ya?"tanya Saeki yang dijawab singkat 'oh' oleh Murasakibara.

"Bukankah Murasakibara-san senang kalau bisa masuk turnamen? Bermain dan menang?"Saeki mungkin terkesan sok tahu, tetapi siapapun yang melakukannya berdasarkan passionnya jauh lebih bahagia.

Ekspresi Murasakibara menjadi datar. "Yang penting menang. Basket ya tetap saja basket."

Saeki mengernyitkan dahi. "Bukankah bermain dan berjuang itu yang penting?"

Murasakibara berdiri tepat saat ia mulai merasa sebal. "Sae-chin tidak tahu apa-apa. Mirip teman SMPku saja, cerewet."

Saeki memang tidak mengerti basket, tetapi mendengar reaksi itu sangat menyebalkan dan tidak mengenakkan hati. Entah dari mana terbesit dalam benaknya, memunculkan sebuah ide.

Sebuah ide agar Murasakibara kembali menyukai basket.

♢♢♢

Pagi hari, seperti biasanya Saeki selalu tidak berada dalam kelas sampai bel berbunyi karena inspeksi. Jadi ia meletakkan sesuatu berbau basket di meja Murasakibara. Majalah sport, sebagai plan A.

Dan payahnya, buku itu langsung saja dibuang oleh Murasakibara ke tong sampah tanpa dibaca lebih dulu isinya.

Plan B. Saeki mengirimkan mail kepada Murasakibara. Isinya adalah video basket. Tanpa menonton videonya, laki-laki itu mendelete video.

"Seharusnya aku mengganti judul video dengan '100 jenis dessert enak',"rutuk Saeki dalam hati.

Saeki kembali buntu hingga ia harus memikirkan Plan C. Hari mulai menjelang senja dan ia melihat sebuah bola basket tergeletak di bawah ring.
Ia mendribble bola kemudian menshoot. Alhasil bola itu melenceng dari ring dan terpantul ke mana-mana. Saeki mengejar bola itu hingga bolanya berhenti di depan sepatu seseorang.

"Terima kasih sudah menahan bolanya, e-eh!"Saeki memeluka bola itu kemudian mendongak pemilik sepatu, Murasakibara.

"Sampai kapan Sae-chin terus melibatkanku tentang basket? Aku tidak bilang tidak ingin bermain."

Saeki tersenyum lemah, "Tapi Murasakibara-kun tidak senang saat bermain kan? Itu yang kukhawatirkan."

Sebenarnya Saeki tidak tahu kenapa ia begitu memperhatikan Murasakibara. Dan ia bisa melihat laki-laki itu menyukai atau membenci sesuatu dari tatapannya.

"Kenapa Sae-chin harus berjuang seperti ini terhadap basketku? Ini tidak ada kaitannya dengan inspeksi."

Saeki mendorong tubuh Murasakibara. "Aku tahu. Aku memang sadar ini tidak ada hubungannya dengan apa yang kulakukan, tapi aku melakukan ini karena menyukaimu."

Saeki menekap mulutnya, keceplosan mengungkapkan semua yang ada di dalam hatinya. Wajahnya memerah karena malu. Tanpa sempat laki-laki itu berespon, ia segera kabur.

Hari turnamen.
Saeki baru sadar, saat mengucapkan kata-kata itu, ternyata turnamen berlangsung H-1.
Dan Murasakibara tentu absen dari jam pertama dengan izin membawa nama sekolah untuk bertanding. Ponsel Saeki berdering saat istirahat.

From : Murasakibara
To : Saeki

Nonton pertandingan nanti, jam 2. Datang ke ruang ganti laki-laki setengah jam sebelumnya.

Saeki tentu saja ingin menonton dan menyemangati laki-laki itu, tetapi ia masih saja malu.
Saeki segera menggelengkan kepala. Ia masih bertanggung jawab membuat Murasakibara menyukai basket. Ia hanya tidak perlu menyinggung soal perasaannya.
Ia akan meminta laki-laki itu melupakannya.

♢♢♢

Saeki ternyata datang lebih cepat. Pebasket lainnya masih berganti pakaian. Sebenarnya Saeki ingin pergi saja dari sini dan menonton di stadion setelah banyaknya pebasket yang keluar tampak kebingungan dengan eksistensi Saeki sebagai orang luar.

"Oh. Sae-chin."panggil Murasakibara setelah keluar dari ruang ganti.

Saeki ingin lenyap saja. Murasakibara masih tetap santai, menyomot pocky rasa stroberi.

"Untukmu satu."Murasakibara memberikan setangkai pocky. Nah kan, perut Saeki tidak akan pernah kosong kalau bersama Murasakibara. Bentar-bentar manis, terus asin, terus pedas.

Saeki menyomot pocky dan tidak disangka Murasakibara menyomot di sisi ujungnya. Saeki terkejut saat menggigit tangkai pocky, membiarkan tangkai sisanya dilahap Murasakibara.

"Sae-chin harus menonton pertandinganku."pinta Murasakibara. Saeki menekap mulutnya. Ia mengangguk meninggalkan Murasakibara.

Saeki kembali menuju stadion dan melihat sekeliling. Turnamen kali ini adalah pertandingan antar sekolah, yaitu SMA Seirin dan SMa Yosen.

Di awal pertandingan diungguli oleh pihak Yosen mencapai setengah kuarter. Murasakibara berhasil mencegat skor lawan terhadap Kagami Taiga, pebasket Seirin nomor 10, yang seringkali ingin melakukan shoot.

Namun terjadi sesuatu yang mengejutkan di kuarter 3. Seirin kembali menyusul, dan lantas berhasil menyamai poinnya dengan Yosen.

Mata Saeki terbelalak saat melihat Murasakibara terjatuh saat tertipu oleh trik Kagami yang ternyata awalnya hanya berpura-pura shoot.

Dan di akhir pertandingan, Seirin mengungguli Yosen dengan kelebihan satu poin.

♢♢♢

Saeki menunggu laki-laki itu di depan ruang ganti, tetapi setengah jam berlalu, dan gadis itu yakin tidak ada orang lagi di sana.

'Kemana laki-laki itu pergi?'gumam Saeki.
Pada akhirnya Saeki masuk ke dalam ruang ganti. Tidak ada siapapun selain laki-laki berambut ungu. Rambutnya yang ungu gondrong sebahu diikatnya tertutup oleh handuk yang menutupi setengah wajah.

"Murasakibara-kun?"

Laki-laki itu hanya terdiam.

"Aku punya keripik kentang. Untukmu satu,"Saeki meletakkannya di pangkuan Murasakibara, tetapi tidak diambilnya seperti saat ia memberikan ubi manis.

Saeki bermaksud mendinginkan suasana, sampai memang sekadar mendinginkan fisik juga, ia menempelkan botol plastik dingin di pipi Murasakibara.

"Kalau yang kau renungkan adalah kekalahan, kau hanya akan terus tenggelam di dalamnya."sambung Saeki masih menempelkan botol itu di pipi Murasakibara.

Laki-laki itu menarik tangan Saeki yang memegang botol, merengkuh gadis itu.

"Aku tidak tahu kenapa aku merenung seperti ini. Basket ya tetap saja basket. Kalah adalah opsi yang aku anggap mustahil bagiku. Tapi tetap saja..."

Saeki menepuk punggung besar Murasakibara. "Jangan menyerah. Masih ada pertandingan lain lagi."

Dan Murasakibara terdiam di dalam sana, bersama gadis itu untuk merefleksikan apa yang hilang di dalam dirinya saat bermain basket.

Perasaan sederhana yang melengkapi kemampuan bakatnya, yaitu perasaan bahagia untuk mencapai tujuan.

END

Author's comment.
Ini kayaknya agak semacam klise yah ._. Saeki antara di friendzonekan makanan atau apa
Anyway thankyou for reading♡
Next 2 shots will be post ahead!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro