Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

𖥔 Hiraeth 𖥔

━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━
ᴀ ʜᴏᴍᴇꜱɪᴄᴋɴᴇꜱꜱ ꜰᴏʀ ᴀ ʜᴏᴍᴇ ᴛᴏ ᴡʜɪᴄʜ ʏᴏᴜ ᴄᴀɴɴᴏᴛ ʀᴇᴛᴜʀɴ, ᴀ ʜᴏᴍᴇ ᴡʜɪᴄʜ ᴍᴀʏʙᴇ ɴᴇᴠᴇʀ ᴡᴀꜱ; ᴛʜᴇ ɴᴏꜱᴛᴀʟɢɪᴀ, ᴛʜᴇ ʏᴇᴀʀɴɪɴɢ, ᴛʜᴇ ɢʀɪᴇꜰ ꜰᴏʀ ᴛʜᴇ ʟᴏꜱᴛ ᴘʟᴀᴄᴇꜱ ᴏꜰ ʏᴏᴜʀ ᴘᴀꜱᴛ
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Yusurube Jyuuji x Sora Haruka

━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━
□•□•□

█▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀█

H I R A E T H

█▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄█

□•□•□

Sora Haruka adalah mentari bagi Yusurube Jyuuji.

Sementara Yusurube Jyuuji merupakan bunga matahari yang senantiasa mencari sumber kehangatannya, Sora Haruka.

· ─────── ·♪· ─────── ·

"Oh, Sora Haruka. Salam kenal."

"Yu-Yusurube Jyuuji ...."

· ─────── ·♪· ─────── ·

Berawal dari kacamata yang tak sengaja diinjak, Jyuuji kemudian malah berhasil menemukan mataharinya. Sora Haruka, gadis sepantarannya yang ditemuinya ketika berjalan di jalanan kota sendirian, entah bagaimana berhasil menarik dirinya dari lubang kesepian.

Bagi Yusurube Jyuuji, Haruka itu laksana mentari. Baik dalam segi jasmani, maupun segi rohani. Surai pirang cerah serta netra sewarna cakrawala, memberikan aura warna yang hangat. Kendati nada bicaranya selalu terdengar monoton setiap detiknya, Jyuuji masih dapat merasakan kehangatan yang terpancar darinya. Menjadikannya senantiasa ingin selalu berada di sisi sang hawa, seolah ia akan layu dan mati jikalau tak berada di dekat Haruka barang sebentar saja.

Yusurube Jyuuji dan Sora Haruka itu sangatlah berbeda, laksana bunga matahari dengan matahari aslinya. Dan Jyuuji berharap, bahwa mereka berdua tidak akan terpisah layaknya bunga matahari dengan matahari aslinya.

· ─────── ·♪· ─────── ·

Yusurube Jyuuji menyukai
bagaimana seorang Sora Haruka memperlakukannya.

· ─────── ·♪· ─────── ·

"Sendirian lagi, huh, Yusurube?"

Si kepala hijau menoleh, netra berbinar semangat tatkala melihat sosok yang dinantinya berdiri tepat di sampingnya─memandang lurus ke arah sungai kecil di depan keduanya. Senyum kemudian tergantikan oleh raut cemberut di paras anak berusia dua belas tahun tersebut, "Kau juga sendirian lagi, Haru-chan," komentarnya. Tak terima dengan pertanyaan yang dilontarkan si gadis kecil bermahkotakan surai pirang barusan.

"Aku tidak sendirian." Haruka menjawab, dengan nada monotonnya seperti biasa.

"Benarkah?" Jyuuji mengerjapkan matanya tak percaya. Haruka yang diketahui merupakan seorang yang sangat penyendiri membawa seorang teman? Wow, itu adalah keajaiban. Tak sadar bahwa dirinya merasakan perasaan cemburu padanya.

Si gadis bersurai pirang mengangguk, diiringi dengan tendangan pada batu di bawahnya, timbulkan suara percikan air yang menyapa gendang telinga. "Aku bersamamu."

Keheningan menyelimuti seketika, hanya bahana alam yang terdengar. Keduanya sama-sama terdiam, tak mengucapkan barang sepatah aksara. Jyuuji merasakan bahwasanya wajahnya memanas, sinar mentari mungkin adalah penyebabnya. Sementara Haruka masib setia menatap jernihnya air sungai, tak menyadari bahwa lawan bicaranya salah mengartikan kalimatnya.

"Huh? Kamu sakit, Yusurube?"

Daksa tersentak ke belakang, tatkala merasakan bahwa tangan seseorang bersentuhan dengan dahinya. Mendongakkan kepala, Jyuuji seketika menelan salivanya. Figur Sora Haruka saat ini berada tepat di depannya. Entah mengapa timbulkan rasa gugup bagi si adam.

"Hangat, sepertinya kamu kepanasan. Ayo berteduh di sana." Haruka berujar sembari menarik pergi sosok Jyuuji dari tempatnya semula, menuju pepohonan rimbun yang berada tak jauh dari keduanya.

Yang ditarik hanya menurut; mengikuti langkah gadis kecil tersebut ke tempat yang kini tengah dituju. Surai pirangnya yang menari mengikuti langkah kecilnya, nampak bersinar sebab terkena sinar matahari. Membuat Sora Haruka menjadi sosok yang paling indah di mata Yusurube Jyuuji. Tanpa sadar, senyum tipis terlukis di paras elok si lelaki. Entah apa alasannya, hanya dirinya dan Tuhan-lah yang tahu.

· ─────── ·♪· ─────── ·

Yusurube Jyuuji tiba-tiba harus berpisah dengan mataharinya.

· ─────── ·♪· ─────── ·

"Kamu benar-benar akan pindah sekolah?"

Jyuuji mengangguk perlahan. Raut wajahnya jelas menunjukkan rasa tak suka. Sebab, ia akan berada sangat jauh dari mentarinya.

Jyuuji tak menyukainya.

Namun ia sama sekali tak bisa berbuat apa-apa.

Ini demi kebaikan dirinya ... dan juga Haruka.

Si hawa menghela napas tatkala melihat raut wajah yang ditunjukkan oleh si pemuda. Ditepuknya kepala yang berada sedikit lebih tinggi darinya itu kemudian guna memberikan ketenangan. "Tidak apa-apa, Yusurube. Ini bukan zaman purba, kau masih bisa menghubungiku lewat ponsel."

Kalimat Haruka membuat wajah Jyuuji perlahan berbinar semangat. "Sungguh?! Kau akan menanggapinya, bukan?!" tanyanya kelewat antusias. Binar harapan jelas terpancar dari netra di balik kacamatanya.

Haruka mengangguk pelan, "Iya, akan aku tanggapi meskipun terlambat."

Jyuuji seketika bersorak riang. Dengan begini, hubungan mereka tidak akan merenggang. Dia masih bisa berhubungan dengan mataharinya. "Terima kasih!" serunya bersemangat. Tanpa sadar menarik daksa Haruka ke dalam pelukannya.

Keheningan menyelimuti seketika. Sepertinya Jyuuji tidak menyadari apa yang telah dilakukannya.

"Ehm ..., Yusurube ...."

Yang dipanggil langsung sadar dengan apa yang dilakukannya. Buru-buru melepaskan Haruka dengan wajah yang kelewat memerah. Keringat dingin terlihat membanjiri pelipisnya, sebab takut akan kemungkinan bahwa Haruka akan marah padanya.

"Ma-maafkan aku!" Jyuuji berseru gugup. Jangan sampai Haruka benar-benar akan memarahinya.

Si hawa mengulas senyum lembut melihat tingkah teman masa kecilnya, jadikan si adam kehilangan fokusnya sebab terbuai dengan pemandangan langka di depannya. Bukan kalimat panjang lebar yang didapatnya, melainkan sebuah keajaiban dunia. Sora Haruka yang tersenyum, adalah salah satu keajaiban dunia. Dan Jyuuji bersyukur karena bisa menjadi alasannya.

"Jyuuji! Ayo berangkat!"

Suara dari kejauhan menarik atensi keduanya, dapat mereka lihat, seorang wanita paruh baya yang melambai ke arah mereka berada.

"Jaga dirimu." Si gadis berujar lembut.

"Hm! Pasti!"

· ─────── ·♪· ─────── ·

Sora Haruka masih setia menjadi metaharinya.

· ─────── ·♪· ─────── ·

"Bagaimana di sana? Kau makan degan teratur, bukan?"

Suara familier di seberang bertanya, masih dengan nada monotonnya yang biasa. Jyuuji mengangguk seketika, lontarkan jawaban, "Iya, tenang saja! Haru-chan sendiri?"

"Sama sepertimu, jadi tak usah khawatir."

Si adam tersenyum senang mendengarnya. Kendati lewat perantara; kendati tak secara langsung mereka berbicara, Jyuuji masih bisa merasakan kehangatan yang terpancar dari Haruka. Sebab, Sora Haruka akan selalu menjadi mataharinya.

"Wow, siapa tadi? Pacarmu?" Ikari bertanya, penasaran akan siapa alasan yang membuat teman sekelasnya itu tersenyum sendiri bak orang gila.

Jyuuji tertawa keras, mengejutkan insan yang berada di sekitarnya. Namun tak lama, karena sedetik kemudian raut wajah pemuda itu mulai memanas. Tingkahnya menjadi tenang, sangat berkebalikan dengan apa yang dilakukannya barusan.

Dasar orang aneh, cemooh Ikari dalam hati.

"Do'akan saja, ya?"

Ikari mencebik seketika.

· ─────── ·♪· ─────── ·

Yusurube Jyuuji tak menyangka, bahwa mataharinya adalah musuh terbesarnya.

· ─────── ·♪· ─────── ·

Langkah kaki memburu dikejar waktu. Kian dipercepat walau telah menjerit letih minta ampun. Peluh membasahi setiap sudut, napas memburu tak karuan seiring dipercepatnya laju.

Belum genap sehari setelah kelasnya kedatangan siswa baru, bahaya tiba-tiba saja datang mengadu. Seharusnya ia merasa takut, namun perasaan bersemangatlah yang mendominasi dirinya. Entah apa alasannya, Jyuuji sendiri tidak tahu.  Apakah mungkin ini menjadi pertanda bahwa sesuatu yang menyenangkan akan terjadi?

Menggelengkan kepala, pemuda itu mengusir pemikirannya barusan. Apa yang menyenangkan dari mendapatkan serangan tiba-tiba? Apa yang menyenangkan membunuh teman satu saudara? Apa yang─

Jyuuji kini memperlambat langkahnya, lantas berhenti tepat di depan sosok yang sangat amat dikenalinya.

Itu adalah mataharinya.

Mataharinya ada di depannya.

Jadi ini yang membuatnya semangat tak karuan?

Tubuhnya bergetar hebat, menahan antusias untuk memeluk figur seorang hawa di depannya. Baru saja akan membuka suara, sebuah hal menarik atensinya.

Haruka, tengah mengenakan seragam milik perusahaan Momotaro.

Si pemuda terdiam seketika, sedang kepalanya tengah memproses segalanya. Ia dominasi oleh perasaan heran.

Haruka?

Berada di sini?

Dengan seragam perusahaan Momotaro?

Semua itu hanya menyimpulkan satu hal.

"Sudah lama tak bertemu, Yusurube."

· ─────── ·♪· ─────── ·

Sora Haruka bukan
lagi mataharinya.

· ─────── ·♪· ─────── ·

Daksa Jyuuji kian bergetar hebat, tatkala kalimat yang dilontarkan Haruka menyapa gendang telinganya.

Nada Haruka tak lagi terdengar monoton seperti biasanya, telah tergantikan dengan nada dingin nan menusuk yang bisa membuat siapa saja lari ketakutan mendengarnya. Aura yang dipancarkan tak lagi menimbulkan kehangatan, kini tergantikan dengan aura mengintimidasi yang sangat amat terasa kuat.

Jyuuji perlahan melangkah mundur, masih tak terima dengan kenyataan yang baru saja menghantamnya. Hampir menyerah dengan pikirannya, si pemuda Yusurube tiba-tiba mendapatkan hantaman kuat di bagian perutnya, jadikan rasa mual seketika menghampirinya. Ia mendongak, melihat bahwa Haruka akan kembali menyerang. Sebelum si hawa sempat, si adam mengelak dengan segera; menjaga jarak sekaligus memberikan waktu untuk menyembuhkan nyeri perutnya walau hanya sementara. 

"Apa kau tidak diajari untuk bertarung di sekolahmu?"

Jyuuji meringis mendengar betapa dinginnya nada yang digunakan pada kalimat barusan. "Ha-Haru─ugh!"

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Yusurube Jyuuji kembali mendapatkan pukulan. Kali ini di bagian belakang leher, membuatnya tumbang ke lantai seketika. Pandangannya kabur, kepalanya terasa sangat berat.

Apakah mataharinya sendiri berniat membunuhnya?

Samar-samar, pendengarannya menangkap suara milik dua orang yang sedang berbicara. Jyuuji yakin seratus persen, bahwa salah satunya adalah milik Haruka.

Kepalanya mendongak perlahan begitu merasakan ada eksistensi yang hadir tepat di depannya. Netra sewarna zamrudnya yang kosong, bersirobok dengan netra sewarna cakrawala yang dingin milik Haruka.

"Kenapa ...?" Hanya itu yang berhasil dikeluarkan oleh Jyuuji. Lidahnya kelu akan aksara, bukan karena sakit yang dirasa, namun sebab membeku akibat hawa dingin yang dipancarkan netra sewarna cakrawala di depannya.

Jyuuji tak mengerti sama sekali, perihal apa yang sebenarnya terjadi. Matahari yang sangat disayanginya, ternyata merupakan musuh terbesarnya.

Apakah sebelumnya ia sudah tahu bahwa mereka tidaklah sama?

Mengapa ia melakukan ini?

Mengapa ia sama sekali tak memberitahunya?

Mengapa ia terus-terusan memperlakukan dirinya sebegitu baiknya?

Mengapa─

Yusurube Jyuuji memilih menyerah untuk berpikir.

Hening.

Tak ada jawaban.

Jika bukan karena suara napas sang lawan bicara yang entah kenapa bisa terdengar, mungkin Jyuuji akan berasumsi bahwa ia sudah ditinggalkan.

" ... Karena Tuhan telah memutuskan." Adalah satu-satunya jawaban yang diterimanya, sebelum kegelapan total menguasainya.

Maafkan aku, Jyuuji.

· ─────── ·♪· ─────── ·

Yusurube Jyuuji tak lagi mempunyai tempat untuk pulang.

· ─────── ·♪· ─────── ·

-fin.-

©Shikyr,2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro