ろく
Hao UwU
Sedikit lebih pagi kan hoho~
Semoga masih semangat di minggu ini!
Udah mau weekend-
Happy reading!
.
.
.
.
.
"hmm- enakan nasi kari ayam atau nasi kari daging ya"
Di depan etalase kantin, Halilintar tengah menimbang nimbang diantara dua menu yang menarik perhatiannya. Ia lalu menanyakan itu pada Ice di sampingnya.
"menurutmu gimana??"
"ah- um.. dua-duanya enak kok, pilih salah satu aja" ujar Ice.
"aku tauu!! masalahnya aku ga bisa milihh!"
"aiyaa tinggal pilih satu aja loh! cepetan! antriannya panjang nih"
"aaaahhh gak bisaaa dua duanya enaak!!"
Gemas mendengarnya, Ice akhirnya mengusulkan jalan tengah.
"yaudah, kamu pesen ayam aku pesen daging terus kita share"
Tapi Halilintar langsung menolaknya.
"nggak! nanti aku ga puas makannya kalo bagi dua!"
"terus maunya yang mana??"
"nah itu aku bingung!!"
"ishh! kalo bingung ya kita minggir dulu- kasian orang ngantri"
"gamau! aku laper!"
"minggir dulu!"
Ice merangkul leher Halilintar dan berusaha menyeretnya keluar barisan namun Halilintar langsung memiting balik leher Ice dan jadilah mereka gelud didepan counter kari.
Dua murid laki laki yang berdiri dibelakang mereka pun langsung memisahkan kedua insan itu dan mendorongnya ke samping sehingga antrian dapat berjalan lagi.
Bahkan sudah di pinggir pun, mereka masih beradu bacot hingga antrian pun habis. Sang ibu kantin hanya geleng-geleng melihat kelakuan duo ini.
Memang duo ini dikenal sebagai sahabat sejati hidup dan mati hingga bumi berguling tak dapat kembali. Mereka tak segan gelud dimanapun kapanpun dalam situasi apapun. Tapi kini status mereka sudah menjadi sepasang kekasih, namun kelakuan mereka masih sama.
Benar benar seperti sepasang sahabat yang sangat dekat.
Sementara itu , di ujung kantin. Solar tengah makan sendirian bersama seorang temannya yang berasal dari kelas lain. Tidak terlalu banyak mengobrol namun suasana diantara keduanya cukup kondusif.
Mendengar ribut ribut di depan tempat makan kari menarik perhatian mereka. Solar hampir menyembur tawa melihat bagaimana kedua insan yang sudah menjadi kekasih itu bertengkar hingga hampir gegulingan.
Untung saja tidak ada guru, kalau tidak mereka pasti sudah masuk ruang BK karena membuat keributan.
"Solar Light!"
Suara cempreng itu datang lagi, membuat Solar dan temannya menoleh.
Ah, dia ternyata.
"boleh aku duduk bersamamu??" tanyanya, tersenyum manis.
Teman Solar yang ada diseberangnya langsung terpesona menatap gadis itu. Kedua matanya pun sudah berubah menjadi lope lope dibalik kacamata tebal yang dikenakannya.
"ah..um..boleh.."
Tidak mungkin Solar menolaknya karena jelas-jelas masih banyak ruang di tempat duduknya saat ini. Maklum, di sekolah ini semua tempat duduk kantin masing-masing bisa muat 8-10 orang.
Gadis itu langsung menempati kursi di sebelah Solar dengan gembira dan menaruh makanannya di atas meja. Alih alih langsung makan, gadis itu malah menengok kearah Solar dan berusaha menarik perhatiannya.
Solar yang tidak nyaman dipelototi pun akhirnya membalas pandangan gadis itu dengan heran, ia lalu bertanya.
"kamu ngga makan?"
Bukannya perhatian, maksudnya adalah cepatlah makan dan pergi dari sini.
Gadis itu tersenyum simpul "makan kok~ aku pesennya porsinya kebanyakan deh~ Solar mau?"
Ia menawarkan makanannya pada Solar, namun Solar langsung menolaknya halus.
"nggak usah, makasih.." ujarnya.
Ya iyalah, siapa juga yang mau makan salad sayur di siang hari? Bahkan jika ia dibayar sekalipun, ia ogah memakannya.
"kulihat, kau selalu makan nasi kari.. kau suka ya?" tanya Gadis itu, menggerling pada makanan Solar.
Kalau aku nggak suka ya aku ngga makan, bodoh.
Oke- mustahil kan Solar menjawab demikian. Ia berusaha seramah mungkin menjawabnya.
"iya.. aku suka, Cheryn"
"aku ahli buat nasi kari loh!"
Oh baiklah, gadis itu membual lagi. Tapi Solar hanya ber-hm dan mengangguk, pura-pura mempercayainya.
"nanti kapan kapan kubuatkan untukmu ya! kari jenis apa yang paling kau sukai??" ia bertanya antusias.
"hnng.. aku suka apa aja sih, tapi nggak perlu repot repot kok.." Solar menjawab malas tanpa menatap gadis itu.
"eeeh nggak repot kok! buat Solar mah aku bisa bikinin apa aja!"
Wow.
Solar melirik gadis itu sedikit. Benar benar tak habis pikir.
Baru beberapa waktu lalu ia sibuk mengejar ngejar Ice, dan sekarang Solar menjadi sasarannya setelah tau Ice sudah mengencani seseorang.
Semua perempuan memang seperti itu ya.
Kembali pada pasangan komedi itu.
Setelah beberapa lama bertengkar, akhirnya mereka capek sendiri dan memutuskan untuk duduk di salah satu meja. Rasa laparnya pun sudah sirna karena udah kenyang gelud.
Dari kejauhan, Halilintar tak sengaja melihat Solar yang tengah duduk di situ .. bersama.. perempuan?
Sebentar, bukankah itu Cheryn? Yang waktu itu menggoda Ice? Apa-apaan dia?
Netra ruby Halilintar melebar saat perempuan gatal itu tiba-tiba memeluk lengan Solar, dan Solar bahkan tak menolaknya.
Hei hei hei! bukankah itu terlalu dekat??
Solar bahkan bukan siapa-siapamu. Siapa yang memberimu izin melakukan sejauh ini, wanita??
Tapi wanita itu.. Cheryn, memang cantik sekali . Kalaupun Solar memiliki perasaan istimewa padanya.. mungkin mereka akan jadi pasangan yang cocok.
Perempuan cantik dan lelaki tampan, menawan bukan?
Sial, kenapa ia malah memikirkan itu. Hei, Halilintar..pacarmu ada di sebelahmu .. kau harusnya memikirkannya.
Miris sekali..
Tapi sepanjang matanya menatap Solar dan Cheryn diujung sana, semakin ia merasa gelisah. Entah perasaan apa yang ia rasakan.
"li..."
"hali..."
"hei!"
Ice tiba-tiba menepuk pundak pacarnya hingga membuatnya terlompat kaget. Halilintar pun refleks menengok pada sosok disampingnya dengan wajah linglungnya.
"kamu kok ngelamun sih?? mikirin apa hayo?" todong Ice yang bingung melihat Halilintar seperti habis kemasukan. Padahal masih siang bolong.
"kamu liat dia ya?"
"heh? siapa?"
"Solar"
"hah?"
"Solar sama Cheryn, di sana"
Halilintar terdiam. Rupanya Ice diam-diam memperhatikan saat pandangannya tertuju pada dua insan itu.
"itu nggak seperti yang kamu pikirin, Ice-"
"memangnya aku mikir apa?" Ice dengan cepat menyahut, membuat sang pacar langsung membisu.
Namun Ice tersenyum setelahnya, ia mengacak lembut rambut sang kekasih.
"nggak kok, sayang.. tenang aja" ujarnya.
Halilintar terdiam kaku, netra ruby nya menatap sendu pada kekasihnya yang tengah mengusap kepalanya.
Mungkin ia terdengar baik baik saja, tapi tak ada yang tau apa yang ia sembunyikan didalam hatinya.
Ice.. ia mungkin sosok pacar yang diidamkan semua orang. Ia tampan, pintar, pemimpin yang dapat diandalkan, sosok yang bisa melakukan apa saja. Jangan ragukan sifatnya yang dewasa dan penuh perhatian.
Bahkan untuk sosok se-sempurna Ice, Halilintar masih bimbang dengan apakah ia benar-benar mencintai Ice sebagai seorang pendamping hidup.
Ia benar benar merasa seperti orang jahat sekarang.
"kalo gitu, balik ke kelas yuk. Udah mau bel"
"Ice--" Halilintar dengan cepat memanggil sang kekasih ketika ia hendak menarik tangannya.
"aku-"
Alis Ice mengernyit, bingung "kamu?"
Astaga, apa yang terjadi dengannya? Bisa-bisanya ia berpikir untuk mengakhiri..
"aku..uh-"
"kamu kenapa?"
"aku mau jajan sup kacang merah bibi May di belakang sekolah!"
Ice nampak terkejut, namun sedetik kemudian senyumnya mengembang. Ia mengangguk lalu menautkan tangannya dengan Halilintar.
"kalo gitu, ayo kita kesana. Mumpung masih ada waktu"
Halilintar tersenyum tipis, kemudian mengikuti langkah Ice yang mengiringnya menuju tempat jajan favoritnya di musim dingin. Mana lagi kalau bukan tempat sup kacang merah bibi May yang sudah ada sejak sekolah dibangun.
Dan begitulah seterusnya.
Halilintar lagi-lagi berpikiran bodoh tentang hubungannya dengan Ice. Namun ia membiarkannya untuk sekarang dan menyerahkannya pada waktu.
Ia ingin egois.
***
"My name is Ice Frost , я старшеклассник ,ฉันรักการอ่านและการศึกษา , Watashi no yashin wa kontesuto ni katsu kotodesu "
(:v)
Di ruangan guru, Ice tengah memperkenalkan dirinya dengan empat bahasa yang berbeda. Ingris, Rusia, Thailand, dan Jepang. Semua guru dan kepala sekolah yang ada di sana pun bertepuk tangan.
"saya bangga memiliki murid sepertimu di sekolah, kami belum pernah menemukan murid se-sempurna dirimu"
Pujian sang kepala sekolah membuat Ice tersenyum, ia lalu membungkuk sebagai rasa terima kasih.
Ice Frost, kemampuannya seakan tidak terbatas. Ia telah mengikuti berbagai kompetisi sejak SMP , dan tak jarang ia membawa kemenangan untuk sekolah. Matematika, Olahraga, Bahasa.. seakan tidak ada yang tidak bisa ia lakukan.
Karena kemampuannya itu, semua guru menaruh harapan padanya. Itu menjadikannya begitu sibuk karena belajar dan kompetisi, karena itulah ia tidak pernah punya waktu untuk berkencan atau sekedar mendekati seseorang.
Halilintar adalah pacar pertamanya yang sangat ia sayangi. Ia telah menyukai Halilintar sejak mereka pertama kali menjalin persahabatan. Sifat Halilintar yang ceria dan ceroboh membuatnya tak dapat berpaling dari pesonanya.
"saya ingin menawarkan kamu untuk mengikuti perlombaan bahasa yang akan diadakan tak lama lagi, apakah kamu bersedia?"
Mendengar itu, Ice terdiam. Sesaat ia ragu untuk mengambil keputusan. Ia sudah terlalu banyak mengikuti kompetisi di bulan ini, apalagi waktunya kini sudah benar benar minim hingga ia harus mengorbankan beberapa jam pelajaran hanya untuk berlatih.
"maaf, pak.. sebelumnya saya ingin menawarkan bagaimana jika Vincent saja yang mengikuti lomba bahasa? ia cukup mahir dalam berbahasa asing. Ice sudah terlalu banyak berkompetisi dan saya khawatir-"
Ucapan sang guru langsung dipotong oleh kepala sekolah.
"tidak bisa. Tidak ada yang bisa berbahasa asing sebaik Ice. Namun tetap saja saya akan menyerahkan keputusan itu ke tangan Ice, apakah kamu bersedia?"
Ice mengulum bibir, lalu ia mengangguk.
"saya bersedia, pak.."
Kepala sekolah dan semua guru tersenyum puas mendengarnya.
"saya yakin, orangtuamu akan sangat bangga"
Setelah keputusan berhasil dibuat, Ice pun dipersilahkan untuk keluar dari ruangan guru.
Baru saja ia menutup pintu ruang guru, ia dikejutkan dengan sosok yang tau-tau saja ada di depannya. Sosok itu menatapnya tajam.
"minggir" pinta Ice.
"ada urusan apa kau kesini?" sosok itu bertanya.
Ice menaikan sebelah alisnya "harusnya aku yang nanya begitu, aku disini karena dipanggil kepala sekolah."
"aku mau bicara dengan ayahku" jawabnya.
"nggak ada yang nanya, Solar" Ice mendengus "udah, minggir.. aku mau balik ke kelas"
"tunggu!"
Solar menarik lengan Ice yang hendak beranjak pergi, masih menatap tajam kepada sang pemilik netra biru itu.
"pasti enak ya, jadi kesayangan semua orang"
Ice mengernyit "kau bicara apa.."
"Kau menjadi anak emas kepala sekolah dan semua guru disini, bahkan semua murid di sekolah ini seakan menghormatimu, dan sekarang Halilintar.."
Cengkraman Solar pada lengan Ice pun menguat hingga Ice mulai meringis sakit dan langsung menarik lengannya agar terlepas dari cengkraman itu.
"dasar mr.perfect.." Solar mendesis, kesal.
Mengelus pelan lengannya yang terdapat bekas cengkraman Solar, Ice pun membalas dengan tenang.
"terserah kau memanggilku apa, tapi aku tak akan pernah memaafkanmu jika kau berani mendekati pacarku lagi"
Setelah mengatakan itu, Ice berusaha mencari celah diantara tubuh Solar namun Solar dengan cepat menghalangi langkahnya.
"aku menyukai Halilintar" ungkapnya "dan aku akan melakukan segalanya agar aku mendapatkan hatinya"
Ice menghela nafas panjang "kau itu gak ngerti bahasa ya? Halilintar itu pacarku sekarang, kau gak punya hak untuk mendekatinya"
"tapi aku menyukainya dengan tulus!"
"oh- hentikanlah! kau itu gak punya malu ya?? Mendekati pacar orang seenaknya.." dengus Ice "kau hanya ingin merebutnya dariku kan?? bilang saja kalau kau iri karena aku mendapatkan semua perhatian!"
Cukup lama Solar terdiam, kemudian ia berkata dengan nada meninggi.
"ya, benar! aku benci karena kau mendapatkan semua perhatian! seharusnya itu aku!"
"apa kau bilang, Solar??!"
Suara lantang dari belakang membuat mereka menoleh. Netra Solar melebar menyadari bahwa Halilintar berdiri disana sedari tadi dan mendengarkan percakapan mereka.
"H-Hali.. ini tidak seperti yang kau-"
"aku tak menyangka kau itu orangnya menjijikan, Solar Light!" desis Halilintar.
"Ice melakukan segalanya atas usahanya sendiri, dan hanya kau yang tidak bisa menghargai usahanya itu!" lanjutnya, nadanya penuh amarah.
Halilintar menarik lengan Ice lalu membawanya mendekat padanya "aku tak ingin bicara lagi denganmu, Solar. Tinggalkan aku dan pacarku sendiri!"
Menerobos kasar tubuh Solar yang menghalangi jalannya, Halilintar pun membawa Ice pergi bersamanya meninggalkan Solar sendirian.
Tak pernah terlintas dalam benaknya bahwa Solar adalah orang yang seperti itu. Orang yang pendendam, dan iri dengan pencapaian orang lain. Halilintar benci orang seperti itu, dan ia tak menyangka bahwa Solar adalah orang yang ia sukai selama ini.
❄❄❄
School trip yang diadakan sekolah selama sehari semalam di bukit belakang sekolah akhirnya tiba.
Acara ini adalah yang paling ditunggu tunggu oleh para murid selama setahun penuh, dimana acara ini adalah acara khas yang hanya diadakan pada saat musim dingin.
Walaupun cuaca begitu dingin dan bersalju, namun itu tidak menghalangi para murid untuk bersenang senang. Terutama Ice.
Ia telah mengalami minggu-minggu berat diisi dengan latihan dan pertandingan, hari ini akhirnya ia bisa bersantai dan menghabiskan waktu bersama pacarnya, Halilintar.
Sejak pagi, ia sudah menjemput Halilintar di rumahnya untuk berangkat bersama ke sekolah. Mereka menghabiskan lebih banyak waktu bersama dari rumah hingga ke sekolah, mengobrol dan bercanda seperti tak ada hari esok.
Perjalanan mereka ke bukit pun diisi dengan kemesraan dan interaksi manis dari kedua pasangan itu. Katakanlah mereka adalah pasangan paling bahagia di dunia dimana semua orang pasti akan iri melihatnya.
Namun dibalik senyum dan tawa Halilintar, batinnya tetap saja gelisah dan terus memikirkan kejadian di hari itu dan membuatnya tidak tenang.
Sejak ia memergoki Ice dan Solar tempo hari, ia benar-benar putus komunikasi dengan Solar. Ia tidak membalas pesannya, dan ia menghindari Solar ketika bertemu di kelas. Namun pesan Solar yang terakhir selalu terngiang ngiang di kepalanya.
Baiklah, Halilintar memang se-egois itu.
Ia menyukai Ice , namun ia juga menyukai Solar. Dan kedua orang yang ia sukai pun menyukainya.
Terdengar seperti drama romansa yang rumit, sebuah segitiga bermuda dengan Halilintar berada di tengahnya.
***
Selama seharian mereka bermain berbagai macam game yang diadakan oleh sekolah. Mulai dari game kereta luncur, ski , lomba papan luncur , dan permainan lainnya yang disediakan khusus untuk para murid melepas penat dan bersenang senang.
Melihat Ice yang begitu girang berada di tumpukan salju membuat Halilintar tertawa. Ia terlihat seperti anak kecil yang kegirangan. Mungkin ia bahagia berada di tempat yang menjadi habitat aslinya.
Dalam permainan-permainan yang diadakan pun, Ice memenangkan hampir semuanya dan meraih banyak hadiah kecil yang disediakan oleh pihak sekolah. Sedangkan Halilintar adalah kebalikannya, ia tidak memenangkan satu permainan pun.
Namun walaupun begitu, semuanya terasa sangat menyenangkan.
Tidak pernah ia melihat Ice se-semangat itu.
Malamnya, mereka saling berbagi makan malam yang mereka masak secara berkelompok. Mereka memasak berbagai macam makanan dari bubur kacang merah, kari , nasi putih, hingga sup untuk menghangatkan tubuh mereka di cuaca dingin.
Setelah makan malam berakhir, mereka pun duduk bersama di depan api unggun dengan teh panas di masing-masing tangan mereka.
Dan disinilah masalahnya.
Mereka duduk saling berhimpitan karena dingin, dan Halilintar kini diapit oleh Ice dan Solar yang duduk di kiri dan kanannya.
Aura keduanya menyeramkan, seakan siap membunuh satu sama lain dan Halilintar menjadi pihak netral yang kebingungan.
Saat Ice dipanggil guru untuk membicarakan kompetisi, ia bersungut sungut sebelum meninggalkan kursinya.
Padahal ia disini untuk melepas stress dan melupakan kompetisi itu untuk sejenak, sekolah ini memang benar-benar gila!
Tinggalah Halilintar dan Solar yang duduk bersebelahan dengan canggung.
Halilintar sadar bahwa sedari tadi Solar terus menerus meliriknya hingga ia merasa gugup saat ia menyeruput teh-nya.
Rasanya tidak nyaman terus menerus diperhatikan begitu, ia berharap jika Solar akan berhenti dan mengajaknya berbicara kalau memang ada yang ingin ia bicarakan.
"Hali.."
Halilintar menegak ludah begitu Solar buka suara, ragu untuk menanggapi panggilannya. Namun akhirnya ia memutuskan untuk menoleh.
"soal hari itu.. aku minta maaf.." Solar menghela panjang , kedua tangannya menggengam erat cangkir teh itu.
"saat kubilang aku benci pada Ice karena ia mendapatkan semua perhatian... aku tak bermaksud menujukan itu padamu juga.."
Halilintar mendesah kasar "lalu? intinya kau berusaha bilang kalau Ice tidak pantas mendapatkan semua itu kan?"
Kepala Solar tertunduk, menatap tanah dengan wajah sendu.
"awalnya aku berpikir demikian.. aku iri dengan semua pencapaiannya, bahkan ayahku sendiri tidak pernah memujiku ketika dirumah, namun ia membicarakan Ice sepanjang waktu saat kami makan malam bersama" jelasnya.
"ia dikelilingi oleh orang-orang yang menyayanginya.. dan kamu. Aku selalu berpikir kenapa semua keberuntungan seolah berpihak padanya, namun tidak ada sedikitpun yang berpihak padaku.."
Solar lalu mengangkat wajahnya, lalu kembali menatap Halilintar dengan teduh.
"tapi kalau soal kamu... aku serius.."
Sejenak, suasana menjadi hening. Keduanya hanya bertatapan dalam diam dan Halilintar dapat merasakan kedua pipinya menghangat.
Ditengah keheningan itu, Ice kembali ke tempat duduknya dan kedua insan itu refleks saling mengalihkan pandangan ke arah lain.
Halilintar menggengam tangan Ice disampingnya dan Ice mengusap lembut pucuk kepalanya, tersenyum lebar pada kekasihnya. Kepala Halilintar kini bersender pada bahu Ice, berusaha menenangkan pikirannya ditengah kegelisahan yang melandanya saat ini.
'Solar.. aku juga suka kamu. Tapi bagaimana aku bisa memilih diantara kamu dan Ice?'
To be continued.
Jiakh- chapter ini agak gaje 🤣
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro