Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Halow UwU
Besok senin-
Semangatt hoho~

Happy reading!

.

.

.

.

.


Hari itu lagi-lagi Halilintar terlambat masuk sekolah. 

Ia berlari sekuat tenaganya menyusuri jalan rumahnya yang tak dekat itu menuju ke halte bus tempat ia biasa menunggu bus. Kali ini, Ice tidak menunggunya karena Ice ada gladi bersih untuk lomba pidato yang akan diikutinya dalam waktu dekat. 

Saat Halilintar tiba di halte, seperti dugaannya bus telah bersiap untuk berangkat. Tapi ia tak kehilangan akal, ia tak ingin terlambat dan mendapat hukuman lagi. Karena itu ia pun nekat berlari ke depan bus itu dan merentangkan tangannya, hingga bus berhenti. 

Bus pun berhenti dan Halilintar dipersilahkan naik walaupun mendapat bonus omelan dari pak supir. Bus pun mulai berangkat.

Bus hari itu tidak seramai kemarin, walaupun begitu tetap saja Halilintar tak mendapatkan kursi sehingga ia terpaksa berdiri. Sepanjang perjalanan, Halilintar menengok kesana kemari dan tak sengaja pandangannya bertemu dengan Solar yang tengah duduk di kursi belakang.

Solar terus menatap Halilintar hingga sang empu malu dibuatnya. Halilintar pun memutuskan untuk mengalihkan pandangannya ke arah lain selama perjalanannya ke sekolah.

Beberapa halte dilewati dan bus berangsur angsur menyepi. Halilintar akhirnya mendapat duduk. Lagi-lagi, cuaca di pagi hari membuatnya mengantuk. Ia pun tertidur di sana tanpa sadar. 

Tak lama kemudian, bus pun berhenti di halte sekolah mereka. Solar yang duduk di belakang sudah bersiap untuk turun, dan perhatiannya tertuju kepada Halilintar yang tertidur.

Ia bisa saja membiarkannya namun mengingat kejadian kemarin, ia pun tidak tega dan akhirnya memutuskan untuk membangunkan Halilintar. 

Halilintar tersentak bangun dari tidurnya, ia buru-buru keluar bus menyadari sosok Solar yang telah berdiri di luar menunggunya. 

"k-kau membangunkanku?" 

Halilintar bertanya tak percaya dan dibalas anggukan oleh anak itu.

"kok..? kupikir kau akan membiarkanku tertidur lagi kayak kemarin.." 

Solar tersenyum tipis lalu menggeleng, berbalik dan berjalan mendahului Halilintar menuju ke sekolah. Halilintar yang masih kebingungan pun hanya mengikutinya.





***






Sesampainya di sekolah, Halilintar langsung menarik Solar untuk bersembunyi saat melihat Kaizo lagi-lagi sudah berdiri di depan gerbang dan mencegat siapapun yang masuk.

"gimana ini.. aku gak mau kena hukum lagi.. " Halilintar menggumam sedih, sementara Solar di belakangnya hanya memasang wajah bingung. 

Halilintar pun menatap sekeliling dan matanya berbinar saat menangkap sesuatu. Ia menarik tangan Solar dan membawanya ke area belakang sekolah.

"Sol- kamu mau bantu aku kan??" 

Solar berkedip bingung "b-bantu apa?" 

"merunduk!" perintah Halilintar, dan Solar dengan ragu menurutinya. 

Begitu Solar merunduk, ia terkejut saat merasakan sesuatu yang berat di punggungnya. Rupanya Halilintar kini tengah menginjak punggungnya dan memanjat dinding untuk masuk ke sekolah. 

"kau gila??" tanya Solar tak habis pikir. Ia bangun begitu Halilintar telah berhasil duduk di perbatasan tembok itu, melihat sepatu Halilintar yang tergeletak di tanah, ia bersyukur setidaknya Halilintar melepas sepatunya sebelum menaiki punggungnya. 

"aku nggak mau kena hukum lagi, setidaknya sekarang kita bisa masuk ke sekolah" kekeh Halilintar, bertemu pandang dengan sosok di depannya. 

Solar pun geleng geleng kepala, ia mengambil sepatu Halilintar kemudian membantunya memakainya.

Halilintar yang merasa seperti Cinderella mendadak memerah malu, ia buru-buru menyembunyikan wajahnya di balik syal untuk menutupi kesan malunya itu.

Setelah selesai, Solar turut memanjat tembok itu dan membantu Halilintar turun. Ia dapat melompati tembok itu dengan mudah karena postur tubuhnya yang tinggi. 

"um.. t-terima kasih.." ucap Halilintar, begitu mereka telah berhasil masuk ke gedung sekolah.

"tak masalah" Solar membalas. 

"kau.. j-jangan terlambat untuk siaran makan siang nanti! aku akan mengajarimu cara mengoperasikan peralatan.." 

"um- baiklah.." angguk Solar. 

"ingat ya! awas kalau terlambat nanti!" ujar Halilintar , ia sempat menatap Solar sekilas sebelum ia pergi mendahului Solar yang masih diam disana memperhatikan sosok Halilintar yang perlahan mulai menjauhi dirinya. 












*** 











Siaran makan siang dimulai pukul 12 tepat. 

Halilintar kini tengah berada di ruang penyiaran seorang diri sambil menahan geram karena Solar tak kunjung menampakan batang hidungnya. Pada akhirnya ia melakukan siaran itu seorang diri. 

"selamat siang! Kami tepatnya saya karena seorang dari kami terlambat datang,  dari klub siaran akan memutarkan lagu yang akan menemani makan siang kalian~" 

Kata-kata itu dilontarkan Halilintar disertai sindiran bagi Solar yang tidak datang saat itu. Kemudian lagu dari playlist yang sudah disiapkan pun mulai diputar. 

Di tempat lain, Solar ternyata tengah bersantai seorang diri di rooftop. Ia mendengar siaran yang berisi kata-kata sindiran itu, dan malah terkekeh mendengarnya. Ia memang sengaja datang terlambat untuk mengerjai Halilintar.

Setelah beberapa lama, Solar akhirnya memutuskan untuk pergi ke ruang siaran. Ia merasa tak tega karena Halilintar harus siaran seorang diri karena Ice ada persiapan untuk lomba. 

Saat ia tiba di ruang siaran, ia melihat Halilintar tengah berjoget di sana seiring dengan irama musik. Solar tertawa melihatnya, apalagi lagu yang sedang diputar adalah lagu perempuan dan Halilintar nampak begitu lihai menarikan lagu tersebut.
 

Kriett.

Pintu pun dibuka dan Halilintar langsung berhenti menari. Netra ruby-nya terbelalak melihat sosok yang masuk ke ruangan itu, ia buru-buru menyembunyikan diri di balik meja saking malunya. 

"k-kau! apa yang kau lakukan disini??" 

Solar menyungging senyum "kan kau yang memintaku kesini" ia menjawab santai. 

"huh- udah telat! siarannya udah mau selesai! kau harusnya gak perlu dateng!" kesal Halilintar.

"yah..kau kan harus mengajariku cara menggunakan peralatan" ucap Solar, berjalan mendekati Halilintar "jadi.. aku harus belajar yang mana dulu, guru?" 

Halilintar keluar dari tempat persembunyiannya, menatap tajam Solar dengan lengan yang terlipat di dada.

"belajar aja sendiri! aku udah gak ada mood mengajarimu!" umpatnya. 

"oh? jadi kau menolak untuk mengajari anggota baru?" 

Solar berkata dengan senyum mengejek, Halilintar pun geram dibuatnya. 

Ia berpikir Solar light adalah sosok yang dingin dan pendiam, namun kini sifat aslinya terlihat mulai menampakan diri. 

"sialan kau.." Halilintar berdecih malas , ia kemudian berjalan menuju ruang rekaman dan Solar mengikutinya. 

"besok kau yang siaran! setiap hari kita ganti-gantian. Karena Ice lagi sibuk, dan dua anggota lainnya nggak masuk jadi ya tinggal kita berdua" ujar Halilintar yang diangguki oleh Solar. 

"Ini namanya audio mixer. buat mengendalikan suara sama mixing lagu. Yah, sebenernya gak harus jago..tapi setidaknya tau aja" Halilintar mulai menjelaskan satu per satu peralatan disana. 

"terus, kamu jago ga?" 

"nggak" Halilintar menjawab santai "Ice yang jago, aku biasanya terima jadi aja" 

Halilintar lalu beralih pada benda di sampingnya. 

"ini pula, software buat ngatur lagu, kita gak begitu pake sih karena kan cuma siaran kecil-kecilan. Terus ini komputer yang kita pake buat searching dan lain lain.. terus.." 

Halilintar menjelaskan singkat mengenai peralatan peralatan lainnya yang ada di sana dan disimak teliti oleh Solar. Mereka disana hingga istirahat makan siang selesai. 








*** 








Kelas selanjutnya adalah melukis, dan itu merupakan salah satu kelas favorit Halilintar. 

Walaupun terlihat nakal dan berandalan, Halilintar memiliki minat dan bakat dalam bidang melukis. Di rumahnya, ia memiliki puluhan kanvas berisi lukisannya sendiri. 

Hari ini, sang guru menyuruh para murid untuk melukis wajah teman secara berpasangan. Dan tentu saja, Halilintar akan berpasangan dengan Ice, sahabatnya.

Mereka pun duduk saling berhadapan, masing-masing mulai melukis.

"Hey Ice, aku tak akan memaafkanmu kalau hasilnya jelek! Lukis aku setampan mungkin, oke?" pinta Halilintar.

Ice hanya mengangguk malas "ya ya..terserah"

"Kalau hasilnya jelek, aku bakal ngambek!" ujar Halilintar lagi.

"Iyaa iya bawel! Aku tau kamu jago gambar!" dengus Ice.

"Bagus kalo kamu sadar~"

"Hmp- berusahalah di pelajaran lain juga, Hali! Aku jadi ikutan kena tegur mamamu gara gara nilaimu jelek terus!" keluh Ice.

"Hey! Kenapa jadi melenceng dari topik?! Aku nggak bodoh! Cuma kurang pinter aja!"

"Gak ada yang bilang kau bodoh ya-"

"Kalau kalian masih bicara lagi, bawa barang-barang kalian dan KELUAR DARI KELAS SAYA!!"

Mereka pun bungkam saat Pak William, sang guru seni yang terkenal galak itu membentak, hal itu juga menarik perhatian seisi kelas yang menatap dua orang itu dengan tatapan men-judge.

"Kamu sih!"

"Paan! Kamu duluan!"

"Kamu lah!"

"ICE FROST! HALILINTAR THUNDERSTORM!!"

"M-Maaf pak!!"

Kedua insan itu langsung menunduk pada sang guru yang kepalanya sudah keluar kabel-kabelnya itu. Mereka lalu saling melirik sebal sebelum akhirnya melanjutkan lukisan mereka.

Setelah jam pelajaran usai, masing-masing mengumpulkan hasil lukisan mereka. Demikian juga dengan Halilintar dan Ice. Saat keduanya maju untuk mengumpulkan, Halilintar tiba tiba berteriak.

"YAH!! GAMBAR APAAN ITU??!"

Semua orang menengok pada mereka, Ice pun ikut terkejut.

"K-kenapa??"

"Pak guru! Masa Ice gambar aku begini???"

Halilintar merebut kanvas yang dipegang Ice dan menunjukannya pada sang guru dengan ekspresi ngambek.


"HAHAHAHAHHAHAHAHA!!"

Gelak tawa langsung meledak di ruangan kelas itu. Baik Pak William maupun seluruh murid yang kebetulan melihat lukisan itu tertawa geli dengan hasil gambar Ice.

Kebanyakan dari mereka terkejut seakan tak percaya bahwa itu adalah gambaran Ice. Bagaimana tidak? Ice dikenal sebagai sosok yang hampir sempurna. Ia pintar di semua mata pelajaran, ia jago olahraga terutama basket dan sepak bola, dan ia memiliki visual yang diatas rata-rata.

Tapi ternyata orang seperti dia punya kelemahan juga.

"e-eh? ini kan udah bagus? aku lama loh gambarnya.." ucap Ice polos sambil garuk-garuk kepalanya yang tak gatal. Aksinya itu mengundang jeritan dari para wanita yang ada di sana, maklum saja.. Ice ini termasuk salah satu murid populer di kelasnya.

"Pfft- tidak apa apa, Ice.. Yang penting kamu udah melakukan yang terbaik" ujar sang guru sembari meletakan kanvas milik Ice di mejanya "good job!"

"Hehehe..terima kasih.." Ice tersenyum simpul mendengar perkataan sang guru, ia lalu menengok pada Halilintar yang nampaknya tak senang.

"ceh- dasar curang... enak ya jadi orang populer, mau gimana aja orang tetep muji.." cibir Halilintar.

"heleh, bilang aja kamu sirik!" Ice mencibir balik sembari membereskan barang-barangnya. 

"siapa yang sirik hah?? sini kamu!" 

"apa apa?? ga kena wleee!" 

Ice langsung menghindar saat Halilintar tiba-tiba menerjangnya. Mereka lalu saling mengejar hingga ke luar kelas. Kebetulan ini adalah pelajaran terakhir di hari ini sehingga setelah ini para murid dipersilahkan untuk pulang. 

Para murid dan guru yang melihatnya hanya geleng-geleng. Sudah bukan hal yang langka karena mereka memang begitu setiap waktu. Sampai-sampai warga sekolah menyebut mereka Upin Ipin saking eratnya hubungan mereka yang sudah seperti saudara. 

Namun mereka tak menyadari bahwa ada sepasang mata yang telah memperhatikan mereka sedari tadi.

Saat mereka saling melukis, bertengkar, bercanda.. mata itu mengikuti gerak gerik dan tanpa sadar ia merasa sedih melihat kedekatan dua insan itu.

"kau melihat mereka ya?" 

Thorn, yang muncul entah darimana tiba-tiba mengintip kearah Solar yang nampaknya begitu serius memperhatikan dua insan itu.

"mereka udah temenan dari kecil, dan selalu pergi ke sekolah yang sama. Makanya mereka akrab banget kayak kakak adek. Tapi kalau menurut penglihatanku sih.. mereka cuma deket sebatas sahabat kok- gak lebih" jelas Thorn panjang lebar. 

Solar hanya meliriknya sedikit "lalu..kenapa kamu memberitahuku semua ini?" 

"karena kamu suka sama Hali kan??" 

"hah??" 

"keliatan tau dari mukamu tiap liat Hali" kekeh Thorn "karena aku sahabatnya dan aku itu baik hati-- aku bisa kok bantuin kamu deket sama Hali!" 

"haah.. kamu terlalu banyak baca novel romansa" 

Solar geleng geleng kepala, ia bergegas membereskan barang-barangnya dan pergi tanpa melihat Thorn.







*** 










Malam itu, 

Halilintar tengah asik melukis di kamarnya. Ia memang memiliki hobi melukis, terutama membuat karikatur. Baginya itu sangat menyenangkan dan membuatnya tertawa.

Tentu saja, ia banyak menggunakan wajah Ice sebagai objeknya. Menggambar wajah Ice yang dingin dengan menambahkan kesan-kesan lucu itu benar-benar menghibur. Tapi tidak dengan hari ini. 

Ia menggambar seseorang dengan pakaian serba putih dan kacamata visor berwarna jingga tengah duduk di atas tugu monas sambil menjulurkan lidahnya dan membawa papan bertuliskan "orang ganteng harus narsizzz". 

Halilintar tertawa melihat hasil gambarnya sendiri. Ia sudah sering menggambar karikatur namun sepertinya ini adalah gambarnya yang paling lucu. Ia hendak mengambil gambar saat tiba-tiba ada panggilan masuk di ponselnya.

Ternyata Ice. 

"napa beruang kutub??" Halilintar langsung bertanya begitu ia mengangkat teleponnya.

"yeeh bocah- aku lagi di pasar malam nih! ada donat lobak merah kesukaanmu, mau nyusul gak??" 

"hah?? donat lobak merah?? yang betul??" mata Halilintar langsung berbinar binar mendengarnya. Ia memang paling suka dengan makanan satu itu.

"ha'ah, cepat kalau mau nyusul! aku tungguin!" 

"o-oke! aku jalan sekarang! tunggu aku Ice!"

Halilintar langsung menutup teleponnya, menyambar padding dan syal nya lalu berlari keluar dari rumah kecilnya itu bahkan tanpa membereskan apa apa. Yang ia pikirkan sekarang hanyalah makanan kesukaannya itu.

Donut lobak merah! aku datangg wahai sayangkuu!

Sepanjang perjalanan, Halilintar berseru girang membayangkan akan segera melahap donat kesukaannya itu. Saking serunya dengan diri sendiri, ia jadi tak memperhatikan sekitarnya dan malah menabrak seseorang yang ada di depannya. 

Ia segera meminta maaf dan wajahnya langsung berubah takut menyadari yang ia tabrak adalah seorang bapak-bapak yang sedang mabuk. Ketika bapak itu berbalik, ia langsung menggeram dan menatap tajam kearah Halilintar. 

"SIAPA YANG MENABRAKKU?!" bentaknya. Halilintar pun ciut dibuatnya.

"s-saya minta maaf! saya kurang memperhatikan jalan-"

"MATAMU DIMANA HAH?!! KAU CARI MATI YA?!!" bapak itu berteriak lalu mengangkat botol yang ada di tangannya. Halilintar bergidik ngeri melihatnya, dalam bayangannya sudah pasti botol itu akan dilayangkan kepadanya. Karena itu ia segera memasang kuda-kuda silat. 

Alih alih selamat, sang bapak yang melihat kuda-kuda itu malah merasa tertantang. Ia ikutan memasang kuda-kuda dan langsung menyerang Halilintar tanpa aba-aba.

"eh ehhhh??" Halilintar yang sebenarnya tak bisa silat dan hanya berlagak saja pun langsung menghindar begitu sang bapak menendangnya. Untung ia berhasil menghindar. 

Namun tak sampai disitu, Bapak itu malah menggeram marah dan menyerangnya lagi sedangkan Halilintar mati-matian menghindari serangannya. Dan sialnya, orang yang lalu lalang disana pun tak ada niatan menolong. Mereka hanya melewatinya dan berpura pura tak tau.

Saat Halilintar lengah, tau-tau kaki sang bapak sudah terangkat dan hendak menendang kepalanya. Halilintar menjerit sambil menyilangkan lengannya di kepalanya dan tiba-tiba seseorang dari belakangnya menangkis kaki bapak itu.

Halilintar mengangkat kepalanya, terkejut saat melihat Solar yang berdiri didepannya seolah melindunginya. 

"orang mabuk sepertimu hanya jadi sampah masyarakat, pak. Lebih baik kau kembali ke tempatmu berasal" ucap Solar dingin, menatap tajam kearah bapak itu.

"K-KAU! BERANI KAU???" Bapak itu bersiap untuk meninju Solar namun gerakan Solar lebih cepat untuk menahannya. Solar langsung memberikan satu tinju keras pada wajah bapak itu hingga tubuhnya terlempar ke belakang. 

Bapak itu bangkit dengan panik, sambil memegangi pipinya, ia pun lari ke arah yang berlawanan sambil terus mengucapkan sumpah serapah.

Solar pun berbalik, bertemu pandang dengan Halilintar.

"kau baik baik aja?" tanyanya. 

Halilintar mengangguk kecil. 

"kok kau bisa ada disini?" Halilintar bertanya balik. 

"ah..aku kebetulan mau jalan-jalan sekaligus beli makan malam.." jawab Solar. 

"kau sendiri? ngapain disini sendirian? sampai berurusan dengan orang mabuk pula" 

"oh.. aku.." Halilintar terkekeh sambil tersenyum canggung "aku janjian sama Ice.. mau beli donat lobak merah.." 

"donat lobak merah?"

Halilintar mengangguk semangat "iya! kesukaanku!" 

"ohh..oke.." 

Tiba-tiba, suasana menjadi canggung. Bahkan bagi Halilintar yang seakan tak pernah kehabisan topik pun bingung ingin membalas apa.

"kalau gitu..aku ketempat Ice dulu-" 

"sebentar!" 

Solar tiba-tiba menahan lengan Halilintar, membuat Halilintar bingung karenanya. 

"um- .." 

Solar nampak salah tingkah saat bertemu pandang dengan Halilintar, dapat ia rasakan wajahnya sedikit menghangat. 

"sol? kamu gapapa?" tanya Halilintar keheranan melihat sikap Solar yang tak biasa. Padahal ia biasanya hanya menunjukan ekspresi menyebalkannya itu.

"s-sebenarnya aku bingung makanan apa yang enak sekitar sini.. boleh kau tunjukan?" pinta Solar ragu-ragu, terlebih begitu ia melihat perubahan ekspresi Halilintar yang tidak dapat dijelaskan. 

Halilintar sempet nge-bug selama beberapa detik mencerna perkataan Solar. 

"Pffffffffttttt--"

Tiba-tiba tawa Halilintar menyembur hingga Solar heran dibuatnya.

"Kupikir tadi ada apa! Wajahmu serius banget- Solar Light!" tawanya.

"kalau begitu kau ikut aku aja! biar cari makan bareng aku dan Ice!" 

"Bolehkah?"

"Pastilah boleh! Kamu kan temenku juga, Solar!" ucap Halilintar ceria.

Senyuman Solar pun mengembang saat mendengar kata 'teman' , ia mengangguk setuju.  

"Yoshh! Lets go!"

Halilintar menarik lengan Solar dan berlari dengan semangat menuju tempat janjiannya dengan Ice. Menghiraukan orang-orang disekelilingnya yang menatapnya aneh.






'Bagaimana kalau aku benar benar mulai menyukaimu?'








To be continued.

hoho UwU

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro