Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

じゅうよん

Dobel up yay-
Tapi asli, aku ga puas rasanya sama chapter ini 🤣 maaf kalo jelek..

Happy reading!

.

.

.

.

.

Dengan airmata yang ia tahan agar tak menetes, ia berlari menelusuri lorong rumah sakit. Tetap berusaha menjaga suara agar orang lain tak terganggu, namun gerakannya nyaris seperti cheetah tanpa suara. 

Wajahnya memerah, dan senyuman lebar terkembang di wajahnya. Hingga sampai di depan kamar Ice, ibu Ice menunggu disana dengan wajah yang 11-12 dengan Halilintar. 

"tante!" 

"nak Halilintar!" 

Kedua makhluk itu pun berpelukan di depan pintu kamar Ice, wajah mereka berbinar dengan senyum lebar terpasang di wajah masing-masing. 

Trio Troublemaker yang ikut bersama Halilintar ke rumah sakit pun hanya tersenyum simpul melihat seberapa bahagianya kedua orang itu. 

"i-ice mana tan?" 

Ibu Ice tersenyum lalu menggiring Halilintar masuk, tak lupa ia juga mempersilahkan tiga temannya yang lain untuk ikut masuk. 

Begitu melihat Ice yang tengah duduk di kasurnya, Halilintar tak dapat menahan dirinya untuk tidak memeluk sahabatnya itu. Ice pun hanya tertawa lemah melihat tingkah Halilintar. 

"aku..aku ikut seneng Ice! syukurlah!" Halilintar memeluk Ice dengan erat, saking senangnya. Ice pun tak mempermasalahkan, ia memeluk balik sahabatnya itu dengan tak kalah eratnya. 

"kayaknya kamu malah lebih excited daripada aku" Ice terkekeh geli. 

"yah..hehehe- maaf..tapi aku seneng banget!" 

Trio troublemaker yang ada di belakang mereka pun ikut tersenyum bahagia melihat kedua sejoli-- uhm..sahabat itu. Rasanya hati mereka turut bahagia melihat pemandangan didepannya, apalagi setelah mendengar kabar baik itu. 





Flashback 

Saat Halilintar kembali, ia menatap ketiga sahabatnya dengan wajah yang sulit diartikan. Netra ruby itu masih berlinang air mata.

"Ice.."

Ketiga orang itu memperhatikan ekspresi sahabatnya dengan seksama, kemudian netra ketiganya pun melebar seakan tak percaya. 

"y-yang betul??" Taufan ternganga. 

Halilintar mengangguk, sesaat kemudian wajahnya berbinar dan ia tersenyum lebar. 

"Ice udah dapet donor organ??" 

Halilintar mengangguk lagi. 

"Ibunya bilang, dokter udah memastikan kalau Ice akan mendapatkan donor dalam waktu dekat! Kebetulan ada pasien lain yang organnya cocok dengan Ice!" 

Keempat orang itupun saling berpelukan dan berseru kegirangan. Kemudian tanpa membuang waktu, mereka bergegas menyambar barang-barang mereka dan pergi ke rumah sakit. 

Flashback end


***


Ketiga orang itupun ikut menghampiri Ice dan Halilintar. Ketika pandangan mereka bertemu, Ice menyambut mereka dengan tatapan ramah. 

"Ice- kami ikut senang untukmu.. kami harap, kondisimu bisa benar benar pulih seperti semula" ujar Taufan. 

"kami kangen sama ketua kelas kami yang galak dan cerewet soalnya" Blaze menimpali. Ice hanya tertawa mendengarnya. 

"kangen kuomelin ya kalian biang rusuh?" 

Trio itu pun terkekeh sambil garuk garuk kepala yang tak gatal.

"yah..intinya kami juga mau liat ketua kelas kita yang terhormat ini sembuh. Kalau nggak ada kamu, rasanya kelas sepi. Cepatlah membaik dan nikahi Halilintar-- wadaw!" 

Thorn meringis saat Taufan tau-tau menjitak kepalanya. 

"udah ada yang punya lho ini" Taufan mendengus. 

"hahaha gapapa- kan bisa threesome--yah!" Thorn memprotes begitu satu jitakan lagi mendarat pada sisi kepalanya yang sebelah. 

"bisa bisanya bercanda-jih!" kali ini Blaze yang mencetus. 

Ice tertawa hambar, sedangkan Halilintar tertawa canggung menahan malu akibat ulah trio troublemaker yang tak bisa berhenti berulah barang sebentar saja. 

Hingga mereka berhenti berdebat, dan perhatian mereka kembali tertuju kepada Ice dan Halilintar. 

"tapi rasanya masih ga percaya aja kalo Ice sama Solar itu saudara..haha" ucap Taufan, tersenyum canggung. 

"i thought you'll be forever enemy.." lanjutnya.

Ice menggeleng pelan "even he's not my brother, he's not my enemy..fan

"you're difficult.." Taufan menghela "i would get angry if i were you.." 

Ice terkekeh, kemudian menggeleng lagi "me being angry will not bring my organs back anyway, so what's the point?" 

"unbelieveable.." Taufan tersenyum hambar "the world is too cruel to both of you.." 

"well..we can't help it. He really needed it though.." 

Sementara kedua makluk itu bercakap cakap menggunakan bahasa alien itu, tiga orang lainnya hanya berpandang-pandangan, bingung. 

Mereka tak mengerti apa yang dibicarakan keduanya, seakan menyaksikan native speaker berbicara saking cepatnya kata-kata dan aksen aneh yang mereka gunakan. 

"eh tapi.. why there's only four of you? where's Solar?" tau-tau Ice bertanya, namun lagi-lagi keempat orang itu hanya bengong. 

"Dey.. jangan ingatkan kitaorang macam kamu -_- kita mana ngerti bahasa inggris.." Halilintar menggeram , Blaze dan Thorn pun turut mengangguki. 

Ice tertawa maklum, kemudian ia mengulang pertanyaannya. 

"kok kalian cuma berempat? Solar mana?" tanyanya.

Halilintar menegang, tiga yang lain berpura pura tak dengar, dan Ice hanya menatapnya bingung. 

"pacarmu biasa nempel kamu terus.." Ice berkomentar lagi. 

Bahu Halilintar merosot, senyumnya pun berganti menjadi wajah sedih. 

"udah hampir seminggu dia gak ngehubungin aku.. bales pesan aku, dan angkat telepon aku pun nggak.." helanya. 

"dia nggak ngehubungin kamu Ice?" 

Ice menggeleng bingung "no..not at all.." 

Halilintar tersenyum miris "padahal kalau dia ada disini..dia pasti jadi orang yang paling seneng denger berita ini.." ucapnya. 

Ice menghela panjang , kemudian kembali menyenderkan kepalanya pada kasur. Ia menatap langit-langit tanpa ekspresi, namun di ujung matanya nampak setitik kekecewaan. 

Sejak mereka mengetahui identitas masing-masing , mereka telah berjanji untuk terus menjalin relasi dekat satu sama lain. Tak seharipun mereka lewati tanpa bertemu atau berbicara satu sama lain, kehadiran Solar di kesehariannya tanpa sadar membuat Ice memiliki sedikit harapan untuk bertahan melalui kemoterapi yang menyakitkan. 

Dan berita baik ini.. ia sejujurnya ingin Solar menjadi salah satu orang pertama yang mengetahuinya. 

Halilintar sendiri tak bisa berbuat apa apa. Seingatnya, ia dan Soar berpisah baik baik satu minggu lalu. Mereka sama sekali tidak bertengkar, bahkan berjanji untuk mengunjungi Ice esoknya. 

Menyadari suasana di ruangan itu berubah drastis, ketiga sosok itu pun tak enak hati dibuatnya. Diam diam, mereka sangat mengkhawatirkan kedua temannya itu, membandingkannya dengan hidup mereka sendiri. 

Rasanya hidup mereka tidak ada apa apanya dibandingkan kedua orang itu, yang harus menanggung beban dan kekhawatiran yang kian mendera. 

Akhirnya setelah sesi berbincang sedikit dilanjutkan, mereka pun memutuskan untuk pulang karena esok adalah hari persekolahan. Terutama Halilintar yang harus menjalani remedial untuk ujian-ujiannya. 

Ice pun tak bicara banyak setelah itu, raut kekecewaan masih nampak jelas di wajahnya bahkan saat ia melepas Halilintar pergi. Mereka berpelukan seperti biasanya, namun setelah itu Ice menjadi sedih karena teringat saudaranya. 

Halilintar dengan berat hati menyeret langkahnya pulang. Ia tau ini bukan salahnya, namun hatinya bergetar akan ketidakpastian. Sejak kemarin, ia memiliki firasat buruk tentang Solar yang tak dapat ia elakkan dari pikirannya.

Dan Ia yakin..Ice juga merasakan hal yang sama sepertinya. 

'Solar..kuharap kamu baik baik saja'








***









Pameran kesenian pun tiba.

Monumen yang didirikan oleh kelas Cikgu Kaizo pun sudah berdiri tegak tepat di tengah kelas. Begitu gagah dan penuh kerja keras dari seluruh murid.

Dikarenakan hari ini adalah hari spesial, Ice pun akhirnya mendapat izin dari dokter untuk keluar sebentar dan melihat pameran itu.

Sebenarnya dokter sempat melarang. Kondisi Ice pagi ini tidak sebaik biasanya karena kurang istirahat. Tentu saja, ia tak bisa tidur nyenyak beberapa hari ini karena mengkhawatirkan saudaranya itu.

Namun Ia tetap bersikeras, dan akhirnya dokter pun memberi izin setelah Halilintar berjanji akan membawa Ice kembali setelah satu atau dua jam.

Diantar Ibu Ice, Halilintar dan Ice pun tiba di sekolah.

Sesampainya di sana, Ice tertegun. Ia tak bisa berkata apa apa bahkan saat Halilintar membawanya menuju kelas.

Rasanya..sudah lama sekali. Ia merasa asing.

Menoleh kesana kemari, menelusuri lorong-lorong sekolah yang seperti labirin namun telah dihias begitu cantik. Netra biru itu menyapu setiap sudut ruangan tanpa terlewat.

Halilintar tersenyum melihat wajah berbinar Ice. Walaupun ia terlihat pucat, tubuhnya pun terlihat kurus, namun ia nampak begitu gembira dapat kembali ke sekolah.

Ketika mereka tiba di depan kelas, Ice menegak ludah.

Merasa tak siap untuk masuk ke kelasnya sendiri, mengingat penampilannya yang sudah jauh berubah.

Bagaimana jika teman-teman sekelasnya melihatnya aneh? Bagaimana jika mereka takut melihatnya? Bagaimana jika..

Terhanyut dalam pikirannya, Halilintar menepuk pundaknya. Meyakinkannya bahwa semuanya baik baik saja.

Saat keduanya melangkah memasuki kelas, mereka dikejutkan dengan suara letusan petasan mini yang di pegang oleh dua puluh murid yang ada di kelas itu.

"Selamat kembali ke kelas, Ice!!"

Pyarr!!

Potongan kertas confetti pun menghujani kedua sosok yang berdiri di depan pintu kelas. Halilintar terkekeh sementara Ice berwajah bingung setengah mati. Ketika ia melihat teman-temannya berjejer untuk menyambut kedatangannya, debaran jantungnya terasa jauh lebih kuat. 

"a-apakah..." 

Membaca tulisan yang ada di papan tulis, Ice hampir menangis dibuatnya.


Papan tulis hitam itu telah dihias sedemikian rupa dan ditulisi oleh seluruh kelas. Saat ia berdiri di depan papan itu, dua puluh warga murid berjejer dibelakangnya, dan Halilintar ikut bergabung bersama kerumunan itu. 

Ice pun berbalik, dan alangkah terkejutnya melihat dua puluh satu orang mengelilinginya. Dan dari belakang kelas, suara piano pun mulai mengisi ruangan kelas. 

Netra biru itu mulai berkaca kaca saat mereka mulai bernyanyi. 

Many nights we've prayed
(banyak malam kami telah berdoa)

With no proof anyone could hear (tanpa bukti kalau ada yang mendengar)

In our hearts a hopeful song (di dalam hati kita, lagu yang penuh harapan)

We barely understood (kita nyaris tidak mengerti)

Now we are not afraid (Sekarang kami tidak takut)

Although we know there's much to fear (walaupun banyak yang harus ditakuti)

We were moving mountains (kita berpindah dari bukit ke bukit, 

Long before we knew we could (sebelum kita tau bahwa kita dapat melakukannya)

Netra ruby itu kemudian bertemu dengan netra biru milik Ice, ia tersenyum tulus kemudian melanjutkan lagunya sebagai pemimpin. 

There can be miracles
(pasti akan ada mukjizat, 

When you believe (saat kamu percaya)

Though hope is frail (walaupun harapan itu lemah, 

It's hard to kill (dan sulit untuk dipercaya)

Who knows what miracles (siapa yang tau mukjizat apa, 

You can achieve (- yang dapat kamu capai) 

When you believe (saat kamu percaya)

Somehow you will (entah bagaimana kamu akan (capai) )

You will when you believe (kamu akan saat kamu percaya) 

They don't always happen when you ask (mereka tak selalu langsung terjadi saat kamu memintanya)

And it's easy to give in to your fears (dan mudah saja untuk menyerah pada ketakutanmu)

But when you're blinded by your pain (tapi saat kau dibutakan oleh masalah-

Can't see your way clear through the rain (dan tak bisa melihat jalan keluar-

A small, but still, resilient voice (sebuah suara kecil, nan menenangkan akan berkata-

Says help is very near (bahwa bantuan telah dekat) 

There can be miracles (pasti akan ada mukjizat,

When you believe (saat kamu percaya)

Though hope is frail (walaupun harapan itu lemah,

It's hard to kill (dan sulit untuk dipercaya)

Who knows what miracles (siapa yang tau mukjizat apa,

You can achieve (- yang dapat kamu capai)

When you believe (saat kamu percaya)

Somehow you will (entah bagaimana kamu akan (capai) )

You will when you believe (kamu akan saat kamu percaya) 

You will when you..Believe.. 


Perlahan namun pasti, airmata Ice pun berjatuhan hingga menetes pada lantai. Bibir pucat itu menganga seakan tak percaya dengan apa yang ada didepannya. 

Halilintar pun melangkah mendekati Ice, diikuti oleh dua puluh warga kelas dibelakangnya. Ia memeluk sosok Ice, membiarkan sahabatnya itu menangis di pundaknya. 

Kemudian dua puluh orang itu pun turut mengerumuni dan memeluk Ice secara bersamaan tanpa membuat Ice merasa tak nyaman. Tangisan Ice semakin menjadi melihat kelakuan teman-temannya itu. 

"Kami sayang kamu, Ice! Ketua kelas kami yang berharga! Lekaslah sembuh dan kembali bersama kami!" 

Ice pun menutup mulutnya sembari menangis. Ia mengangguk pelan kemudian berusaha untuk menjangkau teman-temannya satu per satu dengan tangan pucatnya, perasaannya menghangat begitu merasakan sentuhan dari teman-temannya itu. 





Acara pun berlanjut, kini mereka berdiri di depan monumen itu dengan cat di masing-masing tangan mereka. 

Satu per satu mulai mengolesi tangan mereka dengan cat dan membubuhkan cap tangan mereka pada dinding monumen. Warna cat yang diberikan pada mereka sesuai dengan warna dan personaliti masing-masing. 

Hingga tiba giliran Ice, mereka menyediakan tempat tepat di tengah tengah untuknya, tepatnya di sebelah cap tangan Halilintar. 

Ice memandangi tangannya yang telah bercat biru, menoleh pada Halilintar yang mengangguk dengan senyum di wajahnya. 

Ia pun maju dan perlahan menempelkan tangannya pada tempat yang telah disediakan untuknya itu. Tepuk tangan riuh kembali menghiasi ruangan itu saat Ice menempelkan tangannya hingga jejak tangannya terlihat jelas disana. 

"teman teman..." 

Tanpa menolehkan kepalanya, Ice tau-tau tertunduk dan berkata lirih hingga menarik perhatian teman sekelasnya. Bahunya bergetar menahan tangis. 

"kalian...melakukan semua ini.. padahal aku sendiri banyak melakukan kesalahan pada kalian selama aku bersekolah.." Ice berkata dengan suara berbata bata. 

"terima kasih..teman teman.. terima kasih, telah mengizinkanku menjadi ketua kelas selama beberapa tahun terakhir.. terima kasih, telah melakukan hal hal seperti ini..terima kasih, telah mengizinkanku menjadi bagian dari kelas ini" 

Tangisan seluruh warga kelas pun pecah. Kembali mereka mengerumuni Ice dan masing-masing tak mau mengalah untuk bisa memeluk tubuh kurus itu. Mereka menangis seperti tak ada hari esok.

"Ice- sampai kapanpun, kau akan selalu jadi bagian dari kami! Terima kasih, Ice Frost!" 





To be continued. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro