Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

いち

Happy weekend! Hoho!

Akhirnya setelah sekian purnama cerita ini di publish juga 😌

Nico kembali dengan cerita romance unyu unyu~
Semoga suka!

Happy reading!

.

.

.

.

.










Hari itu adalah sebuah pagi yang cukup cerah pada musim dingin di kota Danville.

Dari kejauhan, terlihat seorang laki-laki muda tengah berlari menelusuri jalanan pagi yang ramai orang. Kebanyakan para wanita paruh baya yang baru pulang dari pasar tradisional atau mengantar anak-anaknya pergi sekolah.

Pemuda itu berlari menembus ramainya suasana pagi itu, bahkan tanpa memperhatikan sekelilingnya. Yang ia pedulikan hanyalah langkahnya sendiri, karena ia pun tengah berada dalam situasi hidup dan mati sekarang.

Kalau kau tanya kenapa. Ya, ia terlambat masuk sekolah.. lagi.

Pemuda itu bernama Halilintar. Seorang murid kelas sebelas yang sudah langganan terlambat sekolah.

Bukannya ia tak pernah berusaha, tapi telinganya seakan sudah kebal dengan suara alarm yang ia setel setiap malam sehingga suara itu sudah tak bisa membangunkannya lagi.

Ditambah lagi, ia tinggal sendirian di sebuah rumah kecil di pinggir kota yang menjadikan ia harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk mengejar bus ke sekolah.

***

"Ice Frost!!!"

Halilintar memekik begitu melihat sosok sahabat baiknya itu dari kejauhan. Ice yang sudah menunggu dari tadi pun hanya menggeleng melihat kelakuan sahabatnya.

"Ice!! K-kita..belom telat kan???" Halilintar bertanya di tengah-tengah nafasnya.

Dari jarak sejauh itu, Halilintar hanya butuh waktu kurang dari sepuluh detik untuk sampai ke tempat Ice berdiri sekarang. Benar-benar seperti cheetah,  memang cocok namanya Halilintar.

"kita hampir telat! Kau tau?? Berapa kali kubilang soal menyetel alarm dengan volume maksimal, huh??" omel Ice sambil berkacak pinggang.

Halilintar yang mendengarnya hanya mencibir sembari menyumpal lubang telinganya dengan telunjuk.

"cerewet kau Ice" cibirnya "lagian gak ada yang menyuruhmu menungguku setiap pagi.."

"itu tugasku sebagai ketua kelas tau! lagian, kalau aku gak nungguin kamu pasti kamu bolos!" desis Ice.

"halah~ bilang aja kau suka aku kan Ice?" cetus Hali dengan pedenya, sedangkan Ice merotasikan bola matanya lalu melengos pergi meninggalkan Halilintar sendirian.

"ah!! Itu bus nya!! Ayo cepat Ice cepat!!"

Ice yang tengah berjalan tersentak saat Halilintar tiba-tiba menarik tangannya. Mereka berlari secepat mungkin menuju sebuah bus yang baru saja tiba di halte, berlomba dengan puluhan orang yang juga ingin menaiki bus tersebut.

Ice jawdrop melihat bagaimana bus itu penuh sesak oleh orang yang bahkan sudah berdesakan di pintu bus. Puluhan orang tadi pun masih memaksa untuk bisa masuk kedalam bus yang sudah jauh melebihi kapasitas itu.

"Hali, kayaknya kita tunggu bus selanjutnya aja de–"

"ayo Ice!! dorong!!"

Ice melotot saat Halilintar tau-tau saja sudah terjepit diantara dua orang bertubuh besar yang menekan untuk masuk kedalam bus. Ia berusaha menarik keluar sahabatnya itu namun terlambat. Bus tau-tau saja tertutup dan memerangkap sahabatnya disana.

"Hali!!! jangan ketiduran di bus!!!" Ice berteriak sambil mengetuk kaca bus itu untuk menarik perhatian Halilintar sebelum bus itu akhirnya bergerak dan meninggalkan Ice disana.

"haah.. dasar.."











***











Beberapa halte telah dilewati dan kini populasi didalam bus itu sudah jauh berkurang. Halilintar menarik nafas lega begitu akhirnya ia bisa bernafas setelah sekian menit terjepit diantara orang-orang itu.

Ia pun mengambil tempat duduk kosong di bagian belakang. Setelah lama berdiri dan terhimpit, kedua kakinya terasa lemas. Lagipula halte tempatnya juga masih cukup jauh, jadi istirahat sebentar tak masalah..begitu pikir Halilintar.

Memilih tempat duduk di samping jendela, ia mengamati aktivitas orang-orang di jalan raya yang ia lewati. Bus bergerak sedikit lebih pelan hari itu, ditambah penghangat yang ada di dalam bus membuatnya semakin mengantuk.

Perlahan, kepalanya mulai menunduk dan kedua matanya menutup. Rasa kantuk yang menyerangnya membuatnya melupakan kata-kata Ice dan akhirnya tertidur lelap.








***










Halilintar tertidur begitu lelap hingga ia tak menyadari bahwa kepalanya kini bersender pada bahu orang yang duduk di sampingnya. Orang itu melirik Halilintar yang kelihatan begitu nyaman tertidur.

Merasa risih, orang itu mendorong pelan sosok disampingnya hingga kepala Halilintar sedikit membentur tembok di sisi sebelahnya karena bus yang terus bergerak.

Benturan itu membuat Halilintar terbangun dan menatap sekelilingnya dimana bus itu sudah jauh lebih kosong dibanding sebelumnya.

Betapa terkejutnya Halilintar saat ia mengecek nama halte dan menyadari bahwa ia telah terlewat 3 halte bus selama ia tertidur.

"Astaga!! pak supir maaf!! tolong turunkan aku disini!!" Halilintar berteriak lantang yang juga menarik perhatian seluruh orang disana.

Supir yang diteriaki pun menuruti permintaan panik Halilintar dan menghentikan bus nya sebelum sampai di halte selanjutnya. Halilintar langsung berlari turun dan tak disangka, orang yang tadi ada di sebelahnya ikut turun bersamanya.

Halilintar hanya menatap lurus tak percaya pada jalanan didepannya. Ia lalu melirik orang itu dan menyadari bahwa orang itu memakai seragam yang sama dengannya. Saat melihatnya, kekesalan Halilintar pun memuncak.

"kenapa kau nggak bangunin aku tadi??? kan kita gak akan ketinggalan halte!" protesnya, menatap tajam kepada pemuda itu.

Pemuda itu hanya diam, bahkan tak melirik Halilintar sama sekali dan hanya berdiri disana hingga Halilintar geram dibuatnya.

"hey! aku bicara padamu!" Halilintar berkata lagi, kali ini nadanya lebih keras dan pemuda itu akhirnya menengok padanya.

Melihat wajah dingin nan menyebalkan itu membuat Halilintar malas. Ia pun memilih untuk berbalik arah dan mencari taxi untuk pergi ke sekolah, yang sebenarnya sudah terlambat untuk masuk sekarang.

Ia melambaikan tangan begitu melihat sebuah taxi melaju tak jauh darinya. Dan lagi-lagi, pemuda itu mengikuti langkahnya seperti stalker. Halilintar menengok padanya sebelum menaiki taxi itu dan pemuda itu hanya diam mematung.

"mau ikut naik? kau mau ke sekolah kan?" tawar Halilintar tak enak hati melihatnya. Walaupun ia cukup menyebalkan, namun Halilintar tak sekejam itu meninggalkannya sendirian.

Lagipula, wajah pemuda itu begitu asing. Ia tidak seperti berasal dari daerah sini. Terlihat sedikit kesan barat di wajahnya.

"hey, kalau kau gak mau naik..aku akan meninggalkanmu" Halilintar berkata lagi.

Pemuda itu akhirnya berjalan menuju taxi itu dan turut naik bersama dengan Halilintar untuk pergi ke sekolah.




***








Sesampainya di sekolah, Halilintar mengintip dari balik pintu gerbang.

Seperti biasa, guru bernama Kaizo tengah berdiri mondar mandir di halaman sekolah mengawasi puluhan siswa yang dihukum disana.

Para laki-laki sedang melakukan push up sambil meneriakan kata-kata permintaan maaf, sedangkan para wanita berlutut di tanah dengan kedua tangan terangkat.

Pemandangan itu sudah tidak asing lagi di sekolah itu. Puluhan siswa dan siswi terlambat masuk sekolah setiap harinya dan selalu dihukum dengan cara yang sama, namun anehnya mereka tak kunjung jera dan masih saja masuk terlambat.

Halilintar menelan ludah. Sebenarnya ia malas menjalani hukuman itu, mengingat ia juga menjalaninya kemarin. Namun tak ada jalan masuk lain baginya kecuali pintu depan, sehingga ia berpikir keras untuk menyelinap masuk tanpa ketahuan.

Netra ruby itu berbinar saat Kaizo tiba-tiba berbalik dan berbicara dengan guru lain yang kebetulan lewat disana. Halilintar tak membuang kesempatan dan langsung berlari dengan kecepatan kilat melewati para siswa itu.

Tapi sialnya, saking cepatnya ia berlari dan tidak memperhatikan sekelilingnya, ia tersandung kaki salah satu siswa yang tengah push up dan membuatnya jatuh terjelembab.

Suara terjatuh itu langsung disadari oleh Kaizo. Guru itu hanya geleng-geleng kepala dan langsung menarik kerah seragam Halilintar layaknya mengangkat kucing hingga ia berdiri.

"tikus satu ini mau kabur lagi ternyata hm?"

"aih cikgu.. aku telat karena ketinggalan bus tau!" Halilintar memprotes dengan wajah memelas "tolonglah cikgu.. lepaskan aku kali ini, aku capek dihukum terus.."

"alah! kayak aku gak tau aja kamu telat gara-gara lambat bangun, benar kan??"

"ih! kok cikgu tau??? stalker ya???" tuduh Halilintar yang membuat Kaizo semakin geram.

"kurang ajar kamu!! udah cepet masuk barisan!! push up 100 kali sambil minta maaf sudah terlambat! sekarang!"

Kaizo menyeret kasar Halilintar dan langsung menghempaskan tubuhnya di sebelah murid laki-laki yang tengah melaksanakan hukuman.

Halilintar mendengus kesal, pada akhirnya mau tak mau ia terpaksa menjalani hukuman itu.

"hey– kau..kok bisa telat sih?" salah satu sahabat Halilintar yaitu Blaze yang tengah menjalani hukuman bertanya.

Halilintar merotasikan bola matanya "biasa.. ketiduran..tapi lebih tepatnya gara-gara si brengsek itu sih" dengusnya.

"si brengsek? siapa?" tanya Blaze penasaran.

"yah– adalah.. gak tau, dia pakai seragam sekolah kita, tapi aku gak pernah liat dia sebelumnya.."

"murid baru..kali?"

Halilintar hanya mengangkat bahu. Saat ia bersiap untuk pose push-up, tiba-tiba perhatiannya tertuju pada seorang laki-laki yang tengah berjalan masuk ditemani kepala sekolah.

Netra ruby nya melebar, muncul rasa geram dalam dirinya mengetahui pemuda itu adalah orang yang sama yang membiarkannya tertidur di bus tadi.

"eh? siapa tuh?" Blaze yang menyadari hal itu pun turut memperhatikan lelaki yang berjalan masuk itu.

"itu si brengsek yang kubilang tadi.." desis Halilintar.

"kayaknya akrab banget sama kepala sekolah.. kayaknya bener deh, dia murid baru.." ujar Blaze.

Halilintar geleng-geleng kepala lalu memalingkan wajahnya ke arah lain "gak tau dan gak mau tau, liat aja kalo sampe dia masuk kelas kita..aku bully dia abis-abisan!"

"ahahaha! kejam kau hali!"

"hei yang disana!!"

Blaze dan Halilintar tersentak kaget begitu guru Kaizo membentaknya keras.

"siapa suruh berhenti dan ngobrol, hah?? mau ditambah hukumannya??"

Dua curut itu langsung menggeleng heboh dan kemudian melanjutkan hukuman mereka. Mereka benar-benar kapok kalau harus berurusan dengan guru killer satu ini, mengingat hukuman berat yang pernah mereka dapatkan saat menentang arahan Kaizo dulu.

'awas aja kau..orang aneh' geram Halilintar dalam hati.










***











"guruku Kaizo yang paling tampan, aku minta maaf yang sebesar besarnya karena telah terlambat pagi ini. Aku bersumpah melihat wajah tampanmu membuatku lebih bersemangat bangun di pagi hari untuk sekolah.."

Seorang murid laki laki tengah berdiri di depan kelas membacakan tulisan yang baru saja ia tulis. Ia membaca itu dengan wajah tertekuk menahan malu dan jijik, sedangkan Kaizo yang berdiri tak jauh dari sana malah mengangguk puas.

Cikgu Kaizo ini memang punya kebiasaan aneh.

Setiap murid yang datang terlambat, akan dipilih random olehnya untuk menuliskan permintaan maaf karena sudah terlambat. Namun tulisan itu harus disertai dengan pujian dan kata-kata cheesy yang sebenarnya dinikmati oleh Kaizo sendiri.

Boleh diakui, cikgu Kaizo memang tampan. Wajahnya diatas rata-rata, tapi kekurangannya jauh lebih banyak. Ia menyebalkan, narsis, dan suka marah akan hal-hal sepele. Satu lagi, ia tak pernah ragu memberi hukuman berat bagi para murid yang berani menentangnya.

Kebiasaannya itu membuat seluruh murid tak habis pikir. Tapi tak ada yang berani melawannya, sekali lagi..karena dia itu guru. Dan guru selalu benar.

Tok tok tok!

Perhatian cikgu kaizo dan seluruh murid langsung tertuju ke pintu kelas, dimana sang kepala sekolah yang agung berdiri disana bersama seorang pemuda. Blaze yang melihatnya pun langsung menyikut Halilintar sambil menyeringai nakal.

"wah..Hali, kayaknya kalian berjodoh deh" goda Blaze.

Halilintar langsung memberinya death glare "amit-amit berjodoh sama si brengsek itu!" umpatnya.

Kepala sekolah pun masuk kedalam kelas diikuti oleh pemuda itu. Seluruh anggota kelas terutama para gadis memekik tertahan begitu melihat sosok pemuda berkacamata jingga tersebut.

"hari ini dia akan menjadi anggota baru di kelas ini, baru saja pindah dari kota Northville" ujar kepala sekolah, menepuk pundak anak itu.

Pemuda itu tersenyum tipis. Pandangannya memutar pada seisi kelas sebelum berkata.

"nama saya Solar Light. Pindahan dari Northville..salam kenal"

Nada bicaranya dingin, terkesan datar. Namun cukup membuat para gadis memekik girang hingga seisi kelas pun dihiasi oleh suara bisik-bisik para gadis yang mengagumi pesona pemuda bermarga Light itu.

"Light.." Blaze terlihat sedang berpikir "kok rasanya pernah denger ya marga itu.. gak asing deh.."

Halilintar bergedik malas, ia membaringkan kepalanya di atas meja "gak peduli..light lat lot .."

"shiaa! Light itukan marganya kepala sekolah kita!" Blaze memekik tertahan, hal itu menarik perhatian Halilintar disampingnya.

"memang kepala sekolah kita siapa namanya?"

"wah.." Blaze geleng geleng kepala lalu menjitak pelan kepala sahabatnya itu "nama kepala sekolah sendiri gak tau?? keterlaluan kau gledek!" cetusnya.

Halilintar hanya merotasikan bola matanya "lebih tepatnya gak mau tau sih, ga penting juga lagian.." jawabnya malas.

"aish.. cobalah untuk lebih mengenal sekelilingmu, mr-ignorant" ujar Blaze.

"ya ya terserah.."

Halilintar melenguh malas lalu membenamkan wajahnya pada buku dihadapannya.

Pemuda bernama Solar Light itu berjalan dan duduk di barisan belakang. Selama ia berjalan, seluruh mata termasuk Blaze memandanginya kagum. Sosoknya yang tinggi dan gagah betul-betul menarik perhatian.




***





Waktu istirahat pun tiba, Halilintar dan Blaze kini tengah mengobrol bersama Thorn dan Taufan yang duduk dibelakang mereka. Mereka bergosip seru tanpa mempedulikan keadaan sekitar yang memang ricuh.

Istirahat di sekolah mereka berlangsung cukup lama. 30 menit untuk makan siang, dan sisanya 1 setengah jam dapat digunakan murid-murid untuk bermain atau melakukan apapun yang mereka sukai. Ini merupakan waktu emas bagi Halilintar dan kelompok ghibahnya, namun tidak bagi beberapa orang.

Sejak makan siang berakhir, si anak baru alias Solar Light hanya duduk diam di bangkunya, berkutat dengan buku di tangannya. Banyak yang menghampirinya untuk mengajaknya berkenalan atau sekedar mengobrol, namun saking dinginnya anak itu, semua orang yang berkenalan dengannya langsung pergi karena tak ingin mengganggunya.

Kali ini giliran kelompok ghibah Halilintar yang melirik pemuda itu. Aura wajah Thorn terlihat sangat jelas kalau ia tertarik dengan Solar, dapat dilihat dari ia yang tak bisa berhenti tersenyum dan tak berkedip saat menatap Solar.

"lihat deh, aku pasti bakal dapetin dia" Thorn berucap penuh percaya diri sebelum bangkit dari duduknya dan langsung mendekati meja Solar tanpa ragu. Halilintar dan yang lainnya hanya memperhatikan dari jauh, terkikik dengan tingkah temannya itu.

Ketika Thorn sampai di depan meja Solar, ia hanya berdiri di sana dengan senyum imutnya. Sedangkan Solar bahkan tak melirik kedatangan Thorn, kedua netranya masih terpaku pada buku yang dipegangnya dan nyaris membuat Halilintar dan teman-temannya menyembur tawa.

"e-hem!"

Solar mengangkat kepalanya, menatap heran pada Thorn yang berdiri di sana dengan senyuman anehnya.

"ya? ada yang bisa kubantu?" tanya Solar.

"aku Thorn robby! orang paling imut di sekolah ini! salam kenal, Solar Light!"

Thorn berkata ceria, namun Solar nampaknya tak terpancing dengan itu dan hanya mengangguk kecil. 

Wajah Thorn memerah menahan malu, ia lalu berbalik dan kembali ke meja Halilintar dkk. Saat ia kembali, ia langsung disambut tawa keras dari tiga makhluk didepannya.

"d-diam kalian!" seru Thorn langsung membaringkan kepalanya di mejanya. Taufan yang ada disampingnya pun menepuk nepuk kepalanya. 

"udah dibilang dia itu songong, masih aja nekat" kekeh Halilintar. 

"abisnya ganteng sih! Thorn kan jadi pengen!" Thorn memajukan bibirnya, ngambek.

"tapi wajar aja sih, liat aja di kelas kita.. gaada yang cakep selain dia" imbuh Taufan. 

"eit- ada.." timpal Blaze, ia lalu menyenggol lengan Halilintar "tuh..si ketua kelas, Ice Frost" 

"ish, kenapa nyenggol nyenggol?" Halilintar bertanya risih.

"yaa, kan itu pacarmu" jawab Blaze santai. 

"pacar gundulmu! dia cuma temen masa kecilku aja kok!"

Blaze mengangkat bahu "ya ya terserah" 

Perhatian mereka lalu tertuju pada Ice yang tau-tau menghampiri meja Solar. Sangat berbeda dengan Thorn, kali ini Solar menaruh bukunya dan benar-benar berbicara dengan Ice. 

Ice menyerahkan semacam formulir pada Solar dan mengobrol sebentar dengannya, saat tiba-tiba Solar berdiri dari kursinya dan meninggalkan Ice sendirian disana. 

Hal ini tentunya mengundang rasa penasaran Halilintar. Setelah pamit dengan teman-temannya, ia langsung menghampiri Ice dan menanyakan apa yang terjadi. 

Setelah tau permasalahannya, Halilintar pun mengambil formulir yang dipegang Ice dan berlari keluar kelas menyusul langkah si anak baru itu. 

"hei kau!" 

Solar yang belum jauh dari sana pun melirik sedikit pada suara yang memanggilnya. Ia mengenali suara itu, suara cempreng yang memarahinya pagi tadi. 

Ia pun berhenti, dan berbalik badan saat Halilintar berdiri di belakangnya. 

"ada apa?" tanyanya dingin. 

"nih!" Halilintar memberikan formulir itu dan memaksa Solar memegangnya, ia lalu tersenyum. 

"Cepat isi untuk klub yang mau kau ikuti! gak ada penolakan karena semua murid di sini wajib mengikuti minimal satu klub!" jelas Halilintar panjang lebar. Solar yang mendengarnya pun hanya bengong sambil memandangi formulir itu.

"aku tak tertarik.." ucap Solar, mengangkat kepalanya dan bertemu pandang dengan Halilintar. 

"sudah dibilang gak ada penolakan! kegiatan klub itu wajib! yah..coba kau lihat saja dulu, mana tau ada yang sesuai dengan hobimu" ujar Halilintar.

"kalau begitu..." Pandangan Solar beralih pada sosok yang berdiri di ambang pintu kelas "klub apa yang dia ikuti?" 

Halilintar berbalik dan mendapati Ice tengah berdiri di sana, ia sendiri nampak terkejut begitu dua sosok itu menoleh padanya. 

"maksudmu Ice? dia ikut klub radio.." 

"kalau begitu, daftarkan aku ikut klub yang sama" Solar tersenyum tipis lalu mengembalikan formulir itu ke tangan Halilintar. Ia kemudian berjalan pergi dari sana. 

Halilintar masih berdiri disana, bingung. Sedangkan Ice, ia menyusul Halilintar dan menanyakan apa yang barusan terjadi. Halilintar pun menjelaskan pembicaraannya dengan Solar tadi. 







*** 







Waktu pulang sekolah adalah waktu semua klub dimulai. Para murid langsung berpisah satu sama lain untuk pulang atau mengikuti klub-klub yang berlainan. 

Halilintar sendiri berpisah dengan ketiga temannya. Ia mengikuti klub radio yang sama seperti Ice, Blaze mengikuti klub basket, sedangkan Taufan dan Thorn mengikuti klub berkebun. 

Ice dan Halilintar kini tengah membereskan ruangan klub radio yang sudah entah berapa lama tidak dibersihkan. Tidak banyak yang mereka lakukan hari ini , jadi mereka memutuskan untuk mengadakan kerja bakti membersihkan ruangan klub.

Klub radio tak memiliki banyak anggota. Hanya 5 orang termasuk Ice dan Halilintar, serta si murid baru Solar Light. Walaupun sedikit anggota, mereka dapat membagi tugas dengan baik untuk menyiarkan siaran berita dan pengumuman di sekolah. 

Dikarenakan liburan musim dingin sudah dekat, dua dari lima anggota klub itu tidak masuk sekolah. Maka tinggalah Halilintar dan Ice , serta si murid baru yang sejak masuk tadi hanya duduk diam memperhatikan Halilintar dan Ice yang sibuk membereskan barang barang. 

Melihat anak baru itu yang hanya diam saja, membuat Halilintar geram. Ia segera menghampiri anak baru itu dan menyerahkan kemoceng yang dipegangnya.

"karena kau sekarang anggota klub, kau harus bantu bersih bersih! bersihin jendela yang disana ya!" pinta Halilintar, menunjuk deretan jendela di belakangnya. 

Solar lagi-lagi hanya terdiam menerima kemoceng itu, kemudian ia mengangguk dan menuruti arahan Halilintar. 

Mereka membereskan tempat itu hingga sore menjelang. 

Saat waktu sudah menunjukan pukul enam sore, mereka akhirnya selesai membereskan seluruh ruangan klub itu dan bersiap untuk pulang. 

Mereka bertiga berjalan bersama di tengah sejuknya udara sore di musim dingin. Masing-masing mengenakan padding dan syal, namun Halilintar masih saja mengigil kedinginan. 

Udara dingin di hari itu memang lebih parah dari biasanya karena sudah mendekati bulan desember. Semua orang yang lalu lalang memakai baju dan padding yang berlapis lapis untuk menghangatkan tubuh mereka. 

Sepanjang perjalanan, Halilintar terlihat menggosok-gosok tangannya untuk tetap hangat. Bibirnya memucat karena udara dingin. Ice yang sedari tadi memperhatikan pun jadi tidak tega, ia hendak meraih tangan Halilintar namun buru-buru ditepis olehnya.

"gak boleh!" seru Halilintar. 

"h-habisnya kuliat kamu kedinginan banget!" balas Ice. 

"hmph- kamu kan tau kalau gak ada yang boleh pegang tanganku, kecuali pacarku" 

"halah.." Ice merotasikan bola matanya malas "pacar aja nggak punya" 

"tepat sekali!" Halilintar menyahut "aku memang belum punya pacar! makanya tanganku ini mau kusimpan buat pacarku kelak!" 

"iya iya terserah, eh bus-nya!" Ice tiba-tiba berseru saat melihat bus jurusan mereka hampir tiba di halte. Halilintar dan Ice pun berlari sekencang mungkin agar tak ketinggalan bus, sedangkan Solar yang tertinggal di belakang pun hanya tersenyum simpul.

"eh?? Solar gak ikut ya?" tanya Halilintar begitu mereka sudah naik , menyadari Solar masih berdiri di sana dan memandangi bus mereka. 

Ice mengangkat bahu "mungkin beda jurusan" 

Halilintar hanya ber-oh kemudian duduk di bus yang tak begitu ramai itu bersama Ice. 

Di sana, sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan Solar.  Seorang berpakaian serba hitam pun turun dan membukakan pintu untuk Solar, ia pun naik ke dalam mobil itu. 

Saat mobil itu melaju dan melewati bus tempat Halilintar dan Ice naik tadi. Perhatian Solar tertuju pada dua insan yang terlihat dari jendela, tengah bermain dan bercanda ria.

Ia pun tersenyum tipis, kemudian diam-diam mengabadikan sosok itu dengan kamera ponselnya.

"manis.." 







To be continued. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro