Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

𝐓𝐰𝐨 • 𝐓𝐰𝐢𝐬𝐭𝐞𝐝 𝐑𝐚𝐢𝐧

𝐓𝐰𝐨 • 𝐓𝐰𝐢𝐬𝐭𝐞𝐝 𝐑𝐚𝐢𝐧

.

Televisi menyala menayangkan acara hewan. Nampak singa, harimau, macan, berbagai karnivora berlarian bebas di padang rumput luas dimana incaran tengah menunduk mengunyah sisa dedaunan. Segala sinetron, atau film yang berbau 'dewasa' sengaja dihapus demi menyelamatkan kepolosan duo kembar. Benar, diam-diam Sukuna pun masih banyak bertanya mengenai ini itu sehingga Choso perlu membatasi tontonan mereka.

Di saat suasana memanas, iklan menyebalkan menengahi sampai sekeluarga tercengang oleh timing buruk barusan. Kembar yang menonton penuh rasa bersemangat nan penasaran pun mengernyitkan dahi kesal. Dengan masing-masing memegang botol dot susu, keduanya pergi ke sisi ruangan bersama. Mulut mungil mengemut sesekali bergumam tidak jelas.

Salah satunya-- Yuuji mengomel, "Ish! Kenapa, sih harus nunggu dulu?" Berjinjitlah dia mencoba meraih snack yang tertata di lemari. 

Sekali lagi, Choso yang menaruh camilan mereka di tempat tinggi. Karena jika terlalu sering, mereka serempak malas gosok gigi, lalu nantinya rewel. 

"Ckck. Benar, kenapa pihak penyiaran seenaknya mengganggu?!" ketus Sukuna setuju. Namun sangar tergantikan tampangnya yang serius meminum susu formula.

Refleks kaki mereka saling membelit begitu mereka berbalik seusai asyik berceloteh. Terjadilah terpeleset yang epik. Ujung meja mereka bentur sekeras mungkin sampai serempak jatuh pingsan, mengakibatkan suara nyaring yang Choso tangkap dari jarak lantai atas. Seumur hidup pertama kalinya dia sepanik dikejar setan kala mendapati adik-adiknya terluka.

"Yuuji! Sukuna!" teriak sulung menggoyangkan bahu mereka. 

Nihil. Tidak ada efek apa pun. 

Di antara banyak pilihan, entah mengapa Choso terpikirkan memanggilmu. Nyatanya, dia membutuhkan bantuanmu mengawasi mereka selama dirinya kalang kabut mencari obat. "Woi, [Name]!" sahutnya di luar pagar.

Kebetulan kau tengah merangkum catatan pelajaran. Tanpa keberadaan orangtua, kau sendirian menyiapkan bahan ujian minggu depan. Rasanya kau sangat fokus karena tidak usah bangun pagi, melakukan kegiatan membosankan, dan lainnya. Namun mana kau dengar Choso, apalagi volume musik earphone mu disetel setinggi ego.

Bingung bagaimana menarik perhatianmu, terpaksa Choso mengorbankan pulsa demi menelponmu. "CEPAT ANGKAT!" batinnya berharap. 

Di waktu yang sama, ponselmu berdering menandakan notifikasi. "Halo?" Beruntungnya kau menerima panggilan Choso. 

"Yuu... Yuuji... Sukuna..."

Kau bertanya terheran. "Ya? Jangan ngomong patah-patah, ah." Melirik sekilas melalui jendela, sosok Choso melompati dinding pembatas rumah semudah memanjat tanjakan kecil. "[Name]! Mereka... pingsan!" Belum sempat kau terkejut, dia memerintahmu, "Cepat turun, tolong aku!" 

Bergegas kau mengekor. "Kok bisa? Kau jitak, ya?" 

"SEMBARANGAN!"

Kakimu terpasang sandal, lalu kau melepaskannya lagi di teras rumah sang tetangga. Alangkah terkejutnya kau melihat seisi ruangan sudah kacau balau. Paracetamol, perban, kain kasa, apa pun yang Choso pikir berguna menyembuhkan duo adik tergeletak sembarang. Otak bodohmu saja tahu barang-barang di hadapan hanya ampuh teruntuk fisik. Sungguh, Choso ketakutan.

Tatapanmu kembali beralih ke wajah Sukuna. "Lucu juga saat dia tidur..." Tepat setelah kau jahil menepuk pipi tembam Sukuna, tiba-tiba dia mengerjap seperti baru bangun tidur panjang. Nampaknya nyenyak sekali sampai Sukuna bertingkah tidak mengenalmu. 

Beriringan musik latar televisi, Sukuna memberikanmu tawa sejuta watt. "Konnichiwa, nee chan!" 

Tentunya Choso semakin merinding.

"Woi, babu negara. Ngapain bengong di sekitarku, hah?" Mengikuti arah suara familiar, kalian menyambut kesadaran Yuuji yang anehnya malah bersikap kasar.

Seketika kalian menelan ludah. "... mereka... bertukar kepribadian?" 

Tanpa kesempatan melapor pihak rumah sakit, Sukuna memelukmu erat seolah tidak ingin kau menghilang. "Mau ke mana... jangan tinggalkan aku, nee chan." Tidak lupa cemberut yang mengiris hatimu, mendorong keinginanmu mengarungi Sukuna pulang. "Cho nii chan, dahiku sakit... kenapa, ya?"

 Pembicaraan menakjubkan bin ajaib terpatahkan kala Yuuji memotong, "Panggil presiden ke sini! Tau gak, rakyatnya sakit kepala."

Hampir kau sela, "Songong amat. Pajak aja Choso yang bayar, kau seenaknya manggil. Bocah tengik." yang kau tahan menggunakan kesabaran.

Awalnya hendak kau video. Namun Choso cegah supaya kejadian ini cukup kalian yang tahu. "Mendingan kita bawa ke rumah sakit, deh," usulmu meyakinkan. Benar, kau tidak tahu harus bagaimana. Apalagi kau bukan dokter.

Sesuai saran, Choso memesan taxi menuju UGD. Yuuji, serta Sukuna yang amnesia pun memberontak takut disuntik setiap mendengar 'diobati'. Alhasil, Choso membopong balita merepotkan itu ke hadapan perawat yang bertugas, lalu kalian menunggu di koridor selama pemeriksaan dilaksanakan.

Tangan Yuuji menarik ujung pakaianmu. "Kau kira aku mudah dibohongi? Kalian pasti berniat meninggalkan kami di sini, kan?" 

Sontak kau membalas, "Kalau gitu, harusnya kita seret kamu ke panti asuhan, sih. Repot amat."

Tangisan Sukuna pun pecah. Netranya berkaca-kaca mengalirkan bening airmata. "Nii chan, aku gak mau diurus kakak selain Cho nii chan!" Drama ala bocah pun mulai.

Padahal kalian kemari, guna berobat.

"Kira-kira gimana, ya..." lirih Choso kikuk.

Terkekeh, kau berkata, "Apa maksudmu? Lucu, kok," dilanjuti cengeges, "kesempatan menyaksikan Sukuna nangis, hehehe." 

Sekepal pukulan pelan menggetok samping ubunmu. "Kebiasaan."

Kaus Sukuna basah tetesan bening. "Aku janji jadi baik... jangan tinggalkan aku..." manjanya bersungut ria. 

Di waktu yang sama, Yuuji marah-marah bagai kerasukan. "Beban masyarakat beraninya usir aku!" 

"Mohon maaf, tapi yang beban, kan... kamu." Histeris kau tertawa sok jahat. Pada akhirnya, Yuuji menangis diremehkanmu.

───── ❝ 𝐓𝐰𝐢𝐬𝐭𝐞𝐝 𝐑𝐚𝐢𝐧 ❞ ─────


Macet menjebak kendaraan. Motor mobil yang melintas mogok di aliran banjir. Sepertinya mustahil melintasi aspal seminggu ke depan. Semua berita memberitahu cuaca mendung tidak berkesudahan. Buktinya, tinggi tingkat air meningkat drastis dalam sehari.

Tidak mampu pergi berjalan-jalan, Choso kebosanan setengah mati. Benar, Yuuji Sukuna dirawat inap di bangsal semenjak lusa kemarin. Banyak tantangan, yaitu kesepian melanda perasaan Choso kala membereskan, menyapu, mengepel sendirian. Biasanya kembar setia meramaikan suasana.

Teringat sesuatu, Choso mengecek kalender. Tanggal 13 Juni. Seingatnya, pembagian raport dibagikan sore pukul empat sore. Namun bagaimana caranya ke sana dikelilingi genangan bah. TK Jujutsu dimana murid menimbah ilmu cukup jauh di kawasan perumahan.

Gas saja Choso mengirimmu pesan singkat berupa, "[Name], apa kau tahu jalan pintas sekitar sini?" 

Sebagai perempuan baik, kau membalas, "Yakali aku mau ngasih arahnya. Imbalan, brother." Mumpung kau 'ngidam' minuman manis sedari tadi pagi.

"Kujajanin nanti."

Kemenangan di genggamanmu.

Helm Ayahmu kau bawa. Mengantar Choso sekarang adalah misi emas dengan reward traktiran. Kau tahu, dompetmu kosong melompong tiada uang.

Di sanalah Choso berada diiringi motor miliknya. Jaket kulit berwarna hitam terpasang membalut tubuh berotot. Parfum yang memicu jantung kau berdebar tidak karuan. Wangi musk.

Jok pun kau duduki. "Oh iya, kau gak pakai helm?" tanyamu waspada polisi di pertikungan.

Mesin motor akhirnya Choso matikan. "Aku lupa."

"Pakai punyaku, deh. Kuambil sisanya di gudang."

Sekali kau melepaskan kaitan topi pelindung itu, Choso mengacak rambut [Hair Colour]mu. "Ahahahaha! Lucu!" Kau tidak tahu maksud 'lucu'nya. Konyol, atau imut? Hanya Choso yang mengerti.

Asal kau tahu, semburat merah muncul di pipimu sesaat kau malu.

Kalian mengitari area kompleks. Roda berputar menuntunmu menuju sekolah. Dirasa sudah dekat, Choso menunjuk sebuah gedung mewah di pinggiran belokan. "Tuh, Sekolah Jujutsu."

Kalian terhenti di parkiran, lalu Choso berkaca di spion sejenak. Tepat kau meneduh di koridor, lelaki jangkung berkacamata hitam melewatimu. Sekiranya dia model.

Tertulis 'Gojo Satoru' di tag kemeja, buat kau terpukau ketampanan si albino. Tidak kau herankan siapa Gojo. "Choso... dia ganteng kayak Dilan," ujarmu bersemangat ala centil.

Choso sebagai sesama Adam melirik perlahan. "Ganteng, sih... bagiku tampang oon. Sableng dia. Kalau kamu pacaran sama dia, bisa-bisa bukannya kamu diantar mobil, dia malah ngajak ondel-ondel." Benar ternyata. Jawaban lelaki lebih pedas sekaligus logika.

Alih-alih kesal, kau ber-oh ria mengerti. "Emang dia sebodoh apa? Ada aura kaya, sih."

Bahumu refleks menabrak seseorang. Suara gesekannya cukup beradu. Pelakunya wanita berpita putih dilengkapi bekas luka di paras cantiknya. "Maafkan saya, apa anda baik-baik saja?" Lembutnya bibir dia berucap. Jarang sekali menemukan orang berbahasa formal.

Tertegun, kau membungkuk hormat. "Tidak, tolong jangan dihiraukan." Terbengong kau mengamati keindahan lekuknya. Cantik sekali.

Setelah dia pergi, kau menegur Choso yang ternyata mengamatimu. "Heh, nyimak ae. Sini, tau gak siapa dia?" tunjukmu tidak sabaran.

"Guru kelas sebelah, Utahime sensei."

Kau mengangguk. "Nih sekolah, kok isinya cogan cecan semua... mirip asrama selebritis terkenal."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro