真夜中のノクターン
"Aku ingin sembuh. Kalau aku sembuh nanti, aku ingin sekolah tinggi. Ke luar negeri. Menjadi pianis hebat, dan menggelar konserku sendiri. [Nickname]-chan kalau sudah besar mau jadi apa?"
"Uhmm.. Aku ingin jadi_"
"Guru? Profesor? Jurnalis? Atletik? Artis? Penyanyi?"
"Bukan itu… Aku ingin jadi dokter. Agar nanti aku yang merawatmu dan mengobatimu. Akan kurawat kau sampai sembuh agar kau bisa segera menggelar konser impianmu itu."
"Janji ya, [Nickname]-chan…"
"Iya, aku janji…"
Drrtt ... Drrtt ... Drrtt
Kau tersentak dari lamunanmu begitu ponsel di saku rokmu bergetar. Kau lantas menghapus air matamu yang entah sejak kapan sudah menganak sungai di wajahmu sebelum meraih ponsel tersebut dan mendapati nama teman se-profesimu tertera di layar persegi panjang itu.
"[Name], Kau ada di mana?! Kembalilah ke rumah sakit! Kesadaran Kuma-kun semakin menurun. Aku takut, jika terus seperti ini nyawanya bisa dalam bahaya!"
Belum sempat kau bersuara, sang penelpon di seberang sana sudah memberondongmu dengan beberapa kalimat yang sukses membuat pikiranmu mendadak kosong.
"A-apa maksudmu? Jangan bercanda, Izumi!"
"Kau tau aku tidak sedang bercanda, [Name]. Cepat kembalilah ke sini!"
Seruan di seberang telepon membuat kesadaranmu kembali. Kau lantas segera melajukan mobilmu menuju rumah sakit.
Sungguh, kau merasa bodoh. Kenapa kau meninggalkan rumah sakit dengan dalih ingin menenangkan diri? Sesuatu yang tidak kau dapatkan sedikitpun.
Begitu tiba di rumah sakit, kau segera berlari menuju sebuah ruangan. Ruangan yang di dalamnya terdapat seorang laki-laki yang seharusnya menghabiskan masa mudanya dengan bebas, bukan malah terbaring lemah dan tidak berdaya di atas ranjang pesakitan.
Disentuhnya rambut Ritsu dengan sangat hati-hati. Air matamu semakin deras keluar dari pelupuk matamu saat melihat jarum infuse dan beberapa kabel lain menempel pada tubuh kurusnya.
"[Nickname]-chan ..." Mata Ritsu terbuka perlahan. Ia memanggilmu dengan suara yang hampir tidak terdengar.
"Disini, Ritsu. Aku di sini…" Jawabmu dengan cepat. Kau menggenggam tangan Ritsu yang bebas dari jarum infuse.
"Kau... masih ingat dengan permintaanku?" tanya Ritsu dengan napasnya yang terputus-putus. "B-bisakah kau mengabulkannya?"
"Tapi... "
"Aku... mohon." pinta Ritsu sekali lagi, "Aku ... sangat ingin pergi ke tempat itu. Kau berjanji ... akan menemaniku ... kan?"
Kau menggigit bibir bawahmu, merasa tidak tega untuk menolak permintaannya. Tapi jika kau mengiyakannya begitu saja, hal itu justru akan berakibat pada kesehatan Ritsu sendiri. Karena kondisi laki-laki berhelai hitam legam itu belum cukup baik untuk saat ini.
Sejak lahir, beberapa penyakit memang sudah menghampiri Ritsu dan dia menjadi langganan rumah sakit di dekat rumahnya. Lebih banyak tidur di rumah sakit daripada tidur di rumah, di kamarnya sendiri.
Jika malam, tubuh Ritsu akan merasakan dinginnya malam walau selimut tebal membungkus tubuh kurusnya. Terkadang, nafasnya akan terasa sangat sesak jika dirasanya malam itu sangat dingin. Memegangi jantungnya dan mendesah sakit. Begitulah kondisi Ritsu setiap malam. Hampir setiap malam seumur hidupnya, dia kesakitan.
Tidak pernah Ritsu melewati satu malam dengan tenang.
Sulit bagi Ritsu walau hanya ingin pergi ke halaman belakang. Angin yang datang menyapu keringatnya akan membuatnya sakit dan kembali merasakan jarum infuse rumah sakit. Keringat yang muncul ketika ia sedikit berlari akan membuatnya kembali tidur di ruang rawat rumah sakit.
Ritsu tersiksa? Sangat…
Dia menghabiskan seluruh hidupnya dengan semua penyakit itu dan berada di rumah sakit. Tenaganya akan habis padahal ia hanya menggunakan itu untuk berpikir.
Terkadang Ritsu ingin seperti Kakaknya, Sakuma Rei. Ingin seperti Rei yang sehat dan lincah. Aktif dan bebas dalam melakukan segala hal.
Kalaupun Ritsu harus mati, ia rela asalkan ia bisa sekali saja bermain dan menghabiskan waktu di luar rumah. Ia rela untuk itu, dan ia sudah siap.
Ritsu sudah memikirkan seluruh konsekuensi kalau ia harus keluar rumah. Mempertaruhkan seluruh hidupnya sebagai orang sakit dengan satu hari sebagai orang yang sehat dan bisa tertawa.
"Baiklah. Tapi tunggu kondisimu lebih baik, baru setelah itu kita akan pergi." Jawabmu pada akhirnya.
Ritsu hanya bisa mengangguk sebelum pemuda itu kembali menutup matanya.
*******
Suara dentingan piano yang indah menggema di ruang musik dimana hanya ada kau dan Ritsu di dalamnya. Kau duduk di samping lelaki itu, bibirmu melengkungkan senyum tipis begitu melihat sisi lain Ritsu yang sangat lembut melebihi salju.
"Nada yang indah." pujianmu membuat Ritsu tersenyum samar.
"Kau tau, [Nickname]-chan? Aku membuat lagu ini untukmu."
"Untukku?"
Ritsu mengangguk, "Aku ingin kau mengingatku. Meskipun kita berada di tempat yang berbeda, Aku tidak akan melupakanmu. Bahkan jika kau tidak dapat mendengarku, anggaplah lagu ini adalah pengganti diriku. Karena bahkan jika aku tidak dapat menemuimu, kita akan terhubung melalui lagu ini."
"Ritsu--..."
"Aku mencintaimu, [Nickname]-chan."
Kau terkejut mendengar pengakuannya.
Lebih terkejut lagi ketika Ritsu mulai mendekatkan wajahnya hingga akhirnya bibir kalian bersentuhan. Ciuman itu lembut dan hati-hati. Kau tidak tau bagaimana Ritsu mempelajari hal semacam ini, tapi terlepas dari pemikiran itu, kau tidak bisa membohongi perasaanmu bahwa kau juga memiliki perasaan yang sama dengannya.
Ketika kau mulai memejamkan matamu dan menikmati sentuhannya, kelopak mata Ritsu terbuka. Menampilkan iris Ruby yang kini menatapmu dengan berbagai perasaan yang dimilikinya padamu.
Ritsu tau dengan jelas. Berjalan-jalan keluar mungkin akan membahayakan nyawanya. Jika ini adalah hari terakhirnya untuk merasakan semua kasih sayang dunia tanpa kesenangan, ia rela menukar satu harinya dengan sejam kebahagiaan.
Ritsu mungkin sudah siap kalau akhirnya ia harus ambruk setelah bermain piano di tempat ini. Seandainya memang ia tidak akan membuka lagi matanya setelah ini, ia hanya ingin kau berada di sisinya, memberikannya kehangatan dan ketenangan. Satu-satunya hal yang Ritsu khawatirkan setelah ini hanyalah tidak melihat senyumanmu lagi, senyuman orang yang sangat disayanginya.
.
.
.
"Ritsu… Apa kau lapar?" Tanyamu saat kini kalian hanya diliputi keheningan. Kau merasa malu jika mengingat ciuman pertamamu dengan Ritsu beberapa saat yang lalu. Bagaimana mungkin kau begitu menikmatinya? Kau bahkan belum menjawab pernyataan cinta Ritsu karena dia tidak memberimu waktu untuk sekedar berbicara.
"Ritsu?" Kau menggerakkan bahumu yang kini menjadi sandaran kepala Ritsu dengan pelan, "Ayo kita kembali. Jangan tidur seperti ini, nanti lehermu sakit."
Hening. Tidak ada jawaban dari laki-laki itu.
"Ritsu?" Panggilmu lagi. Sesaat kau merasa khawatir ketika lagi-lagi tak mendapat jawaban dari Ritsu. Dengan pelan, kau menyentuh wajahnya yang mana hal itu sukses membuatmu ketakutan.
Wajah Ritsu sangat dingin, dan darah sudah mengucur dari hidungnya.
"Ritsu!"
Pluk
Ritsu akan terjatuh jika saja kau tidak dengan sigap menangkapnya. Dengan tangan bergetar, kau memeriksa denyut nadinya.
Nihil.
Saat kau menyentuhkan tanganmu pada hidung Ritsu, hasilnya pun sama.
Nihil.
Dia sudah tidak bernapas lagi.
Kau menjerit dan menangis sekeras-kerasnya. Tubuh dingin Ritsu kau dekap seerat mungkin, seolah jika kau longgarkan sedikit saja tubuh itu akan pergi dan menghilang.
Tapi kenyataannya, Ritsu memang sudah pergi.
Pergi meninggalkanmu untuk selamanya.
OMAKE
Desau angin kembali merayap di tubuhmu. Senja dengan semburat orange yang tipis di langit, masih menemani keheningan yang di mana hanya ada kau di sana. Matamu terus menatap lurus ke bawah, terpaku pada gundukan tanah basah tempat di mana orang yang sangat berharga bagimu tertidur di bawah sana.
Tertidur untuk selamanya.
Kau menggigit bibirmu demi menahan desakan air mata yang sudah menggelayut di pelupuk matamu. Namun sekeras apapun kau menahannya, hujan itu akhirnya jatuh juga, menderas bersama isakan-isakan yang tak mampu kau tahan. Organ vital yang terkurung di dalam tulang rusukmu kian menggebu disana. Meletupkan berjuta perasaan sedih yang kini tengah bertebaran di benakmu. Dadamu nyaris sesak, karena meyakini jika oksigen di bumi telah terkuras.
Kau tangkupkan tanganmu untuk menutupi wajah yang basah oleh air mata. Ingatan dalam kepalamu memutar kejadian beberapa hari yang lalu.
Jika saja kau tidak membawa Ritsu keluar.
Jika saja kau tidak menuruti keinginannya.
Jika saja kau bisa menjadi dokter yang lebih berguna untuk Ritsu.
Jika saja ... Jika saja ... Jika saja ...
"Maafkan aku, Ritsu. Aku memang tidak berguna. Hiks..."
Ketika kau sibuk dengan isakanmu, sebuah alunan melodi yang tak asing di telingamu mulai terdengar.
Kau sontak mendongak. Kepalamu segera menoleh kesana kemari untuk menemukan sumber suara dari alunan piano itu.
Bagaimana mungkin ada alunan musik di pemakaman?
Dan bagaimana mungkin lagu itu?
Lagu yang hanya diketahui olehmu dan ... Ritsu?
Ritsu ....
Iris [eye color] mu seketika membulat sempurna. Apakah itu Ritsu?
Logikamu terus berteriak bahwa itu tidak mungkin. Ritsu jelas-jelas sudah mati, dan kuburannya tepat berada di depanmu. Tapi hatimu berkata lain, hingga akhirnya kau memilih untuk berlari meninggalkan area pemakaman.
Kau berlari di bawah cahaya bulan yang mulai menduduki singgasananya. Kakimu terus membawamu ke tempat yang kau yakini menjadi sumber suara itu berasal.
Sebuah ruang musik yang terletak tak jauh dari area pemakaman.
Ketika kau tiba di sana, ruangan itu sepi dan gelap. Tentu saja, karena kelas musik tutup di hari minggu. Tanganmu segera terangkat untuk membuka pintunya. Seketika itu pula, matamu menangkap eksistensinya yang tengah duduk seraya memainkan piano di depannya.
Cahaya rembulan yang masuk melalui jendela membuatmu dengan cepat mengenalinya.
"Ritsu ..."
Sosok itu menoleh. Sebuah senyum tipis tersungging di bibirnya ketika mata kalian bertemu.
"Tadaima, [Nickname]-chan."
Kau bahagia Ritsu kembali.
Meskipun itu hanya jiwa tanpa raga.
"Okaeri, Ritsu."
Yubisaki o terasu gekkou yoru ni mau gosen
Nemuri no mori sarawareta mama aenai kimi o omotte
Dare mo inai kurayami no naka sona ni kanjiteru yo
Taiyou ni tokesou na hohoemi ga kirei da
Kesshite mazari aenai sekai demo
Ima wa kodoku janai ne
Mayonaka sono neiki ni Song for you
Yorisou youna senritsu o kanaderu kara
*******
A/N :
Huwaaa aku gatau ini ngefell apa kagak //plak
Lagunya Ritsu yaampun mellow banget
Jadi galau kan dengernya, wkwkwk
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro