~ Chap IV ~
Rui's POV
2 bulan telah berlalu.
Selama 2 bulan itu pula adalah masa tersulit dalam hidupku. Aku sibuk mencari uang kesana kemari. Karena ya, tebakanku benar.
Ibuku lebih memercayai suami barunya dibandingkan aku yang notabenenya adalah anak kandungnya sendiri.
Bahkan kini aku tak yakin jika selama ini aku dianggap sebagai anak oleh ibuku. Sebab, aku pernah mendengar ibunku berkata seperti ini kepada suami barunya itu di depan mataku. Seakan-akan aku tak ada, ia berkata dengan leluasanya, "Aku ingin memiliki seorang anak perempuan."
Aku tertawa miris dalam hati, lalu sebenarnya aku ini apa?
Suatu hari, di sore terakhir hari penginapanku, Mafu mendekatiku. Aku saat itu sedang duduk di sofa. Mataku tertuju pada televisi di depanku. Namun walau nampaknya seperti itu, namun pikiranku melayang kemana-mana. Mafu pun duduk disampingku. Aku benar-benar terkejut. Kukira jantungku akan lompat dari tempatnya karena terlalu terkejut.
"Hey, Rui-chan. Besok ayah dan ibuku akan kembali."
"Hn."
"Lalu.. kau bagaimana?"
"Aku akan pindah."
"Ke?"
"Entah. Tapi aku sudah mempersiapkan uang untuk itu."
"Apa.. kau sungguh baik-baik saja?"
"Kurasa jawaban yang tepat adalah aku harus baik-baik saja."
Saat itu ekspresi Mafu nampak sedih, lalu ia menangkup kedua pipiku sambil berkata, "Rui-chan, lihat aku."
Jantungku serasa akan melompat kembali dari tempatnya, kemudian wajahku terasa memanas. Aku pun bertanya, "Y-ya? Ada apa?"
"Kumohon, jangan terlalu memaksakan diri. Selama dua bulan ini aku sudah memantaumu. Kau selalu nampak kelelahan. Jiwamu nampak tertinggal disuatu tempat, tapi ragamu ada disini. Aku tak suka itu. Ingat? Kita ini sahabat. Kamu bisa meminta bantuan padaku. Aku akan selalu bersedia untuk membantumu, Rui-chan."
Entah panah seperti apa yang menusuk tepat di jantungku, namun aku bisa merasakan jelas bahwa rasa sakit itu nyata. Panah itu menusuk begitu saja disaat Mafu mengatakan, "Kita ini sahabat."
Yah, aku memang salah.
Aku memandang Mafu dengan pandangan yang berbeda. Namun Mafu masih memandangku dengan pandangan yang sama. Ia hanya melihatku sebagai teman masa kecilnya yang nampak siap untuk merengek kapan saja untuk meminta permen.
Keesokan harinya, akhirnya aku pindah ke suatu apartemen. Apartemen yang sederhana, kecil, tak begitu luas.
Dan hingga kini, aku tinggal di apartemen kecil itu.
Apakah aku mampu membayar apartemennya?
Ya, hingga kelulusan.
Karena setelah kelulusan, entah bagaimana bisa apartemenku itu dibakar. Namun aku berbeda, disaat yang lain pergi melarikan diri, aku tetap diam. Kupikir, "Ah, mungkin ini sudah takdirku." Namun sialnya, aku malah diselamatkan oleh pemadam kebakaran.
Setelah kebakaran terjadi, apartemen itu pun ditinggalkan. Tak ada seorangpun yang mau tinggal disana. Hanya aku yang tetap bertahan disana. Tentu saja dengan alasan uang. Lagipula aku sudah terlalu nyaman berada di apartemen yang gelap ini.
Tentang kelulusan, memangnya apa yang terjadi saat itu?
Saat itu, tepat sebelum kelulusan, aku melihat seorang gadis cantik yang dikenal sebagai primadona sekolah. Tak hanya cantik, ia juga pintar, ramah, sopan, dan tentu saja semua orang menyayanginya. Mana pantas jika aku dibandingkan dengan dia?
Nama gadis itu adalah (y/n).
Aku selalu menunduk ketika berpapasan dengan (y/n), tentu saja karena aku merasa malu di dekatnya. Aku merasa sangat tidak pantas. Namun pada akhirnya aku merasa tidak nyaman.
Karena ternyata Mafu sangat dekat dengan (y/n).
Aku kesal, sangat kesal. Aku jadi berfikir, "Memangnya kau punya hubungan apa dengan Mafu-kun sehingga kau diizinkan dekat dengannya?"
Namun, setelah dipikir-pikir dengan baik, seharusnya itu pertanyaan untukku. Memangnya aku siapa sehingga aku diizinkan marah ketika melihat orang lain selain aku dekat dengannya?
Ya, aku sadar.
Aku tak akan pernah lebih dari sebatas sahabat.
Dan sejak hari itu, warna kehidupanku menghilang.
Bersambung...
See you next chap!!
-Asahina Mizu-
Kamis, 28 November 2019
595 words
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro