Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

∅1. Awal

(01)

Thought It Was - Iann Dior
01.13━━━━━◎────02.53
↻   ◁ㅤㅤ❚❚ㅤㅤ▷ㅤ⇆

Diam di ruangan yang dingin itu membuat pemuda bertubuh setinggi 179 cm itu ingin segera mengakhiri hidupnya.

"Biasanya cidera seperti ini dialami para pemusik terutama pianis, tapi para pelukis, penggambar, serta penulis juga bisa. Tapi Hayate-san bisa sembuh jika melakukan terapi dan operasi."

"A-apa tidak bisa tetap melukis?" Pemuda itu bertanya, matanya terlihat berkaca-kaca.

"Untuk beberapa minggu pasti bisa. Hanya saja rasa sakitnya akan bertambah serta memperburuk keadaan, saya tidak menyarankan itu," jawab sang dokter.

"Terima kasih, dok," ujar pemuda itu pelan dengan senyuman tipis terpampang di wajahnya.

Dokter itu mengangguk. "Hayate-san, ada baiknya kamu memberitahukan ini kepada keluarga atau kerbatmu. Untuk sementara saya hanya bisa memberikan obat pereda nyeri. Jadi saya harap kamu tidak kebergantungan pada obat ini." Dokter itu memberikan selembaran kertas yang berisikan resep obat padanya.

Hayate Ugetsu, pemuda dengan penampilan kacaunya itu mengangguk kemudian menyeret tubuhnya menuju meja penebusan obat dan menunggu beberapa saat hingga akhirnya obat miliknya siap dibawa pulang.

Isi kepalanya kacau. Ia tidak ingat bagaimana bisa hal malang itu bisa menimpanya. Padahal dalam waktu dekat ia harus mengikuti ujian masuk universitas seni Tokyo. Tapi cidera itu sudah memutuskan semuanya. Kecelakaan kecil yang terjadi di sekolahnya itu menjadi pertanda buruk untuk seumur hidupnya.

"Ibu sudah memikirkannya. Tidak ada lagi melukis. Yang terjadi pada kamu karena melukis, kan? Ibu harap kamu memikirkan masa depan kamu lebih serius, Ugetsu."

Sesampainya di rumah, kalimat tersebut lah yang menyambutnya. Bukan selamat datang atau bagaimana perasaannya. Yang ia pikirkan tidak ada lagi hal baik yang bisa mampir di hidupnya.

Ia tidak mengelak, ia juga tidak meminta kemudahan pada wanita yang mengandungnya itu. Ia hanya mengangguk lantas menuju kamar dan menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong.

02

Mungkin Takut Perubahan - Lomba Sihir
01.05━━━◎───────03.09
↻   ◁ㅤㅤ❚❚ㅤㅤ▷ㅤ⇆

Ruangan seni yang menjadi pelarian sosok pemuda bertubuh tinggi dengan sweater berwarna merah itu terasa kosong. Ia tidak merasakan kehangatan sejak hasil rontgen-nya keluar.

"Hacchaaaann, dou? Bagaimana hasilnya?"

Ugetsu menoleh ke asal suara, di ambang pintu ruangan klub sosok gadis dengan kacamata bulat serta rambut yang diikat dengan pita merah menatapnya dengan rasa penasaran namun juga takut.

Ugetsu kembali mengingat perasaannya terhadap hasil ronsen nya malam itu. "Maaf, Miyuki-san, aku mungkin tidak akan menuju universitas seni. Kalau dipikir-pikir aku juga tidak terlalu bagus dalam melukis," ujar Ugetsu sembari mengelus tengkuknya.

"Hacchan, maaf." Gadis yang dipanggil Miyuki itu menatap Ugetsu dengan tatapan sedihnya. Ia merasa bersalah sudah bertanya kondisi Ugetsu.

Ugetsu mengelus kepala Miyuki. "Ini bukan salahmu, kok. Jadi, siapa gadis itu?" Ugetsu menatap satu gadis lain yang sudah berada di ruangan seni bahkan sebelum ia memasuki ruangan itu.

Miyuki menoleh. "Ah, Fumiko Kana-san, dia dari kelas 3-5. Dia baru bergabung ke klub sejak memutuskan menuju universitas seni Tokyo juga. Tapi Hacchan tetap akan mampir ke sini, kan? Seiya-kun pasti akan kesepian."

Ugetsu tertawa. "Seiya tidak akan kesepian, Miyuki-san. Tapi jika aku sempat, aku akan mampir ke sini."

"Baguslah." Miyuki tersenyum senang.

Mata Ugetsu kini kembali tertuju pada gadis bernama Fumiko Kana itu. Gadis dengan kacamata bulat serta rambut pendek seleher itu menarik perhatiannya. Terlebih rambut yang dicat berwarna blonde itu menjadi daya tarik yang eksentrik untuk Ugetsu. Lalu kelas asalnya yang merupakan kelas unggulan bagi siswa-siswa yang pintar.

"Kalau begitu aku kembali duluan. Semangat untuk tes ujian masuknya!"

Ugetsu melangkahkan kakinya dengan cepat. Tangannya yang bergerak saat menatap Fumiko Kana itu terasa nyeri dan ia ingin meminum obat yang selalu ia bawa sejak mendapatkannya.

Ugetsu meminum satu pil berwarna putih itu lantas menenggelamkan kepalanya di atas meja.

"Mau sampai kapan aku begini?"

Yang Ugetsu tahu adalah jika melukis bukanlah lagi hal yang menyenangkan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro