[3]
"Hanya hari ini saja" Itulah yang kemarin (y/n) pikirkan. Ia berpikir bahwa Todomatsu tidak akan melakukannya lagi. Namun, rupanya (y/n) salah menilai sang suami, kini perbuatannya itu makin menjadi jadi. Hampir setiap hari Todomatsu melaksanakan ritual itu, memanggil jiwanya lalu memperangkapnya pada tubuh wanita yang (y/n) tidak tahu pemiliknya.
(Y/n) mulai merasa geram dan terganggu, namun ia tidak bisa melakukan apapun. Apa yang bisa ia lakukan? Ia tak bisa lari dan melepaskan diri ketika Todomatsu membuat jiwanya terperangkap pada tubuh itu. Ia meminta tolong pada seseorang yang ia kenal yang dapat melaksanakan upacara itu dan membayarnya mahal.
Sementara itu, Todomatsu merasa sangat senang rencananya berhasil. Ia tersenyum lebar saat membayangkan bahwa ia akan menghabiskan waktu dengan (y/n) lagi, meskipun dalam raga yang bukan miliknya. Tetapi, itu saja sudah cukup. Asalkan ia bisa bersama dengan (y/n), ia tidak mempermasalahkan hal itu.
Tentu ia tidak akan menggunakan Totoko sebagai tumbal tempat jiwa sang mendiang istri bersemayam. Bisa ia bayangkan kerusuhan dan masalah yang saudara saudara kembarnya timbulkan sebagai reaksi penolakan. Oleh karena itu, ia akan menggunakan salah satu rekan kerjanya, Aida.
Rencananya tidak akan berhenti sampai disitu. Setelah memperangkap jiwa (y/n) dalam tubuh Aida, ia akan menikahinya. Cara yang ia gunakan agar tetap terikat padanya.
Tentu saja (y/n) menolak saat Todomatsu secara tiba tiba melamarnya menggunakan cincin yang sama dengan yang dahulu digunakan untuk melamarnya. Dengan kasar ia tarik tangannya saat lelaki itu mencoba memasangkan cincin pada jari manisnya.
(Y/n) tidak ingin ini. Ia tidak ingin terperangkap dalam tubuh ini. Ia ingin agar jiwanya dibiarkan bebas, tidak terbelenggu oleh rantai kehidupan yang pahit. Tangannya bergetar. Suasana yang seharusnya terasa manis, kini berbalik. Yang ia rasakan hanyalah rasa tegang dan amarah.
Todomatsu rupanya juga telah menduga hal ini akan terjadi. Perlahan ia bangkit, lalu membisikkan sesuatu kepada (y/n).
Baiklah jika itu maumu. Aku akan pergi dari sini sekarang dan tidak akan menemuimu lagi.
Pergilah, pulanglah ke rumahmu. Rumah yang akan menerimamu.
Atau, jika kau mampu... Cobalah keluar dari tubuh itu.
Kalimat itu membuatnya merinding. Todomatsu telah menuntunnya pada sebuah jalan buntu. Ia rupanya telah memikirkan hal ini matang matang.
Kakinya terasa lemas, (y/n) pun jatuh terduduk. Kepalanya memikirkan sisi hitam milik Todomatsu yang baru ditunjukkan padanya. Rasanya ingin menangis, namun ketakutan yang ia rasakan rupanya telah menahan air mata itu agar tidak terjatuh.
Todomatsu sungguh sangat licik.
Dengan terpaksa, (y/n) menerima lamaran pernikahan itu, meskipun perasaan terasa bergejolak dalam hati.
.
.
.
Beberapa bulan kemudian, mereka berdua menyelenggarakan upacara pernikahan kecil kecilan, yang hanya dihadiri oleh kedua belah pihak dan orang orang terdekat Todomatsu. Di hari itu, untuk yang kedua kalinya mereka disatukan dalam hubungan pernikahan, meski sang mempelai perempuan sudah tidak lagi dalam raganya sendiri.
Banyak air mata bahagia yang menitik hari itu. Keluarga Matsuno merasa senang akhirnya sang bungsu telah menemukan seseorang untuk mengobati rasa sakitnya. Sementara keluarga Aida merasa senang bahwa putri mereka telah menemukan pasangan hidupnya. Namun, di atas itu semua, perasaan (y/n) tetaplah sama. Ia merasa terbebani dengan semua itu.
Ia seharusnya tidur tenang disana, bukan berdiri di atas altar seperti ini - dengan orang yang sama. Apalagi dengan berada di dalam tubuh orang yang dahulu ia kenal, teman kerja sang suami. Tidak ada yang tahu tentang fakta bahwa sebenarnya yang Todomatsu nikahi bukanlah Aida, melainkan (y/n) yang berada dalam tubuhnya.
.
.
.
Setelah pernikahan itu terlaksana, mereka hidup layaknya pasangan biasa. Atas permintaan Todomatsu, mereka berdua keluar dari kediaman keluarga Matsuno. Kini mereka tinggal di sebuah apartemen di tengah kota.
Awalnya semua berjalan mulus, mungkin yang membedakan hanyalah (y/n) yang terus menerus merasa murung dan sedih. Ia menolak untuk makan, kecuali ada yang menyuapi. Meski begitu, ia hanya menghabiskan porsi kecil makanan. Tubuhnya makin lama makin kurus, terlihat seperti tulang yang hanya terbungkus kulit.
Merasa khawatir, Todomatsu kini memaksanya makan dalam porsi yang besar, berharap ia akan kembali pada kondisi awalnya. "Kau mau apa? Aku akan membelikannya untukmu. Tapi kumohon makanlah..."
Yang ia mau hanyalah kebebasan jiwanya.
Jika seperti ini terus, Todomatsu tahu bahwa ini tidak akan berujung mulus. Tetapi ia juga tidak ingin melepas (y/n) yang berhasil ia dapatkan kembali. Ia tahu jika tubuh Aida tidak akan bertahan lama.
✧✧
---------------------------------------------------------
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro