Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[1]

Musim gugur telah tiba, dan rupanya sang mentari hari itu telah tertutup oleh awan awan menghitam yang berkumpul. Hujan turun dengan derasnya di sore itu, sementara satu sosok berjalan pelan di kuburan. Payungnya yang berwarna merah muda terlihat mencolok dalam hujan. Menyusuri nisan nisan yang tertanam sambil membaca tulisan yang terukir sekilas, maniknya bergerak cepat, namun terlihat sayu. Kantung mata bergantung dibawah mata yang berukuran relatif besar itu. Langkah kaki yang terdengar pelan tenggelam dalam suara hujan yang jatuh bertubi-tubi.

Kakinya kemudian berhenti di depan sebuah nisan. Disitu terukir sebuah nama. Nama yang pemiliknya dulu pernah hidup. 

"Matsuno (Y/n)" Nama itu tertulis dengan indah diatas peristirahatan terakhirnya. Diatas nisan itu, banyak karangan bunga tersusun rapi. Mungkin ia-lah yang memberikan bunga itu setiap hari. Atau mungkin bunga bunga itu berasal dari kenalan (y/n) yang datang silih berganti.

Dengan perlahan, sosok berpayung pink menunduk rendah, menggapai nisan tadi sambil berbisik pelan. 

"Aku merindukanmu..."

Kalimat yang selalu keluar setiap kali ia mendatangi mendiang istrinya itu. Bibirnya bergetar pelan, coba menahan gelombang kesedihan yang akan menghantamnya. Namun, pada akhirnya ia hanya akan menjadi batu yang terhantam ombak laut nan kencang.

Air mata takkan pernah habis meskipun sudah beribu kali ia keluarkan disana, rasanya bagai ia dapat mengisi satu ember dengan air sampai penuh. Ia terisak. Mengeluarkan semua rasa sedih dan rindu yang tak akan pernah hilang.

Sesak. Meski waktu sudah berjalan 2 tahun semenjak kejadian itu terjadi, hatinya masih belum bisa merelakannya. 

Ada yang berucap jika kita tidak melepaskan kepergian mereka yang sudah berpulang, maka mereka akan terus terbelenggu dalam dunia dan tiada bisa mencapai ketenangan. Oleh karena itu, keluarga (y/n), terutama kedua orang tuanya mencoba untuk mengikhlaskan putrinya meskipun sangat sulit. Yah, Todomatsu juga pernah berkata bahwa ia akan merelakannya, tetapi agaknya hal itu hanyalah omong kosong belaka.

Todomatsu ingin menjadi egois. Ia ingin (Y/n) terus bersamanya. Ia tidak ingin berpisah dengan belahan jiwanya itu. Ia akan melakukan apapun agar (y/n) tetap bersamanya. Apapun itu, bahkan sampai melawan takdir yang sudah tertulis.

Dalam renungan penuh pilu itu, sesuatu pikiran menghinggapinya. Pertamakalinya dalam dua tahun ini.

Apakah ada cara lain untuk mengembalikan sang cinta? 

.

.

.

.

.

.

.

.

Benar. Pasti ada cara untuk mengembalikan (y/n) padanya kan? Pasti ada. Jika kau berkemauan, pasti akan ada jalan, begitu kata mereka, bukan?

Ah kenapa baru terpikirkan sekarang? Todomatsu menyentuh kepalanya, manik yang sedikit terbelalak. Air mata yang tiba tiba berhenti kini telah mengering, digantikan oleh tawa yang keluar secara pelan.

Buru-buru ia bangkit dan berlari ke arah rumahnya. Bukan, bukan rumah miliknya sendiri, tetapi rumah dimana ia dan saudaranya dulu tinggal bersama. Ia memutuskan untuk pindah kembali bersama keluarganya karena tidak kuasa menahan perasaan kesepian setelah kematian (y/n).

Payungnya bergerak kebelakang, mengikuti gerakan berlarinya yang tidak pelan. Tubuh yang tidak terlindungi dari hujan kini basah kuyup. Namun, apa pedulinya? Pikirannya kini hanya ada pada (y/n), (y/n), dan (y/n) belaka.

Akhirnya, ia sampai pada rumah besar di antara dua gedung yang berukuran jauh lebih tinggi. Tangannya membuka pintu geser secara kasar, dan tanpa sadar membantingnya.

"Whoops... Ah, aku pulang!" Ujarnya sambil melempar sepatunya sekenanya. Derap kakinya terdengar kencang berbunyi diatas lantai kayu.

"Selamat datang, Todomatsu- Eh, bajumu basah, kau habis darimana?" Choromatsu yang kebetulan sedang membaca buku di ruang keluarga menyambutnya dengan tatapan sedikit khawatir. 

"Biasalah- Bukan sesuatu hal yang penting, Choromatsu-Nii-san! Tidak usah khawatir!"

"Haa... Kalimatmu yang seperti itu membuatku makin khawatir, tahu. Cepat ganti bajumu, lalu mandi," Terlalu malas untuk menanggapi lagi, matanya lalu kembali tenggelam dalam buku pada genggamannya.

"Ha~i..."

Dirinya yang sudah berjalan beberapa langkah meninggalkan Choromatsu kini kembali mundur, hendaknya ingin menanyakan suatu hal pada kakaknya itu.

"Ah, benar! Choromatsu-Nii-san, apa kau tahu cara untuk memanggil sosok yang sudah tiada?"

"Hah? Maksudmu?" Kalimat yang dilontarkan kembali merenggut perhatian Choromatsu dari bukunya. Ia menatap adiknya dengan tatapan aneh.

"Aku- Ingin melakukan sesuatu yang tidak biasa dan merekamnya menggunakan handphone-ku!! Mungkin saja aku bisa jadi terkenal, kan?"

"Maa, benar sih. Tapi apakah orang akan mempercayainya? Di zaman sekarang semua bisa diedit kan?"

"Aku akan memikirkan alasannya nanti... Kumohon beritahu aku, Nii-san... Nanti akan ku kenalkan dengan teman-teman perempuanku~!" Mendengar kata perempuan, telinga Choromatsu seakan berdiri. Namun, ia berlagak tidak peduli akan hal itu.

"Huh! Aku tidak peduli dengan hal itu- UUUWHHHH!!" Kalimat Choromatsu terpotong ketika Todomatsu menunjukkan foto profil salah satu temannya.

"Aku akan mengenalkanmu padanya, Nii-san~ Tapi hanya jika kau memberitahuku caranya," Ujar Todomatsu dengan senyum licik yang terpasang di bibirnya. Choromatsu yang lemah pada perempuan akhirnya mengaku kalah dan memberikan sebuah buku padanya.

"Tch. Ambillah ini dan cepat pergi. Lalu jangan lupa pada janjimu." Segera setelah mengatakan itu, ia kembali pada kegiatan membacanya yang tadi terganggu.

"Terima kasih, Nii-san!!" Dan dengan begitu, Todomatsu segera pergi meninggalkan Choromatsu. Langkahnya terasa lebih ringan, dengan rona yang sedikit menghiasi wajahnya. Jantungnya berdegup dengan kencang membayangkan saat dimana ia akan bertemu kembali dengan mendiang istrinya.

Sungguh saat saat yang ia nantikan. Ia pasti akan segera melakukannya, pasti.


✧✧

---------------------------------------------------------










Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro