Afraid
.
.
Treasure In My Life
By: MonMonicaF
.
.
Happy Reading 🌟
Pemuda bersurai baby pink itu tengah berjalan memasuki stasiun TV. Melangkahkan kaki masuk ke dalam, membuat seluruh atensi terfokuskan pada dirinya. Dengan melirikkan manik amaranth pinknya, Tenn mengedarkan pandangannya. Mengamati segala bentuk pergerakkan bahkan hal kecil sekalipun.
Salah seorang staff pun akhirnya menyapa. "Tenn-kun? Ada perlu apa?"
"Staff-san, apa seorang pria paruh baya bernama Kujo Takamasa tadi kemari?" balasnya memberikan pertanyaan.
"Oh Kujo-san ya! Tadi beliau memang kemari," jawabnya.
"Riku...," gumamnya.
"Ya?" Staff–
"Aku ingin bertemu Kujo Takamasa," ucap Tenn.
Staff itu terlihat sedikit tersentak saat Tenn mengatakan ingin bertemu dengan Takamasa. Berusaha memasang wajah normal dan tidak menunjukkan ekspresi yang membuat orang curiga, staff itu tanpa sadar membuang tatapan matanya ke arah lain. "Ah... sayangnya saya tidak melihat beliau. Mungkin sudah pulang"
"Oh begitu..." Sementara Tenn menyunggingkan senyum kecil di wajahnya. Ia mendekatkan diri dan menaruh tangannya pada salah satu pundak staff itu dengan melirik melalui pucuk mata. "Kau bekerja di bawah kehendaknya kan? Ah.. Kira-kira apa yang ditawarkannya hingga kau menurut?"
"A-apa maksutmu?" balasnya mulai memperlihatkan kegugupan.
Mengabaikan staff itu, center Trigger itu tidak ingin membuang waktu dengan percuma. Lantas ia beranjak pergi dari tempatnya. 'Prioritasku adalah Riku. Aku harus segera menemukannya'
'Entah kenapa aku merasa yakin Riku ada di sini... Mungkinkah ini insting saudara kembar?' benaknya melangkah dengan cepat, menyusuri tiap lorong tanpa mempedulikan sahutan staff lainnya.
Hingga ia pun sampai tepat di depan ruang tunggu bertuliskan nama 'Nanase Riku'. Tangannya tergerak untuk memegang kenop pintu namun sayangnya, tindakannya dibatalkan karena seseorang keluar dari sana.
Melihat seorang pria paruh baya keluar dari sana, Tenn mengepalkan telapak tangannya erat. "Sedang apa kau berada di sini?"
Ia bertanya dengan pandangan mata yang sedang menyusuri pemandangan ruang tunggu milik Riku dengan teliti dari ambang pintu masuk. "Katakan apa tujuanmu datang ke sini?"
"Hanya sekadar mampir," jawabnya santai.
Hingga emosinya sudah mencapai puncak, di mana ia sudah tidak tahan lagi untuk menahan amarahnya. Kini sebuah kemarahan terpampang melalui sorot matanya yang tajam. Dia masih... masih berusaha untuk berucap baik-baik. "Di mana saudara kembarku, Kujo-san?"
"Kenapa kau bertanya padaku?" balasnya malah balik melontarkan pertanyaan.
"Jangan berbelit dan KATAKAN di mana Nanase Riku saat ini," ujarnya dengan penekanan di setiap kata.
Namun yang ditanya sama sekali tidak peduli dengan kemarahan yang nampak jelas melalui mata center Trigger itu. Mungkin orang tua ini sudah tidak waras. "Kau begitu menyayanginya. Aku jadi merasa iba jika saja Nanase Riku kembali dengan keadaan kacau atau mungkin tidak akan pernah kembali—"
Perkataan Takamasa terputus ketika anak didiknya hampir saja memukulnya. Untung saja Tenn tidak benar-benar melayangkan pukulannya. Hanya saja tatapan matanya begitu mematikan. Sorot mata yang menyeramkan tercipta, cukup untuk membuat orang merasa merinding. "Bodoh sekali aku malah bertanya pada orang yang ingin mencelakai saudaraku"
"Andai saja kau menurut pasti anak penyakitan itu akan aman-aman saja," balasnya sama sekali tidak terganggu dengan tatapan Tenn yang seperti ingin membunuhnya.
"Bicara dengan orang gila hanya akan membuang waktuku," ucapnya.
"Kau yakin? Apa kau bisa menemukan saudara kembarmu yang berharga itu? Memangnya kau tau di mana anak itu?" sindirnya masih tidak ingin menyerah untuk memperalat Tenn sebagai bonekanya.
Namun yang disindir nampak tidak peduli dengan ucapan Takamasa dan lebih memilih meninggalkan pria paruh baya yang sudah gila itu. "Sayang sekali kali ini aku tidak perlu bantuanmu"
"Aku tidak akan pernah menjadi alat untuk meraih ambisimu lagi. Camkan itu baik-baik!" peringatnya sebelum melesat pergi dari tempat itu.
Sementara Takamasa nampak terdiam di tempat, sesaat kemudian senyum menyeramkan terlukis di wajahnya. "Mental anak itu serapuh kertas yang akan hancur walau hanya tersentuh sedikit"
'Belum waktunya anak itu pergi dari dunia, jadi aku akan membiarkannya'
- Di sisi lain -
Seorang lelaki sedang meringkuk dengan memeluk kedua kakinya sendiri. Ia berada di sebuah ruang yang gelap tanpa adanya cahaya. Sebuah ruangan tertutup yang minim dengan oksigen, beruntung penyakitnya masih belum kambuh. Waktu terus bergulir namun malam ini terasa begitu panjang baginya. Suasana hening menyelimuti tempat itu. Sampai akhirnya ia mulai merasakan hawa dingin yang menusuk tulangnya.
Seharusnya ia sudah terbiasa, terlebih dia sudah dewasa untuk tidak takut pada hal-hal seperti ini. Tetapi dikurung seorang diri dalam kegelapan membuatnya merasa kesepian. Rasa takut menyelimuti hatinya berujung membuat tubuhnya gemataran. Ia tidak sanggup berada di tempat gelap dan sunyi seorang diri.
Satu detik, satu menit, satu jam, dua jam, tiga jam hingga empat jam, ia berdiam diri dalam kegelapan. Yang awalnya terikat kini sudah berhasil melepaskan diri dengan berbagai upaya. Namun sayangnya ia tidak bisa membuka pintu untuk bisa keluar. Berniat mendobrak namun itu MUSTAHIL dengan keadaan tubuhnya sekarang ini.
Yang bisa ia lakukan hanya menunggu seseorang datang...
Ia sungguh berharap siapapun itu untuk membantunya keluar dari sana...
Ia sampai merasa sangat lelah setelah menggedor-gedor pintu dan berteriak. Rasanya energi tubuhnya cepat sekali terserap.
'Siapapun... tolonglah... siapapun itu...'
"Aku..." Ia memeluk tubuhnya sendiri. Berusaha menyalurkan kehangatan pada setiap bagian tubuh, sembari berharap seseorang menemukannya.
Manik crimsonnya bergetar, bersamaan dengan tubuhnya yang sudah gemetar hebat. Rasa takut itu semakin besar, terasa begitu sunyi di sana. Dia takut akan kesendirian.
Mungkin ia tidak akan sanggup menahannya lebih lama...
Dengan lirih ia mengucapkan, "Riku takut Tenn-nii"
Memeluk kedua lututnya, lelaki bersurai merah itu menyembunyikan wajahnya. Ia memilih memejamkan mata, berharap ini cepat berlalu atau setidaknya ia memiliki cukup tenaga untuk menerobos keluar.
Entah sudah berapa lama ia terkunci di dalam ruangan gelap nan sempit itu. Dirinya terus menunggu dengan sabar di tengah ketakutan yang melanda.
*brak
Suara keras berhasil membuat si surai merah berjingkat kaget. Samar-samar ia mendengar suara orang sedang berbicara? Panik mungkin?
...
"Oi Tenn! Kau akan terluka jika terus seperti itu!" tegur pemuda bersurai uban dengan iris bewarna abu-abu dengan menarik tangan center Trigger supaya menghentikan tindakannya.
"Lepaskan!" berontaknya melepaskan diri dengan kasar.
"Biar aku saja," sahut si pemuda bersurai coklat dengan manik emasnya yang indah. Pemuda bernama Ryuu itu lantas menabrakkan tubuhnya pada pintu sekeras-kerasnya selama beberapa kali.
Tindakannya mendobrak pintu sempat terhenti ketika dirinya mendengar samar-samar suara isakkan dari dalam. 'Riku-kun?!'. Tanpa membuang banyak waktu, ia mengerahkan seluruh kekuatannya agar pintu itu dapat terbuka.
Beruntung hasil tidak menghianati usahanya. Dobrakan terakhir berhasil membuat pintu itu terbuka dengan paksa. Di tengah ruangan sempit yang gelap itu berkat bantuan cahaya dari lorong-lorong, mereka masih bisa menangkap sosok center Idolish7 terduduk di lantai.
"Nanase.."
Mengabaikan dua orang yang terbengong di tempat, si surai baby pink sontak melegang masuk ke dalam.
*greb
Tenn sontak mendekati dan memeluk tubuh gemetar adiknya yang kini terlihat sedang menitikkan air mata. Tangannya dilingkarkan pada punggung kembarannya dengan tangan satunya berada di bagian belakang kepala Riku. "Maaf membuatmu menunggu lama, Riku"
(Pixiv)
Sang adik menyembunyikan wajahnya pada dekapan sang kakak. Air mata yang menetes keluar itu perlahan membasahi pakaian yang dikenakan kakaknya. Tubuhnya yang gemetar dapat dirasakan ketika Tenn memeluknya. Riku terisak, tak peduli berapa usianya saat ini, ia tidak bisa berbohong jika dirinya tidak ketakutan di sana.
"A-aku... takut... Tenn-nii...," isaknya.
Mengusap naik turun punggung adiknya, Tenn berujar dengan lembut, "Riku tenanglah... ada aku di sini"
'Sial! Apa orang tua itu sudah gila?! Dia mengurung orang dalam ruang sempit yang gelap juga minim oksigen?! Terlebih ini adalah Nanase...' benaknya tanpa sadar memukul dinding di sampingnya dengan kepalan tangannya.
"Gaku," panggil si surai baby pink dengan melirik melalui pucuk matanya. "Daripada memukul dinding yang tidak bersalah itu akan lebih baik jika kau mau membelikan sebotol air," lanjutnya.
Helaan nafas keluar dari si surai uban itu. "Hah. Akan kubelikan". Entah apa yang merasukinya, dengan berbaik hati Gaku menuruti suruhan Tenn begitu saja. Padahal ia selalu menentang dan mengajak partnernya untuk perang mulut.
"Rupanya si sobaman ini bisa dipakai sebagai babu juga," celetuknya.
"Aku bukan babu mu!" sangkalnya menjadi kesal dengan ucapan Tenn. Tak habis pikir si malaikat modern ini masih sempat-sempatnya mencari emosi.
"Nanti kukasih gaji bulanan kok" Tenn–
"Gaperlu! Dan aku bukan babu!" Gaku–
"Oh. Jangan malu babu-san, gajimu engga serendah itu kok" Tenn–
"Dibilangin aku bukan babu! Lagian aku ga butuh uang mu!" Gaku—
"Memang siapa yang mau ngasih uang? Ga sudi" Tenn–
"Loh?! Tadi kau bilang mau kasih bayaran bulanan kan!" Gaku–
"Masa?" Tenn–
"Iya!" Gaku–
"Ngarep gaji bulanan ga tuh. Berarti kau beneran babu ku dong. " Tenn–
"Dibilang bukan– ...." Gaku–
"..."
"Wah... Gaku kalah berdebat untuk kesekian kalinya..." Ryuu–
"Kalo gitu belikan air dong, BABU" Tenn–
"Ugh– DASAR BOCAH KURANG AJAR!" geram Gaku yang kini di dahinya mulai terlihat perempatan imaginier.
"Aduh telingaku sakit. Jangan berteriak dasar kakek ngenes!" Tenn–
"Aku ga ngenes!" Gaku–
"Hilih. Kena tolak 2 kali dalam waktu 5 menit itu rekor terbaru dalam sejarah. Udah jomblo ngenes lagi" Tenn–
"BOCAH INI! GELUD KUY!" Gaku–
"Ka-kalian berdua jangan bertengkar dong... Situasinya ga tepat—" Ryu–
"Pfftt—"
Si surai baby pink yang tadi mengajak Gaku berdebat, baru sadar jika seharusnya ia menenangkan adiknya yang menangis dan bukan malah mengajak orang perang mulut. "Riku? Kau baru saja tertawa bukan?"
Kepalanya yang tertunduk membuat sebagian wajahnya tertutupi oleh poninya. "...hahahaha," tawa kecil terdengar bersamaan dengan kepalanya yang diangkat, memperlihatkan senyum yang terukir di wajahnya. "Ya-yaotome-san ditolak dua kali?– hahaha... gomen tapi itu lucu— hahaha"
Member Trigger terbengong selama beberapa detik melihat tawa kecil dari si surai merah itu. Mungkin mereka merasa sedikit lega dan terkejut dengan perubahan ekspresi Riku.
Helaan nafas kembali terdengar dari leader Trigger itu lantas ia berdecak, "Ck. Aku pergi beli minum dulu"
Tangan Tenn terulur untuk mengusap bekas air mata di kedua pipi dan pucuk mata adiknya. "Apa kau terluka? Apa kau bisa berdiri Riku?" tanyanya.
Dia menggeleng dan menjawab, "Aku baik-baik saja, kurasa..."
"Apa perlu aku menggendongmu Riku-kun?!" tanya Ryuu terlihat panik.
"Apa? Tidak-tidak. Aku baik-baik saja kok ^^ Terimakasih atas tawarannya Tsunashi-san," balasnya menolak.
Karena Riku bilang seperti itu, Ryuu pun mengurungkan niatnya. Membiarkan Tenn mengulurkan tangan kepada adiknya sebagai upaya untuk membantunya berdiri.
"Kau sungguh baik-baik saja Riku-kun?" tanyanya sekali lagi.
Dengan senyum yang terlukis, ia menjawab, "Uhm. Aku baik kok"
"Apa kau akan tetap bilang begitu meski sudah terbaring lemah, Riku?" sindir Tenn.
"A-ah i-itu..." dia tidak tau harus memberikan respon seperti apa. Karena sindiran itu mungkin benar.
"Oleh sebab itu, ayo segera keluar dari tempat pengap ini dan pulang ke rumah," kata Tenn menarik tangan adiknya agar bergerak dari posisinya. Melangkahkan kaki keluar dari ruangan gelap itu.
"Riku-kun... apa aku bisa bertanya sesuatu?— Ah! Kau tidak perlu menjawab jika keberatan!" ujar Ryuu, ragu untuk bertanya.
"Berapa lama kau terkunci di dalam sana?" tanya Tenn dengan mudahnya melanjutkan ucapan Ryuu yang ingin mengajukan pertanyaan tersebut.
Sembari melanjutkan langkahnya untuk menyusuri lorong dan pergi keluar dari stasiun TV, Riku menundukkan kepala. Dapat Tenn rasakan genggaman tangan adiknya yang semakin menguat. "Jam berapa sekarang? Ah... mungkin 5 jam..."
'Menguncinya selama itu?! Kujo-san benar-benar keterlaluan,' Ryuu–
"..."
"Etto..." si surai merah menatap kakaknya berniat untuk mengatakan sesuatu, berharap Tenn mengerti maksut dari tatapan matanya. "Te— Kujo-san memegang tanganku... ki-kita masih di stasiun TV kan..." ujarnya khawatir jika para staff menyebarkan gosip buruk yang bisa merugikan kakaknya.
Menatap lurus ke depan menuju jalan keluar, Tenn membalas, "Aku tidak suka dengan marga itu. Mendengarnya membuatku muak"
"E-eh... go-gomenasai... la-lalu seperti apa aku harus memanggil?" tanya Riku.
"Bagaimana jika panggil Tenn saja secara langsung tanpa menggunakan marga?" usul Ryuu yang mendapat anggukan dari Riku sebagai tanda bahwa ia setuju.
"Aku lebih suka dipanggil dengan suffix -nii-" gumamnya.
"Hm? Barusan kamu bilang apa?" tanya Ryuu.
"Entahlah~"
Sementara Riku yang berada di dekatnya berhasil mendengar gumaman kakaknya. Senyum nan manis terukir di wajahnya. "Tenn-nii..." gumamnya.
Sedikit membelalakkan mata mendengar Riku yang memanggilnya dengan bergumam, Tenn merasa adiknya begitu lucu. "Dasar..."
'Aku ini...................
Brocon ya?' Tenn–
~~
Mendudukkan diri di tepi kasur dekat adiknya berbaring, Tenn menaruh telapak tangannya pada dahi adiknya berniat untuk mengukur suhu badannya. "Kan dugaanku benar"
"Ukh... Aku tidak akan begini jika tidak terkurung sendirian di dalam ruangan itu...," balasnya dengan menarik selimut hingga menutupi hingga ke lehernya.
"...Riku..." Tenn mengalihkan pandangan matanya pada tangan adiknya yang berada di luar selimut. "Kau gemetaran..."
"—!" Sedikit terkejut karena Tenn sadar dengan hal itu, Riku beralih memiringkan tubuhnya serta melingkarkan kedua lengannya pada perut sang kakak. "Tadi sangat gelap dan sunyi... wa-wajar jika aku takut"
"Kau sudah besar loh Riku" Tenn–
"Aku tidak peduli dengan umurku >\\<" Riku–
"Aku bercanda–" Tenn–
Tersenyum sendu, ia berucap satu kata, "Maaf"
"Tidak. Ini bukan salah Tenn-nii... Aku seharusnya lebih berhati-hati," balasnya.
"..."
"Kau masih gemetaran Riku," ucapnya.
"...A-aku sungguh takut... sendirian di dalam kegelapan...," gumamnya menyembunyikan sebagian wajahnya dibalik selimut.
Tangan Tenn terulur untuk mengusap kepala adiknya dengan lembut. Memberikan perlakuan dengan tujuan mengurangi rasa takut dalam diri adiknya.
(Sc: pixiv)
"Jangan takut Riku. Semua akan baik-baik saja," ujarnya menampilkan senyum di wajah.
Entah kenapa setelah mendengar perkataan kakaknya, seakan air berkumpul di pelupuk matanya berusaha untuk menerobos keluar. Hingga ia tidak tahan dan menumpahkan air matanya. Tangannya masih gemetaran, ia menjadi terisak kembali.
'Dan tidak akan kubiarkan dirimu ketakutan lagi'
-To be continued-
Serius deh... makin lama makin gajelas nih cerita :"v
- Monica
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro