the star's problem - ashuu yuuta
Apa kau pernah memiliki teman yang populer?
Bagaimana caramu menghadapinya?
Aku menyadari kepopuleran temanku semenjak menduduki bangku sekolah menengah atas. Tentu saja, aku tidak semata-mata berteman karena relasinya yang banyak. Aku telah mengenalnya sebelum kerumunan orang-orang menyukai dirinya. Dia yang mudah disenangi siapa saja. Teman kecilku, Ashuu Yuuta.
"Yuuta-kun," panggilku mengeratkan genggaman terhadap tas hitam yang kujinjing.
Pemuda itu dikaruniai rambut gimbal merah muda dan freckles sekitar hidung yang menunjukkan ciri khas. Selain itu, ia memiliki sepasang taring mungil yang mencolok.
"Hm? Ada apa, [Name]-chan?" sahut Yuuta sengaja melambatkan langkah. Manik ungunya sibuk berkutat dengan ponsel pintarnya. Benda itulah yang sejujurnya menimbulkan adiksi berlebihan. Benda itu yang secara tidak langsung membentuk jarak antara diriku dan dirinya.
"Kau bisa menabrak tiang kalau tidak berjalan lebih ke kanan," tegurku menarik lengan jas biru tua miliknya.
Yuuta mendongak dan menyadari kecerobohan yang nyaris ditabrak jika tidak kutegur. Ia terkekeh kaku seraya berkata, "Terima kasih, [Name]-chan!"
Aku menatap nanar jalanan yang semakin memutih oleh timbunan salju. Mungkin aku memang berada di sebelahnya. Sedekat itu. Namun, dia terasa semakin jauh. Dan, aku merasa lebih kesepian dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
"Yuuta-kun, apa kau bisa berhenti saja merilis video khusus minggu ini?" pintaku berjalan lebih cepat dan berada di hadapannya.
Mendengar permintaanku, Yuuta mengerucutkan bibirnya. Ia tidak tampak senang dengan ucapanku barusan. Aku hanya ingin kami meluangkan waktu bersama-sama saat waktu luang tanpa harus teralihkan dengan dunia maya itu.
"[Name]-chan, penontonku menunggu-nunggu rilisan video terbaruku minggu ini. Jadi, aku tidak bisa."
Senyum lemah kutarik saat Yuuta menjawab demikian. Dasar bintang sekolah satu ini. "Baiklah."
Setelah itu, aku tidak pernah pergi dan pulang bersamanya.
Aku tidak ingin mengemis perhatian pemuda itu.
the star's problem - ashuu yuuta
"[Name] yang paling tahu bahwa aku selalu mudah tersesat. Kau selalu menuntunku kembali."
"Sekali berhenti, semuanya takkan sama lagi. Apa tidak apa-apa?"
"Tidak apa. Kehilanganmu lebih buruk."
"Kenapa demikian?"
"Karena jika aku tersesat tanpamu, mungkin aku takkan pernah kembali."
B-Project © MAGES
Story © agashii-san
.
.
.
Yuuta selalu menjadwal waktu rilisan video rutin. Seminggu dua kali. Konten apa yang disajikan? Rata-rata random. Syukur-syukur berfaedah, sisanya lebih tertuju sebagai video hiburan.
Alasanku perang dingin dengan Yuuta tentu tidak berakhir meneteskan air mata. Walaupun banyak lelaki yang akan berasumsi bahwa air mata adalah senjata wanita, tapi aku tidak demikian. Alih-alih menangis, aku lebih merasa kesal.
"[Name]-san!" tegur dua gadis yang merupakan teman sekelasku. Aku tidak begitu mengenal mereka karena jarak tempat duduk yang selalu dipasangkan berjauhan.
"Ada apa?" tanyaku menekan tombol kunci layar ponselku.
"A-ano, [Name] 'kan dekat sama Yuuta-kun. Boleh tidak minta dia subscribe kami balik? Kami sudah menulis nama akun di kertas ini, jadi tinggal diserahkan kepadanya."
Masa-masa perang dinginku dengan Yuuta masih berlangsung. Walaupun tidak sedang berselisih sekali pun, aku cukup enggan mengiyakan permohonan mereka. Bukan karena aku sombong. Bukan karena aku pelit. Hanya saja, kelihatan sekali kedua insan itu ingin panjat sosial dari eksistensi Yuuta.
"Minta saja dengan orangnya langsung," semprotku langsung membereskan buku. Toh, sejak awal memang kelas sudah berakhir. Beberapa murid belum meninggalkan kelas untuk menyalin catatan yang disajikan dari papan tulis.
"Tolong, ya?" pinta salah satu gadis itu memajukan bibir bawahnya.
"Tidak," jawabku tegas, "kalian meminta bantuan kepada orang yang salah."
Tidak mempedulikan cemoohan dan gunjingan yang siap berseliweran di belakang, aku meninggalkan kelas dalam diam. Ini dampak yang kualami karena berteman dengan orang populer. Dikejar-kejar bukan karena niat tulus, tetapi karena ingin berseri seperti bintang. Jumlah teman yang bersama Yuuta semakin bertambah, tetapi tidak denganku. Temanku tidak banyak, bahkan bisa dihitung dengan jari dan rata-rata berpencar ke kelas lain.
"Tumben sendirian?"
Ya, Tuhan. Salah satu penyebar kepopuleran yang kukenal sebagai rubah. Nama aslinya Aizome Kento. Dia berteman akrab sejak Yuuta dikenalkan oleh sebuah aplikasi video jejaring sosial yang mendunia. Kalau aku ingin menyalahkan pihak, tentu saja rubah ini masuk urutan teratas. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Rubah itu pun pasti tetap cuek bebek.
"Bukan urusanmu," jawabku ketus.
"Di kelas tadi, Yuuta banyak diam, lho. Biasa istirahat dia tetap akan datang ke kelasmu dan pergi kantin bersama. Tapi hari ini ia menyuruhku titip beli puding pelangi," cerita Kento tanpa kuminta - tetapi tetap saja kudengar.
"Aku dengar dia sedang sibuk membuat video minggu ini. Bahkan sampai menolak permintaan yang jarang kulakukan," sambungku sedikit bersarkas - siapa tahu dia terciduk - dan kalau saja Kento peka.
"Permintaan apa?" tanya Kento berhenti melangkah.
"Aku ingin kami jalan-jalan berdua di hari minggu ini."
"Kencan? Wah, wah," sahut Kento mengedipkan sebelah manik. "Perlu bantuanku?"
Aku tertegun sejenak. Ternyata Kento berpihak kepadaku. Kukira karena ia sesama penyedia konten video, maka hobi Yuuta akan jadi prioritasnya.
"Serius, apa kau ingin membantuku?"
Pemuda berambut biru itu manggut-manggut. "Aku tak bisa membiarkan seorang gadis bersedih terlalu lama. Apalagi karena dia temanku."
Terkekeh, aku menepuk punggung Kento. "Terlepas kemampuan penebar feromon, kau pengertian juga."
Menata poni yang dimodel bergelombang, Kento berucap, "Bukan karena aku yang menebar. Gadis-gadis yang datang kepadaku."
Berdecak, aku melangkah lebih cepat. "Terserahmu saja. Jadi, idemu apa?"
Kento merapatkan diri kepadaku, lalu berbisik. Ide yang sederhana, tetapi mungkin dengan bantuan, semua bisa berjalan lancar. Seperti melempar batu demi mendapatkan dua burung; Yuuta bisa membuat video dan aku bisa menghabiskan waktu luang bersamanya.
× × ×
"Kita ... kumpul di sini?" Pemuda berambut ikal merah muda itu mengerjap bingung. Kento hendak menarik tongkat selfie untuk menyangga ponsel ditemani Kaneshiro Goushi. Teman sekelas Kento dan Yuuta yang berencana ingin membeli gitar baru. Kento mengajak mereka.
"Kenapa aku harus bersama kalian?" tanya Goushi tampak gusar. "Aku bisa pergi sendiri."
Yuuta mengerucutkan bibir. "Jalan-jalan lebih terasa menyenangkan jika bersama. Ya ... walaupun sebenarnya aku juga tidak ingin keluar rumah dan buat video di dalam rumah saja."
"Niatku cuma lihat-lihat, habis itu aku ingin langsung balik ke studio."
Kento menghela napas. "Kaku amat hidup kalian. Berkumpul sesekali tidak masalah, 'kan?"
Samar-samar interaksi itu terdengar olehku yang sedang berada di balik dinding etalase toko sepatu. Apa aku sudah boleh menghampiri mereka? Entah kenapa, aku jadi kurang percaya diri.
"Aku tahu kau ada di sana dari tadi, jadi keluarlah [Name]-chan," ucap Yuuta menoleh ke arah dinding yang menopang ragaku.
Bulu kudukku meremang. Apa dia sadar sendiri atau karena diberitahu Kento, ya? Berdasarkan interaksi sebelumnya, kurasa opsi kedua lebih memungkinkan. Ah, seharusnya aku langsung datang saja. Bukan sembunyi-sembunyian seperti ini!
"Su-sudah lama menunggu ya?"
"Kakaaaak! Ayo kami temani."
"Ikemen daaaa! Main sama kami, yuk!"
"Kakak yang itu judes, tapi cool yah!"
Sekitar lima perempuan bergerombol menghampiri Yuuta, Kento, dan Goushi. Aku mundur dua langkah agar tidak menabrak mereka. Tidak mengelak, aku tahu jika ketiga pemuda itu memiliki daya tarik yang unik. Terbayang saat aku berjalan bersama mereka, aku tak lebih dari puing abu.
Kento mengibas poni, lalu merangkul bahu Goushi. "Kami akan main sama kalian, jadi antre sini. Kakak rambut pink jangan diganggu dulu, ya. Dia ada urusan."
"Kenken?" Yuuta menunjuk diri. "Loh? Aku? Urusan?"
Manik merah Goushi menyala dengan sorotan tajam "Aizomeeee! Sialan kau! Mingiiir kalian!"
Memasang ekspresi innocent, Kento justru membalas dengan wink yang disahut meriah oleh jeritan kaum hawa. Aku tahu tingkah Kento barusan disengaja karena Yuuta "tidak diajak". Aku berjanji akan menolong Kento lain waktu.
"[Name]! Ayo pergi!" Yuuta melepas diri dari kerumunan. Terdesak oleh suasana padat, ia langsung meraih sela-sela jemariku. Kami berlari meninggalkan mereka, lalu memasuki pusat perbelanjaan lebih dalam.
Genggaman itu terasa hangat. Hanya saja, efeknya menimbulkan jantungku berdesir aneh. Aku takut bunyi detak jantungku terdengar Yuuta. Tapi jika Yuuta sadar, aku bisa mengarang alasan karena kami berlari.
Demi menutupi perasaan sukaku kepadanya.
× × ×
"Sudah tidak dikejar lagi, 'kan?"
Jalanan di dalam pusat perbelanjaan masih dilalui sejumlah pejalan kaki. Tidak sepadat tadi sehingga mereka bisa berjalan lebih santai. Suatu kelegaan hakiki untukku karena tak perlu berlari lebih lama lagi.
"Sudah aman," jawabku memegang lutut dengan napas terengah-engah.
"Aku berharap Kenken dan Gochin akan baik-baik saja," tukas Yuuta tampak khawatir.
Aku menunduk. Sekarang hanya tersisa kami berdua. Karena rencana Kento, tanpa sepengetahuan Yuuta. Ia secara tak langsung jadi terpaksa ke sini.
"Yuuta-kun, gomen ne. Seharusnya kau di rumah saja dan merekam video. Bukan dikejar-kejar seperti ini. Kalau kau ingin pulang sekarang juga tidak apa-apa."
Tangan Yuuta yang berawal bebas beralih memegang bahuku. "Jangan minta maaf. Aku bisa membuat video lain hari. Toh, kita sudah lama tak bersama-sama selain di sekolah."
Seorang pelayan toko menawarkan brosur berisi crepes cokelat dengan topping stroberi dan pisang. Menu itu terkesan menggiurkan. Aku bertaruh laki-laki itu juga ingin kudapan ringan, apalagi jika ditambah segelas parfait. Dan benar saja, Yuuta memasang tatapan berbinar. Mencicipi es di musim dingin seolah bukan perkara.
"Kita makan itu, yuk!" ajak Yuuta yang tentu saja tak bisa kutolak.
Aku mengekor dari belakang. Suasana interior kafe itu didesain secara minimalis dengan latar warna putih-hitam. Kurang dari dua puluh menit, pesanan kami telah hadir di atas meja. Sembari menunggu, aku menyadari Yuuta sedang membalas komentar penonton setianya. Dalam diam, aku mengunyah crepes yang meleleh di indera pengecap.
"Tunggu, tunggu," cegat Yuuta mengusap pinggir bibirku yang cemot oleh whipped cream dengan ibu jari. Tak canggung sama sekali, ia langsung menjilat krim yang menempel di jari.
Aku tahu dia kekanakkan dan naif, tapi tetap saja tingkahnya tergolong membahayakan jantungku. Sekalipun dia teman kecilku.
"Kau ... bisa memberitahuku," kataku langsung menyeka lagi bagian pinggir bibir lain yang tidak diusapnya. Tidak ada jejak krim lagi di sana.
"Begini lebih cepat."
Tidak membantah lebih lanjut, aku mengeluarkan sekotak merah berbalut pita hijau. Kado yang sudah lama ingin kuberikan. Ulang tahunnya telah berlalu seminggu lebih.
"Ini?" Yuuta meraih kotak itu, lalu membuka isinya - sepasang sarung tangan berwarna merah jambu.
"Memang sudah terlambat untuk memberikan ini," jawabku menyelipkan helaian rambut ke sisi telinga.
Ia langsung memakai sarung tangan itu, tepat di hadapanku. "Tidak apa. Jadi, apa ini artinya kau sudah tidak marah lagi?"
Aku tergelak. Karena perselisihan saat itu, aku sengaja menarik diri dan sampai disadari Kento. Yuuta menyadari hal itu. "Be-begitulah."
"Syukurlah," kata Yuuta tersenyum hangat.
× × ×
Hari itu, aku ingin waktu berhenti. Semakin dekat dengan pemuda itu, aku mulai merasakan keserakahan. Apa hanya karena semata-mata aku mengenalnya lebih lama? Demi keegoisan yang kuinginkan pada hari itu, semua berlalu secepat embusan angin. Semua masa bahagia itu terjungkir balik menjadi mimpi buruk. Yuuta yang selalu disenangi murid di sekolah mulai dijauhi keesokan harinya. Tidak ada adik atau kakak kelas yang menyapa, bahkan lorong sengaja dibiarkan menyepi.
"Buruk sekali tindakannya."
"Habis manis, sepah dibuang."
Aku mengernyitkan dahi saat mendengar cemoohan murid-murid yang melewati arah berlawanan denganku. Kakiku melangkah lebih pelan ketika melihat mading sekolah terpampang berita yang tak menyenangkan. Dari artikel yang ditempel terdapat foto Kento dan Goushi yang sedang dikerubungi gadis-gadis kemarin serta Yuuta yang berlari denganku. Wajahku memang tak terlihat jelas sebab tertutup oleh bahu Yuuta.
Lupa Kawan, Sang Bintang Sekolah Kabur Bersama Kekasih?
Norak sekali judul artikel itu. Aku tahu klub jurnalis membutuhkan topik mingguan, tetapi Yuuta malah menjadi fitnahan mereka. Tanpa kebenaran yang pasti, mereka seenaknya mengarang dan merusak reputasi seseorang. Geram, aku langsung merobek artikel itu.
Kertas-kertas itu berakhir tercecer di atas lantai.
Terlepas dari ulah klub jurnalistik, apa ini salahku?
Kalau aku tak memaksakan kehendak untuk memberikan kado kepada Yuuta, apa fitnah ini takkan terjadi?
"[Name]-chan, berhentilah," tegur Yuuta yang entah sejak kapan berada di belakangku.
Aku menoleh sembari berkata, "Kau tak mau menjauh dariku?"
Yuuta menggeleng cepat. "Kenapa?"
"Semua orang akan membencimu karena artikel bodoh itu. Kau dianggap jahat oleh mereka. Mereka yang seenaknya menilaimu begini dan begitu tanpa mengetahui kebenaran-"
"Anggap saja sekarang mereka sedang tersesat, sepertiku. [Name]-chan yang paling tahu bahwa aku selalu mudah tersesat. Kau selalu menuntunku kembali."
"Karena hal ini, semua takkan lagi sama. Apa tidak apa-apa?" tanyaku berusaha meyakinkan Yuuta sekali lagi.
"Tidak apa. Kehilanganmu lebih buruk," jawab Yuuta mengacak rambutku.
"Kenapa demikian?" tanyaku lagi, menatap iris ungu Yuuta lekat-lekat.
Beralih dari rambutku yang awut-awutan, Yuuta lantas mencubit kedua pipiku.
"Karena jika aku tersesat tanpamu, mungkin aku takkan pernah kembali."
× × ×
O m a k e
× × ×
Sebagai sahabat dekat, Kento tak tinggal diam. Ia memberikan klarifikasi melalui video dari channel-nya langsung. Pernyataan Kento ditonton banyak murid dan perlahan gunjingan berita tersebut mulai berkurang. Perilaku yang tidak bertanggung jawab oleh klub jurnalistik langsung segera ditindaklanjuti. Sejak berita kebohongan itu dirilis, Yuuta tidak merilis video apapun. Dan karena kabar buruk yang berangsur-angsur berkurang, Yuuta memberanikan diri lagi merilis video.
"Apa kau yakin akan melakukan live streaming denganku?"
Yuuta mengangguk paham. "Tentu saja. Kita akan mulai dalam waktu tiga puluh detik."
Aku menggaruk tengkuk. "Walaupun tidak bertemu langsung, aku jadi agak malu."
Rencana video ini: membuat dan mukbang shabu-shabu bersama. Beberapa mangkuk daging serta sayuran dipajang berjejer. Tak lupa, kami menaruh hotpot berisi air garam di tengah meja. Yuuta menyapa penonton dari layar, disambung olehku yang (sepertinya) canggung melambaikan tangan. Sambil menunggu daging hampir matang, Yuuta mengaduk kuah secara perlahan.
"Supaya kau tidak penasaran, aku akan menjawab alasan mengajak rekaman video bersama," tutur Yuuta memulai topik baru.
"Katakan kalau begitu," sahutku mengecilkan api kompor.
"Karena ... hap." Yuuta menyumpit daging ayam yang matang di dalam hotpot. "Aku ingin mereka tahu bahwa orang yang kusukai ada di sini."
Aku mengerjap bingung, hampir menjatuhkan mangkuk. "Heeeeh- Y-Yuuta-kun suka?"
"Kalau mereka tak suka denganku karena hal itu, mereka berhak menjauh. Tapi mereka tak berhak menyakitimu. Oleh karena itu, apa [Name]-chan juga suka?"
"H-haaah? Omong-omong, pindahkan dulu ke mangkuk terpisah! Jangan dimakan langsung begitu," kataku mengalihkan pembicaraan sembari memalingkan wajah.
Yuuta mengerucutkan bibir. "Bagaimana? Kalau tidak dijawab, maka [Name]-chan harus menghabiskan shabu-shabu ini sendirian."
"Iya, iya! Aku menyukaimu!" jawabku ngeri karena tak mau berselisih lebih lanjut.
Tanpa aba-aba, Yuuta langsung merengkuhku dari belakang.
"Uwaaaa! Aku senang sekali~"
Aku tersenyum lebar, giliran mengisenginya. "Karena aku sudah menjawab, jadi giliranmu makan seluruh shabu-shabu ini, 'kan?"
Yuuta menganga kaget. "E-eeeh? Kok jadi begitu? Harus sama-sama, pokoknya!"
Dia, Ashuu Yuuta, si teman kecilku.
Aku, gadis yang menyukainya.
Merasa lebih bahagia dan dilipuri kehangatan.
Melebihi musim dingin tahun-tahun sebelumnya.
- Fin -
Author note:
Setelah sekian lama, aku bisa menulis lagi tentang Yuuta! Bisa rilis enam dari empat belas cerita lepas membutuhkan waktu yang panjang ... ya, tepatnya aku banyak utang sana-sini, sih www :0
Masih sisa dua anggota THRIVE. Plz ku dilema ini ...
So, pembaca terkasih, pengennya Goushi or Kento dulu nih? ;3
Setelah keduanya, KiLLER KiNG akan menyusul! ~
Sincerely,
Agachii
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro