Halu Daily [8]
Biasanya, setiap awal chapter selalu dibuka dengan kerusuhan para penghuni rumah Halu. Namun, pagi ini tidaklah demikian. Justru keheningan dan ketenanganlah yang menyelimuti suasana rumah Halu kala embun pagi menetes ke atas permukaan tanah.
Siapa yang menyangka jika pagi yang berbeda ini rupanya dikarenakan oleh para penghuni rumah Halu?
Ya, faktanya saat ini memang seperti itu.
Pintu kamar milik Mars adalah pintu yang pertama kali terbuka pagi ini. Pemiliknya keluar dari sana sambil mengucek matanya secara perlahan. Mars mengedarkan tatapannya ke seluruh penjuru rumah. Namun, ia tidak menemukan siapapun di sana. Hanya ada dirinya yang masih memakai piyama dengan gambar wajah Tsukinaga Leo di bagian depannya.
"Lho? Tumben sepi."
Pas sepi heran, pas rame disuruh sepi. Maunya apa—.g
Sepinya rumah Halu pagi ini membuat Mars merasa curiga. Apa yang sebenarnya terjadi saat ini? Apakah ia akan diberikan sebuah kejutan lagi? Tidak, itu hanya halu. Pasalnya ulang tahun dirinya itu sudah lewat beberapa bulan yang lalu.
"Sejak kapan kita pelihara kucing?!"
Seruan itu membuat Mars menoleh ke sumber suara. Di sana, Wina—guru di rumah Halu yang sebenarnya gak pinter-pinter amat—sedang mengernyit heran. Di hadapannya terdapat beberapa ekor kucing dengan warna bulu yang berbeda-beda.
Pemandangan langka bin ajaib itu membuat Mars mendekati Wina. Mengikis jarak yang terbentak di antara mereka. Bagai memutuskan garis tak kasat mata yang bisa dihitung jaraknya dari sebuah titik ke garis tersebut. Hanya perlu menarik garis yang tegak lurus dengan garis itu.
Maaf, narasinya melenceng ke pelajaran matematika wajib—
"Kamu mungut mereka, Win?" tanya Mars spontan.
"Nggak, Mars. Aku ngurus diriku sendiri aja udah susah. Gimana mau ngurus kucing yang berbiji-biji kek gini?" jawab Wina tanpa berpikir panjang. Toh memang begitu kenyataannya.
Mendapati Mars yang diam, Wina pun mengangkat bicara. "Aku kira kucing-kucing ini kamu yang bawa, Mars. Tapi, kayaknya spekulasiku itu salah karena pertanyaanmu tadi."
"Bener. Aku gak bawa kucing-kucing ini. Justru aku baru liat mereka sekarang." Mars pun memasang gestur berpikir. Bukan dirinya dan juga bukan Wina yang membawa para kucing itu. Lalu, siapa pelaku yang tidak bertanggung jawab ini?
Salah satu kucing itu tiba-tiba mengeong. Wina pun berjongkok untuk memperhatikannya dari dekat. Kemudian ia mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali. Tampak mengerti dengan apa yang si kucing katakan. Atau pura-pura mengerti? Yang kedua lebih masuk akal.
"Katanya, dia butuh kertas sama pensil atau pulpen."
Perkataan Wina barusan membuat Mars membelalakan matanya. Ya jelas Mars kebingungan. Sejak tadi, tuh kucing cuma ngang ngong ngang ngong gak jelas. Eh, tiba-tiba Wina justru menerjemahkannya menjadi sebuah kalimat yang semakin tidak masuk akal.
"HAH?! KUCINGNYA BISA NGOMONG?!"
Salah satu penghuni rumah Halu yang lain tiba-tiba menampakkan dirinya. Ia mengklaim bahwa tikus got Rusia itu adalah miliknya. Bahkan, yang sedang mengetik narasi ini pun harus mengalah.
Untung aku baik kek angel. - Wina
"Shan, coba kamu tolong ambilin kertas sama pensil atau pulpen. Seketemunya aja apa." Mars pun langsung menitahkan Shan. Yang dititah mengangguk paham dan segera melaksanakannya.
"Ini bukan prank 'kan?"
Itu bukan Shan yang bertanya. Melainkan pemuja Diavolo yang pernah minta dibuatin fanart bareng doi. Tapi yang dimintainnya belum buat fanart-nya karena lupa.
"Kak Wina ngerti bahasa kucing?" lanjut Sharon.
"Ngerti. Litttle-little I can-lah. Tiap hari aku 'kan ngobrol sama Peke J," jawab Wina yang semakin membuat Sharon tidak yakin.
"Peke J itu siapa?"
"Kucingnya maz Cipuy," sahut Wina singkat.
"KOK AKU GAK DIAJAK?!"
Entah dari mana, Nata muncul dengan muka bantalnya. Bukan di mukanya ada bantal, tapi maksudnya muka orang baru bangun tidur.
"Emang kamu mau ngobrol sama kucing? Nanti yang ada kamu ngang ngong ngang ngong doang lagi."
"GAK GITU! Ngobrol sama Cipuy-nya juga bisa 'kan?" seru Nata memaksa.
"G. Aku yang gak mau. Makasih dan sama-sama," ucap Wina final.
Pada akhirnya Nata hanya pundung di pojokan. Tidak, itu hanyalah hoax.
"Nih Kak kertas sama pensilnya."
Shan pun kembali dengan kertas dan pensil di tangan. Mungkin itu miliknya. Atau nyolong milik penghuni rumah Halu yang lain. Entahlah, hanya Shan dan Tuhan yang tahu.
"Oke, makasih Shan," sahut Mars sopan tidak seperti penghuni yang lain.
"Ngomong-ngomong, kok sekarang sepi banget ya? Pada ke mana?" Nata yang sebelumnya dikabarkan sedang pundung di pojokan tiba-tiba bersuara bagaikan alarm di pagi-pagi buta.
"Nggak tau. Aku kira lagi pada sibuk." Sharon menyahut sambil bergerak ke sofa dan duduk di sana. Disusul oleh penghuni rumah Halu yang lain. Para kucing itu pun dibawa oleh mereka.
"Kok kucing yang ini rusuh banget sih?!" protes Wina kala kucing di dalam dekapannya itu tampak menggeram dan menunjukkan cakarnya.
"Fix, dia ngajak gelud sama Kawin," celetuk Nata.
"Kawin sama siapa?" tanya Mars tiba-tiba.
"Bukan gitu, Kak. Maksudku, Kak Wina," jelas Nata tapi gak jelas-jelas amat.
Beruntung Mars itu cerdas. Jadi ia langsung mengerti perkataan Nata begitu saja tanpa bertanya lebih lanjut.
"KAK KEY SEJAK KAPAN DI SITU?!" seru Shan tiba-tiba mengejutkan para penghuni Halu lainnya. "LHO, KOK KAMU JUGA SHI?!"
Sejak tadi, dialog Shan hanya berisi teriakan bin jeritan, ya—🚶♀️
"Kita emang dari tadi di sini kok. Cuma kalian sibuk sama para kucing itu jadi gak sadar," ujar Key kalem. Iya, kalem.
"Hai kalian," sapa Shi yang diangguki oleh penghuni rumah Halu yang lain.
"Kok aku gak disapa?"
Sontak mereka semua menoleh ke arah seseorang yang mengaku pernah bermimpi tentang Hideya. Makanya, ia ingat terus mimpi itu. Siapa lagi kalau bukan Shaa?
"Maaf, kamu gak keliatan."
Siapa yang mengatakan kalimat itu? Benar sekali. Sharon adalah jawabannya.
"Sudah, sudah. Mendingan sekarang kita lihat dulu mereka (para kucing) mau ngapain," ujar Mars memadamkan api pertempuran.
Rupanya pensil dan kertas itu digunakan oleh kucing yang sama dengan kucing yang berbicara dengan Wina tadi. Sekaligus menjadi kucing yang dibawa oleh Wina sambil merontah-rontah. Kalau kata Nata sih, tuh kucing mau gelud. Tapi ingat, perkataan Nata sering gak sesuai fakta.g.y
"Gambar apaan tuh?"
Pertanyaan Shan itu membuat para penghuni rumah Halu menatap ke arah kertas yang dibawa oleh Shan tadi. Gambar yang tertera di sana bukan gambar legend berupa dua buah gunung segitiga dan sawah di tengah-tengahnya, melainkan sebuah bola yang bulat.
Ya, iyalah bulat. Emang ada yang kotak? Maaf, ini bukan kepalanya Adudu.
"Serem juga kucingnya bisa gambar njem," komentar Shaa. Komentarnya itu mendapatkan delikan maut dari si kucing berbulu hitam itu.
Cukup seram, tapi Shaa tidak merasa takut. Selow aja dia mah. Kucingnya Shaa yang bernama Lily saja malah takut sama Shaa. Ya... yang modelan kek begini sih justru kecil buat dia.
"Kenapa kucingnya gak ngomong aja ya? Kan tadi dia bisa ngomong sama Kak Wina," ujar Shi memecahkan keheningan serta menghentikan narasi tentang Shaa yang menakut-nakuti kucingnya sendiri.g
"Hmm... Nggak tau juga kenapa. Mungkin karena ada hal yang gak bisa dingang ngong ngang ngong?" Wina menjawab dengan wajah yang serius.
Jujurly, Nata justru ngaceng (dibaca: ngakak kenceng) ketika ia melihat Wina yang wajahnya terlihat serius tetapi perkataannya malah ngebadut.
Anjay, udah pro bahasa Jaksel sekarang.
"AHAHAHAHAHAHAHA. Aduh, capek." Nata menitikkan air matanya. Terharu karena effort Wina dalam mengbadut dengan wajah serius.
"Bisa jadi," celetuk Key.
"Terus apaan yang gak bisa dikasih tau ke kita?" Shi tiba-tiba bertanya lagi setelah diam selama dua menit tiga puluh satu detik.
"Kan kita gak dikasih tau, Shi. Gimana kita mau tau?" Sharon menyahut. Memang benar perkataannya. Shi nih malah ngadi-ngadi.
"Katanya kita disuruh cari benda ini."
Perkataan Wina itu menghentikan napas—bukan—maksudnya aktivitas yang sedang berlangsung tadi. Kini fokus mereka semua tertuju pada benda yang berbentuk bulat pepat seperti Bumi, gepeng seperti husbu, dan tidak berbobot seperti sinetron Indo*siar itu.
"Coba kita cari bendanya sekarang," ujar Mars.
"Oke," sahut mereka tidak bersamaan.
Alhasil, para penghuni rumah Halu mencari ke seluruh penjuru rumah. Berusaha menemukan benda yang tidak jelas bentuknya namun dibutuhkan itu. Well, mereka semua berharap agar benda itu bisa menjelaskan mengapa rumah Halu tampak sepi hari ini.
***
"Ini bukan sih?"
Setelah beberapa saat mencari kepastian yang hilang, suara milik Shi membuat perhatian para penghuni rumah Halu tertuju ke arahnya. Ia berjalan ke ruang tengah dan disusul oleh yang lainnya.
Benda yang sebelumnya berada di tangan Shi kini berpindah ke atas meja di ruang tengah. Mungkin kalian yang sedang baca merasa bingung mengapa Shi bisa menemukannya dengan mudah. Supaya kalian tidak ngang ngong ngang ngong, maka akan dijelaskan setidak rinci mungkin.
"Karena bendanya ini tuh terang banget kek cahaya Ilahi, jadi gampang ditemuinnya. Aku nemu di tengah jalan tadi. Mungkin ada yang ngejatohin atau gimana. Aku gak tau," jelas Shi disingkat-singkatin kek pas ditanya sama guru kenapa gak kerjain tugas. Padahal deadline-nya pun gak ada.
Mars mengangguk-angguk mendengar penjelasan Shi. Yang lain pun reaksinya tidak jauh berbeda dengan Mars. Memasang tampang mengerti meskipun di dalam hati sedang ngang ngong ngang ngong.g
"Terus sekarang kita ngapain?" tanya Sharon.
Pertanyaan itu seketika membuat otak para penghuni rumah Halu di sana mendadak digunakan. Kecuali Mars dan Key. Mereka memang selalu menggunakannya 24/7.
"Ngang ngong ngang ngong?" celetuk Wina.
Lagi-lagi Nata tertawa. Nggak tau karena dia retjeh atau gimana. Tetapi setiap Wina membuka suara, tuh anak selalu tertawa.
Kepada Saudari Nata, kadar konsentrasi keretjehan Anda sudah melebihi dosis yang dianjurkan. Mohon dikurangi. Terima kasih.
Tetapi, tidak apa-apa. Setidaknya ada yang tertawa di dalam cerita ini meskipun sebenarnya karena terlalu retjeh, mungkin.
"Win, coba kamu tolong ajak kucingnya ngobrol lagi," usul Mars. Memang hanya ia dan Key yang masih sehat di sini. Yang lain perlu ke dokter. Tapi biayanya gak ada karena mau dipakai beli rumah Halu yang baru.g
"Oks," sahut Wina.
Itu bukan typo, Sayang. Emang kek gitu ngomongnya. Btw, ini bukan bahasa Jaksel, tapi bahasa Wina.
Selama beberapa saat mereka hanya memperhatikan Wina yang tampak mengerti apa yang si kucing katakan. Di telinga mereka hanya terdengar seperti: "Meong, meong, ooo kawaii koto"—.g. Hanya terdengar seperti suara kucing biasa. Tanpa ada kata-kata yang bisa dimengerti.
"Katanya mereka cuma disuruh diem aja di depan benda tadi," ujar Wina setelah ia selesai berbincang-bincang dengan kucing tadi. "Hmm... kok mereka bisa tau harus ngapain, ya?" gumamnya.
"Mungkin ada yang spoiler," celetuk Shan.
"Kasian di-spoiler," timpal Nata sambil berdecak berkali-kali macam cicak.g
Para kucing itu pun mulai diletakkan melingkari benda tadi. Anehnya, benda tersebut bersinar semakin terang kala didekati oleh para kucing itu. Well, kejadian-kejadian aneh seperti ini sudah menjadi hal yang wajar di rumah Halu. Lama-kelamaan pun kalian pasti akan terbiasa. Coba aja tinggal di rumah Halu selama seminggu. Dijamin betah. Sike.
"Pegel juga jadi kucing dari tadi."
Suara yang sudah dikenal oleh mereka itu tiba-tiba terdengar dan memaksa masuk untuk diterima di dalam otak mereka. Naomi berdiri di sana. Tidak hanya dirinya saja, melainkan juga terdapat Alexa, Yuna, Runa dan juga Rei. Mereka tampak planga-plongo kayak monyet (PPKM).g
Kebingungan tercetak dengan jelas di wajah mereka. Bagaikan seekor anak ayam yang baru menetas dari telurnya. Gak tau hubungannya apa, tapi narasi ini ditulis supaya jadi estetik.
"LHO KALIAN?!"
Lagi-lagi Shan berseru dan membuat semua perhatian teralihkan ke arahnya. Tentu saja mereka mengkaget. Wong tadi adem ayem.
"Iya, tadi kita jadi kucing," jelas Naomi singkat.
"Kok bisa? Kalian abis ngapain?" Mars bertanya menuntut sebuah penjelasan.
Sebenarnya mereka pun bingung akan hal apa yang baru saja terjadi. Jangan kasih tahu Mars. Nanti Mars ngamok.
Namun, skill improvisasi milik Yuna mendadak berguna di sini. Sebelumnya sih gak guna. Malah emang gak pernah berguna.
Maaf, aku hanya menyatakan fakta, Yun.
"Tadi tuh kita lihat benda yang kalian temuin itu di gudang. Kalian semua sih belum bangun dan kita cuma berlima. Tapi nggak tau gimana caranya, benda itu tiba-tiba bersinar dan mengubah kita jadi kucing," jelas Yuna 4/3 x π x r³ menjadi rumus volume bola.
Yang mendengarkan pun mengangguk-angguk paham. Semoga mereka benar-benar paham dan nggak pura-pura cuma biar keliatan pinter.
"Pantesan rumah Halu sepi banget hari ini," celetuk Sharon tiba-tiba. Ya... namanya juga nyeletuk, pasti tiba-tibalah.
"Terus kenapa kalian butuh kertas sama pensil? Padahal kalian bisa ngomong untuk mintol diambilin kertas + pensilnya," tanya Wina.
Emang nih anak sering bikin keadaan makin rumit. Udah bagus mereka semua balik jadi ningen. Eh, nih anak malah nanya-nanya hal yang sebenernya gak perlu ditanyain. Tapi, perlu juga.
"Kita gak bisa bilang ke kalian. Tadi pun aku udah nyoba dan tetep gak bisa. Nggak tau kenapa, mungkin emang begitu," jawab Naomi.
Wina seketika menyadari sesuatu. "Jadi, Kak Naomi yang ngobrol sama aku ya?!" serunya. "Pantesan Kakak ngamok pas digendong sama aku," tambahnya sambil manggut-manggut.
"Ternyata begini rasanya digendong sama orang yang kutandai sendiri," gumam Naomi pelan.
Wina justru tertawa. Jujurly, dia sih bodo amat mau ditandai atau nggak. Yang penting saudara-saudaranya itu telah kembali menjadi ningen dan rumah Halu pun menjadi ramai.
"Kenapa kamu pegang benda itu sih, Yun?" Alexa tiba-tiba kebagian dialog. Dan dialognya itu langsung ngajak gelud Yuna.
Tentu saja Yuna protes. "'Kan kita lagi bersih-bersih gudang, Lexa. Pasti barang-barangnya kupeganglah. Tapi masa Yuna yang perpek kek gini jadi kucing sih." Ia cemberut di akhir kalimat.
Masih mending jadi kucing. Aku buat jadi dino mau?
"Runa mau makan pudding cokelat!"
Runa yang imoed nan menggemaskan itu bodo amat sama pergeludan yang bakal terjadi. So, ia cuma ngacir ke dapur dan buka kulkas. Tempat di mana semua pudding kesukaannya itu berada. FYI, di sana juga ada cokelat yang dibelikan oleh Wina. Seingetnya sih Runa itu udah oleng dari pudding ke cokelat. Daripada nanti Runa ngidam mau makan cokelat malem-malem buta, mending distok dulu sekarang, menurut Wina begitu lebih baik.
"Makan yuks. Laper," celetuk Wina.
"Lah iya juga ya. Kita belum makan apa-apa dari tadi," tambah Shan.
"Wong kita sibuk nyari benda itu. Gak kepikiran sama sekali buat makan," timpal Shi yang kebetulan lagi ngipas.
Tiba-tiba saja Mars datang dengan sebuah nampan di tangannya. Ia meletakkan nampan tersebut di atas meja tepat di ruang tengah. Tentu saja para penghuni rumah Halu serempak mengintip apa yang dibawa oleh Mars.
Rupanya itu adalah makaroni panggang dengan jumlah yang cukup untuk masing-masing penghuni Halu. Nah, kebagian semua 'kan? Jadi jangan gelud.
"Kemaren aku buat ini. Tadi baru aja kupanasin di dalem microwave," jelas Mars. Mungkin ada yang bertanya-tanya mengapa tiba-tiba ada makaroni panggang padahal sebelumnya meja makan saja kosong melompong. Maka Mars menjelaskannya.
"Enak anjir," komentar Wina setelah makan satu suapan. Emang itu makanan favoritnya sih, jadi ya tetep aja enak menurutnya sekalipun wujud makaroni panggangnya item semua.
"Kak Mars emang the best!" puji Shaa sambil mengacungkan jempolnya.
Namun, siapa yang akan menyangka jika aksi Shaa itu menciptakan sebuah kejadian yang tidak disengaja. Pasalnya gelas berisi air minum yang diletakkan di atas meja tumpah begitu saja. Rumah Halu mendadak banjir air minum.
Yang terkena dampaknya paling besar adalah Nata. Karena ia duduk tepat di sebelah Shaa. Alhasil, piyama yang dikenakannya pun basah. Untung ia belum mandi. Jadi, sans saja.
"Anjim! Basah cok!"
Oh, tidak. Rupanya Nata tetap ketar-ketir juga. Tidak sans. Sans-nya dicoret saja.
"Mandi sana. Udah siang," celetuk Wina.
"Sendirinya aja belum mandi malah nyuruh orang lain mandi," balas Nata gak ngegas.
"Cuih."
Chapter Halu Daily hari ini pun diakhiri dengan Nata yang ketumpahan air dan Shaa si pelakunya yang justru sekarang lagi sibuk mengelap air di atas meja. Yang lain sih gak mau bantu karena jujurly mereka males. Yang ngetik chapter ini pun males. Alhasil mereka semua cuma kospley jadi CCTV.g
Mereka bantuin kok. Tapi, cuma bantu doa.
Pada akhirnya, rumah Halu pun kembali ramai. Ada satu amanat yang bisa diambil dari chapter Halu Daily kali ini. Mau tahu apa itu? Amanatnya adalah:
Rumah Halu tidak akan pernah sepi. Terima kasih.
***
Baru jadi admin, tapi langsung nguli—🚶♀️
Siapa? Aku. Aku itu siapa? Siapa.
Ya sudone. Terima kasih sudah baca sampe akhir. Maaf kalo jokes-nya garing karena sy bkn pelawak. Juga mmf klo kalian semua OOC di sini.
Tapi Sharon pernah bersabda:
"Sesungguhnya di situ gak ada yang OOC. Kenapa? Karena penilaian kita terhadap seseorang itu berbeda²😍."
Itu emotnya emang ngikut. Udah dari sononya—
Sy mau nguli cerita lain dulu. Bai.
- 2580 words -
Sign,
Wina, istrinya maz Cipuy.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro