Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

-P R E V A R I C A T E-

ᴛᴏ ꜱᴘᴇᴀᴋ ᴍɪꜱʟᴇᴀᴅɪɴɢʟʏ; ᴅᴇʟɪʙᴇʀᴀᴛᴇʟʏ ᴄʀᴇᴀᴛᴇ ᴀɴ ɪɴᴄᴏʀʀᴇᴄᴛ ɪᴍᴘʀᴇꜱꜱɪᴏɴ; ʟɪᴇ

ᴬ ᵖᵉʳˢᵒⁿ ᶜᵃⁿ ᵃˡʷᵃʸˢ ˡⁱᵉ ᵗᵒ ʰⁱᵐˢᵉˡᶠ,
ᵃˢ ʷᵉˡˡ ᵃˢ ᵗᵒ ᵒᵗʰᵉʳˢ

□●□●□●□●□●□●□☆

〘 Yumeno Gentaro X Miyano Kaoru 〙

╌╌╌╌╌╌╌╌╌╌╌╌╌╌╌╌╌╌


"Permisi, tuan. Ini pesanan Anda."

Pria bersurai coklat itu menolehkan kepalanya ke arah seorang pelayan yang tengah meletakkan secangkir teh kesukaannya ke meja yang sekarang ditempatinya, "Terima kasih," ucapnya seraya mengulas senyum tipis.

Pelayan itu membungkuk kecil, kemudian melangkah pergi mengantarkan pesanan-pesanan milik pengunjung cafe yang lain. Meninggalkan pria berumur 24 tahun tersebut yang dengan segera menyesap teh miliknya secara perlahan. Desahan lea keluar begitu cairan hitam yang tak terlalu pahit membasahi kerongkongan dengan sensasi hangat.

Mengalihkan pandangan, kini netranya menerawang ke arah luar jendela, memandangi salju putih yang menghiasi Kota Shibuya.

"Selamat pagi, Yumeno-sensei. Bagaimana kabar anda?"

Pandangannya teralih begitu suara yang memanggil namanya memasuki indra pendengaran. Figur seorang wanita berambut hitam sebahu dengan mantel berwarna coklat muda yang melindungi tubuhnya dari hawa dingin seketika memasuki area penglihatannya.

Tiba-tiba terbesit sebuah ide jahil dalam pikirannya, membuatnya menyenderkan punggung pada kursi, seraya mengubah suaranya menjadi seperti orang lemas, "Oh, saya saat ini sedang tidak baik. Mengetahui bahwa rumah saya dirampok tadi malam, membuat saya teramat sedih sehingga tidak bisa tidur," jawabnya sembari berpura-pura pusing dengan memijit keningnya.

Sosok wanita tersebut langsung memasang mimik terkejut begitu mendengar cerita bohong yang diucapkan oleh Gentaro.

"E-Eh?! Lalu bagaimana?! Apakah anda sudah melaporkannya kepada polisi?!" tanyanya bertubi-tubi, nadanya terdengar khawatir sekali.

Wanita yang berprofesi sebagai editor novel itu telah memakan mentah-mentah ceritanya, membuat Gentaro menyeringai tipis lantas menegakkan kembali tubuhnya kemudian berujar, "Uso desu yo, kabar saya baik-baik saja seperti biasanya." Pria bernetra emerald tersebut menyesap kembali tehnya, "Ogawa-san sendiri?"

Mengetahui bahwa hanya dipermainkan, wanita bermarga Ogawa tersebut berseru kesal, "Hei! Anda berbohong lagi!" Ogawa menyilangkan kedua tangannya, sementara Gentaro mengulas senyum lembut.

"Jadi, apakah naskahnya sudah selesai?" tanya sang editor tiba-tiba, secepatnya mengganti ke topik utama.

Gentaro menggeleng, "Bel--"

"Tolong jangan berbohong lagi, Yumeno-sensei. Kita harus menyelesaikan ini dengan cepat," potong Ogawa, tatapan serius ia lemparkan kepada pria berusia 24 tahun tersebut.

Tertawa pelan, Gentaro mengeluarkan kemudian menyerahkan beberapa lembar kertas yang berisi karya tulisnya kepada sang editor. Gentaro pun kembali menyesap tehnya yang mulai mendingin, sementara Ogawa mulai membaca lembaran tersebut satu-persatu. Keduanya sama-sama sibuk dengan kegiatannya masing-masing, sehingga hanya suara bising dari luar maupun dalam cafe-lah yang terdengar dalam atmosfer hening.

"Hm, hm. Kerja bagus, Yumeno-sensei! Karya tulis Anda hebat seperti biasa," puji wanita bernetra hitam itu. Kedua tangannya sibuk menata lembaran kertas tersebut agar terlihat rapi, "Terima kasih atas kerja kerasnya! Karena urusan kita sudah selesai, saya pamit undur diri dulu." Ogawa beranjak dari kursinya, pergi ke kasir untuk membayar minuman yang ia pesan, kemudian berjalan keluar menuju pintu cafe. Meninggalkan Gentaro dalam kesendirian.

"Hahhh ...."

Gentaro menghela napas panjang kemudian mulai menyesap teh yang tersisa sampai habis. Menumpukan wajahnya pada telapak tangan kanan, kini netra emerald-nya kembali menatap putihnya Kota Shibuya.

"DOR!"

Gentaro tersentak, seluruh tubuhnya menegang mendengar seruan tiba-tiba yang berasal dari seorang wanita yang entah sejak kapan sudah berdiri di depan meja sang novelis.

Pria bersurai coklat tersebut menghela napasnya. Lagi. Astaga, sudah berapa kali ia menghela napas hari ini?

"Lagi-lagi kau mengagetkanku, apa kau tidak tahu kalau jantungku itu lemah?" Gentaro berujar dengan suaranya yang dibuat memelas. Membuat wanita di depannya seketika memasang wajah yang datar bak papan setrika.

"Kau pikir aku akan tertipu semudah itu?" Wanita tersebut mendengus, "Jangan mimpi."

"Ya, ya, ya. Miyano Kaoru 'kan ahlinya dalam hal berbohong, maka dari itu membohonginya adalah hal yang sangat-sangat mustahil karena dia bisa dengan mudah membedakan antara mana yang bohong dan mana yang tidak," Gentaro menyeringai licik, "Benar begitu, bukan? Mi-ya-no Ka-o-ru-san?"

Tanda perempatan imajener jelas tercetak di pelipis wanita berusia 22 tahun tersebut, "Hei! Yang ahli dalam berbohong itu kau! Bukan aku!" Kaoru mendaratkan pantatnya di kursi dengan gusar, "Asal kau tahu saja, aku ini tidak pernah berbohong kepada siapa pun, mengerti?"

"Oh?" Gentaro mengerjapkan kedua matanya polos, "Berarti, soal dulu kau menghabiskan uang saku yang diberikan oleh ibumu itu tidak termasuk bohong, ya?"

Sekarang giliran Kaoru yang tersentak. Wajahnya memerah menahan malu, mengapa tiba-tiba Gentaro membahas masa kecilnya seperti ini?!

"Padahal, ibumu kan sudah berpesan untuk tidak menghabiskannya. Lalu karena takut dimarahi, akhirnya kau meminjam uangku sebanyak 30 yen."

Baiklah, Kaoru mulai kesal.

"Oh, aku baru ingat kalau kau belum mengembalikan 30 yen ku sampai saat ini, jadi--"

"SIAPA YANG MENYURUHMU UNTUK MENGUNGKIT KEMBALI MASALAH ITU, HAH?!" teriak Kaoru, wajahnya saat ini benar-benar memerah lantaran merasa sangat kesal dan juga malu.

Gentaro memiringkan kepalanya, berpura-pura menjadi lugu, "Kenapa kau kesal begitu? Aku 'kan hanya menceritakan masa kecil kita yang indah kembali."

Wanita bersurai putih itu terdiam, kerutan di wajahnya semakin bertambah lantaran rasa kesal yang tertahan. Tangannya mengepal erat, berupaya untuk tidak mengundang keributan.

"Aku pergi."


• •
• • •
• • • •
「 Prevaricate 」
•★────┅┉┅━━━━•⊱⸙•
• • • •
• • •
• •

"Kau masih kesal kepadaku?"

Kaoru memicingkan matanya, "Menurutmu?"

Kekehan kecil keluar dari mulut sang adam, perasaan puas langsung memenuhi dirinya begitu misi membuat sang hawa kesal berhasil dilakukannya. Sepertinya membuat kesal sahabat masa kecilnya itu sudah menjadi salah satu hobinya.

Dia tidak pernah berubah, huh? pikir Gentaro, memperhatikan bagaimana sang wanita sibuk melahap kuenya.

"Apa lihat-lihat?"

Untuk yang kedua kalinya, pria bernetra emerald tersebut tersentak. Rona merah tipis langsung menghiasi kedua pipinya, menyadari bahwa wajah Kaoru berada 5 centimeter tepat di depan mata.

"Ti-tidak, siapa yang melihatmu seperti itu?" jawabnya tergagap seraya mengalihkan pandangan, berusaha menghindari kontak mata.

"Kau."

Menghembuskan napas berat, Gentaro lantas beralasan, "Percaya diri sekali. Padahal yang aku lihat adalah jam kuno yang dipajang di dinding sebelah sana, bukan dirimu."

Mendengar hal tersebut, genggaman Kaoru pada garpunya mengerat. Berdecak kesal, dirinya mendengus sebal, "Berisik, dasar orang purba."

"Inikah balasan yang ku dapat setelah membelikanmu 3 piring kue kesukaanmu?"

Memutar bola matanya malas, Kaoru lantas berujar setengah hati, "Agh, iya, iya. Terima kasih."

"Berterima kasihnya yang niat, dong. Di mana tata kramamu?"

Wanita bernetra icy blue itu menghela napas lelah, "Baik, baik. Terima kasih atas traktirannya, Gentaro-sama," ujarnya seraya mengatupkan kedua telapak tangan. Layaknya tengah memuja kepada Dewa.

Membuat Gentaro tersenyum puas kemudian menggoda, "Ulangi."

"Kau ingin aku menusuk matamu menggunakan garpu ini?"



• •
• • •
• • • •
「 Prevaricate 」
•★────┅┉┅━━━━•⊱⸙•
• • • •
• • •
• •

Hari telah berganti, Gentaro kini tengah berjalan menyusuri jalanan di Kota Shibuya. Pemandangan yang masih sama seperti kemarin-kemarin, selalu menemani penglihatannya yang nampak bosan.

Kedua tangannya dimasukan kedalam lengan kosode-nya guna menambah rasa kehangatan di badan. Kaki melangkah, membawanya ke sebuah taman yang dipenuhi oleh pohon sakura yang belum mekar. Tatapannya perlahan melembut, terkesima dengan pemandangan yang berada tepat di depan mata.

Butiran salju yang turun menempel di dahan serta kuncup bunga sakura yang belum mekar, indah bak permata yang menyilaukan mata. Dikeluarkannya buku kecil bersampul hijau dari balik kosode yang menutupi tubuh putihnya. Gentaro baru saja akan menulis sesuatu di buku kecilnya kalau saja─

"Hachih!"

─sebuah suara bersin yang familiar tidak mencuri atensinya. Terdiam sejenak, kini netranya mengedar untuk mengobservasi sekitar. Berusaha menemukan keberadaan sosok figur yang telah mencuri atensinya barusan.

Tubuhnya melemas perlahan begitu pandangannya telah menemukan sosok yang dicari. Bibir yang hendak memanggil tiba-tiba saja berhenti setelah menyadari bahwa sang hawa tidaklah sendiri. Kedua matanya memicing, mencoba mencari tahu siapa sosok yang sekarang tengah bersama sang hawa.

"Ah, mereka pergi," ujar sang novelis kepada dirinya sendiri, "Ya sudahlah, paling orang itu hanya teman sekampusnya." Menggendikkan bahu, Gentaro kembali melangkah menuju ke rumah.

"Ah! GENTAAROO!!"

Tangan yang hendak membuka pintu rumahnya itu terhenti, menghela napas pendek, kepalanya ia tolehkan ke arah datangnya suara nyaring yang didengarnya barusan. Figur seorang wanita bersurai putih sebahu yang mengenakan mantel tebal berwarna biru langsung memasuki penglihatannya. Dari mimik wajahnya, Gentaro dapat menebak bahwa sang wanita saat ini tengah dilanda oleh rasa kebahagiaan yang tak terhingga.

"Jangan berteriak sekeras itu, kau tahu aku tidak tuli," omelnya seraya menjentik hidung sang lawan bicara, membuat Kaoru seketika mengaduh kesakitan.

"Aduduhduhduh! tidak perlu sampai menjetik hidungku 'ka--"

"Cepat katakan urusanmu denganku, ada tenggat yang harus ku kejar," sela Gentaro cepat.

Kaoru mendecakkan lidah. Lagi-lagi tenggat, lagi-lagi tenggat.

"Sedari dulu hanya tenggat saja yang ada dipikiranmu, ya? Sekali-kali kau itu harus bersantai, tahu. Atau kepalamu akan meledak karena panas dan kemudian tidak akan bisa digunakan kembali," ocehnya kemudian, tak tahan melihat sahabat sedari kecilnya itu selalu fokus kepada pekerjaannya.

"Aku tidak punya waktu."

"Kau pikir aku peduli dengan itu? Pokoknya kosongkan jadwalmu untuk malam ini. Aku akan mengajakmu bersantai."

Sang adam menaikkan sebelah alisnya penasaran, "Ke mana?"

Senyuman Kaoru mengembang lebar, "Tentu saja ... melihat kembang api! Ini malam tahun baru, lho! Pasti akan menyenangkan melihatnya bersama!" serunya kemudian. Matanya saat ini jelas tengah berbinar penuh semangat. Senyumannya lebar, memberikan kehangatan bak matahari yang bersinar di tengah dinginnya udara.

Rona merah dengan cepat terlukis indah di kedua pipi Gentaro. Entah kenapa, saat ini jantungnya berpacu lebih cepat dua kali dari biasanya. Mulutnya yang biasanya mengucapkan hal-hal menjengkelkan untuk menanggapi sang wanita, tiba-tiba saja kelu akan ucapan.

"Lagi pula!" Kaoru mendekatkan wajahnya ke wajah Gentaro, membuat sang adam dapat merasakan napasnya yang berhembus lembut, "Aku punya sebuah kejutan untukmu! Jadi kau tetap harus pergi bersamaku apapun yang terjadi, mengerti?" lanjutnya sembari menjauhkan wajahnya.

Menelan saliva, Gentaro lantas menjawab, "Me-mengerti."

"Bagus! Kalau begitu, nanti jemput aku di jam 11 malam, ya? Sampai jumpa!!" Sang hawa berujar sembari melangkahkan kedua kaki jenjangnya menuju rumah yang ditinggalinya.

Meninggalkan Gentaro yang masih tetap diam mematung di depan pintu rumahnya. Perlahan, dibukanya pintu tersebut. Kakinya melangkah masuk menuju kamarnya, kemudian tubuhnya dihempaskan begitu saja di atas kasur. Sang novelis mengubur wajahnya dalam lipatan bantal, mencoba menyembunyikan rona merah yang sedari tadi terus menjalar.

"Sebaiknya aku segara mandi." Menghela napas, kini kakinya melangkah menuju ke arah kamar mandi.

Gentaro termenung, tenggelam dalam pikiran ketika air hangat yang berasal dari shower mengguyur seluruh tubuhnya.

Ini tidak mungkin 'kan ....


• •
• • •
• • • •
「 Prevaricate 」
•★────┅┉┅━━━━•⊱⸙•
• • • •
• • •
• •

"Ah, akhirnya kau datang! Lama sekali! Kau berniat kabur, ya?!" omel Kaoru sambil berkacak pinggang begitu dihampiri oleh Gentaro yang terengah-engah.

"Berisik, cepat jalan dan tunjukkan di mana kita akan melihat kembang apinya."

"Baiklah, baik. Ayo ikuti aku."

Kedua insan berjalan beriringan dinaungi oleh langit yang dipenuhi oleh bintang. Atmosfer hening mengisi di sekitar keduanya, membuat suara kendaraan yang berlalu-lalang dapat terdengar jelas.

Gentaro tetap melihat ke arah depan, namun sesekali mencuri pandang ke arah sang hawa. Dahinya menyernyit heran begitu menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda dari penampilan Kaoru.

"Kaoru," panggilnya, memecah keheningan yang ada.

"Apa?"

"Kenapa kau memakai yukata? Kau seperti anak kecil saja," ledek Gentaro terang-terangan. Padahal dalam hati ia diam-diam memuji betapa menawannya sang gadis yang terbaluti oleh kain yukata.

Wajah sang wanita tiba-tiba saja memerah lantaran menahan malu mendengar ucapan pria yang berjalan di sampingnya, "A-apa katamu?!"

Sebuah kekehan terdengar dari mulut sang adam, "Uso desu yo, yukata itu cocok untukmu."

Rona merah semakin jelas terlihat, di kedua pipi Kaoru. Salah tingkah, dirinya lantas memukul lengan Gentaro kasar, "Apa-apaan itu, hah? Hahahaha! Tidak biasanya kau memujiku secara langsung seperti itu."

"Heh? Memangnya sebelumnya aku pernah memujimu?"

"Jangan membuatku menendang tulang keringmu di sini."

Sesampainya di tempat tujuan, Gentaro melebarkan kedua matanya. Pasalnya, tempat yang akan digunakan untuk melihat kembang api adalah taman yang didatanginya tadi siang. Mengedarkan pandangan, dapat dilihat banyak orang yang juga telah berkumpul di taman ini. Baik dengan keluarga, maupun dengan teman serta kekasih.

Sepertinya mereka juga ingin melihat kembang api pergantian tahun, ya, pikir Gentaro.

"Gentaro! Ayo kita duduk di situ!"

Tarikan Kaoru memutus pikirannya, kini keduanya duduk di sebuah bangku yang menghadap langsung ke arah danau yang terletak dipinggiran taman. Keduanya sama-sama terdiam, tidak ada yang mau memecah keheningan.

Sampai Gentaro tiba-tiba teringat, tentang kejutan yang dibicarakan oleh Kaoru sore tadi. Jujur saja, dirinya amat sangat penasaran tentang hal tersebut.

"Hei, kejutan apa yang kau bicarakan tadi sore?" tanya Gentaro tiba-tiba, membuat sang hawa tersentak kemudian menoleh padanya dengan gerakan patah-patah.

Namun sedetik kemudian, senyumnya merekah layaknya bunga sakura yang indah. Deretan gigi putihnya terpampang jelas seolah dipamerkan.

"Tadaa!!!"

Bahu Gentaro perlahan merosot.

Pandangan Gentaro mendadak menjadi kosong.

"Aku dilamar oleh Tappei-kun, lho! Hehe!"

Bahunya mulai gemetar, kedua tangannya meremat kuat-kuat hakama yang dipakainya.

Jadi, sama sekali tidak ada kesempatan, ya?

Gentaro terdiam, menundukkan kepalanya menatap ke bawah. Sementara Kaoru sibuk mengutarakan perasaan senangnya kepada pria, yang diam-diam mulai jatuh hati padanya.

3 menit.

"Apa? Kau cemburu padaku, ya?"

"Tidak."

Bohong.

2 menit.

"Makanya, jangan terpaku pada pekerjaanmu terus dan cepatlah mencari pasangan."

Tapi orang yang kusuka sudah menjadi milik orang lain.

1 menit.

"Aku yakin, pasti ada wanita di dunia ini yang berhasil mencuri hatimu."

Iya, itu kamu.

.

'DUARR!!'

Cahaya kembang api tersebar indah di atas langit, pekikan-pekikan terpesona mulai memasuki gendang telinga Gentaro.

"Wah!! Lihat! Lihat! Gentaro!" Tangan sang hawa mengguncang-guncangkan lengan sang adam, "Indah sekali, ya!!"

"Hm, indah."

"Lebih indah lagi karena aku melihatnya bersamamu, hehe!"

"Ah, begitu."

Keduanya kembali terdiam, dikelilingi oleh atmosfer keheningan. Baik Gentaro maupun Kaoru, terpaku pada cahaya kembang api yang menyinari langit malam saat itu.

"Tsuki ga kirei."

Gentaro tiba-tiba saja berucap, membuat wanita bersurai putih di sampingnya menolehkan kepalanya.

Sang adam tanpa sadar ikut menoleh, membuat netra emerald-nya bertemu dengan netra icy blue milik sang hawa. Selama beberapa saat, keduanya beradu pandang dalam diam.

Sampai Kaoru, tiba-tiba saja tergelak. Tawa keluar dari bibirnya yang ranum, "Hahahaha! Kau ini! Bukannya melihat kembang api, tapi malah melihat bulan!"

Pandangan Gentaro menyendu, sepertinya memang sudah tidak ada kesempatan bagi dirinya lagi. Menutup kedua mata, ia lantas ikut menertawai kebodohannya sendiri, "Hahaha. Benar juga."

"Hei! Hei! Kau nanti akan datang ke acara pernikahanku, bukan?" tanya Kaoru tiba-tiba, terlihat jelas sekali binar harapan di kedua bola mata indahnya.

Mengelus lembut surai putih sang wanita, Gentaro lantas mengulas senyum kemudian berujar, "Tentu saja, aku 'kan sahabatmu."

Fin-.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro