Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[15] Muslihat Selamat Tinggal

Maaf, lama nggak update. Kasev punya cerita baru. Lapak SAYLA. Series dari cerita AYLA yang sudah tamat dan ada di google play. Sayla juga berhijab sama seperti ZURA yang dulu.

Happy reading ....



Malas sekali kembali pada rutinitas biasa setelah libur selama dua hari. Aku masih menginginkan tambahan waktu untuk santai. Belum ada niatan untuk bangkit dari tempat tidur, meskipun telah bangun sejak Subuh. Belakangan ini tidur menjadi perkara nomor sekian.

Nenek memanggil. Dengan ogah-ogahan aku berjalan ke kamar mandi untuk bersiap-siap.

"Ibu Zura!!" Areena dan Nada menunggu kedatangan gurunya ini di gerbang sekolah.

Mereka mengikuti ke parkiran sepeda motor, menunggu turun, sampai aku berjalan ke kelas.

"Ibu sudah sarapan?"

Mereka tidak pernah lupa jika di sekolah, mereka wajib memanggilku Ibu Zura.

"Belum. Kalian sudah?"

"Belum juga. Kami mau sarapan bareng Bu Zura," jawab mereka kompak.

"Biar Rena pesenin ke Kak Biti!" Areena meraih pena dan menyobek kertas yang telah disediakan di meja. Setelah itu ia pergi ke konter tempat memesan.

Areena kembali duduk bersama kami. Bel masuk yang nyaring hampir saja tidak kedengaran. Kedua anak itu segera segera membayar makanan dan berlarian untuk belajar.

***

Mobil yang belakangan ini sering muncul kini telah menghiasi pekarangan sekolah. Aku berjalan ke arah parkiran untuk mengambil sepeda motor. Siang ini aku ada janji bertemu Areena dan Nada di kafe biasa. Kali ini Nada yang punya masalah yang sepertinya ingin curhat panjang.

Aku tidak pulang dulu ke rumah untuk mengganti seragam sekolah. Biasanya selalu ada pakaian ganti dalam bagasi motor. Seperti saat ini, aku mampir ke masjid untuk bersalin pakaian kemudian menunaikan salat Zuhur.

Sepanjang perjalanan, aku menyadari ada mobil yang mengikuti. Kenapa sih dengan lelaki itu? Apa maunya hingga buang-buang waktu untuk mengikutiku?

Berbelok ke masjid yang cukup megah dan indah, aku mematikan mesin kendaraan. Aku suka melaksanakan salat di masjid ini. Tiada orang yang mengenali. Biarpun saat masuk berpakaian serba tertutup dan keluar dengan pakaian terbuka, tidak ada yang melirik aneh kepadaku. Aku merasa jauh lebih bebas.

Mengambil tote bag yang berisi sebuah dress pendek yang nyaman digunakan, aku membawa bungkusan itu ke toilet masjid. Mengganti pakaian lalu mengambil air wudhu. Jamaah sedang mengangkat takbir saat aku masuk sehingga aku kebagian saf di belakang.

Dia berdiri menyandar di mobil seperti posisi menunggu. Orang-orang masih ada di masjid saat aku keluar. Pun ada yang baru tiba. Intinya, masjid ini tidak sepi. Tidak mungkin dia menungguiku bukan?

Zahfiyyan mengucapkan salam rutin, seperti itu setiap kali ia muncul. Jika ucapan salam boleh diabaikan, maka aku pilih pergi dan tidak memedulikannya.

"Kenapa kamu selalu mengikuti saya?"

Aku menghampirinya.

"Kenapa melihat saya sampai begitunya? Kalau nggak suka, jangan dekat-dekat. Sudah saya bilang, pergi dan jangan menampakkan diri di hadapan saya!" Aku mengucapkannya penuh penekanan. Di balik itu, terdapat nada sindiran.

Tatapan lelaki itu layaknya para tetangga dan semua orang yang risih serta prihatin bersamaan.

"Padahal dengan seragam sekolah tadi kamu terlihat adem."

"Hidup saya, saya yang menjalani. Kamu dan semua orang tidak berhak mengkritik apa yang saya lakukan serta apa yang tidak saya lakukan," ucapku tenang.

"Kita bukan orang lain lagi, Ra. Kemarin Tayara sudah menjelaskan kepadamu. Jauh sebelum itu, kita juga sudah kenal. Apa tidak boleh saya mengingatkan untuk kebaikan?"

"Masih banyak orang yang bisa kamu jadikan sasaran khotbah. Saya nggak berminat."

"Ra ... kenapa jadi seperti ini?" Dia tersenyum kecil, namun tetap menatap ke arah lain. "Alhamdulillah, kamu masih salat."

Aku tertawa. Jadi, betul 'kan dengan penampilan seperti ini orang pikir aku sudah kafir betul? Sudah tidak kenal ibadah salat lima waktu. Apalagi yang mereka pikirkan dengan semua perubahan ini?

"Memangnya kenapa jika saya meninggalkan salat? Kamu nggak tahu 'kan apa saja yang kulakukan selama ini, meskipun masih salat lima waktu? Ke mana saja kaki ini pergi dan pergaulan seperti apa yang kulakukan? Kamu akan kaget, Zahfiyyan. Terlambat. Kultummu nggak mempan."

Pancinganku mengena karena dia tak jawab apa-apa. Mungkin dia sedang berpikir, pergaulan macam apa yang aku maksudkan.

Orang suci seperti dirinya tidak akan mau berdekatan denganku. Lingkungan kami berbeda. Aku ini penganut kebebasan dan suka kemerdekaan pribadi. Aku berpenampilan menurut mauku, bukan atas nasihat perorangan, meski mereka bilang aturan agama.

Kakekku yang pemaksa kini telah tiada. Tak ada alasan bagiku menutup kepala hanya untuk menyenangkan hati orang yang melihatnya. Mungkin dulu aku melakukannya, itu karena aku masih gamang dan ikut saja apa maunya mereka.

Alasan yang paling memalukan adalah berhijab agar tampak sebanding dengan lelaki ini. Dorongan hijrahku betul-betul kacau sehingga kini sekarang menyadari tak ada gunanya insyaf setengah-setengah. Mending tidak usah sama sekali jika ujung-ujungnya menjadi salah satu orang munafik.

Menurutku, taat bukan berarti berhijab. Selama masih menjalankan ibadah wajib dan menghindari zina, aku tidak terima dicap hina. Aku tak mau muna dengan alasan berhijab agar kelihatan saleha. Ibadah itu urusannya dengan Tuhan bukan dengan manusia seperti dia.

Tak ada kata-kata terucap dari bibirnya. Aku ingin kami saling adu tatap lalu tentukan siapa pemenangnya. Namun sayang, manusia ini tidak pernah mau bersitatap hingga membuatnya lengah. Menyediakan kesempatan buatku untuk menyudahi perang diam.

Dia tidak pernah melihatku ketika berbicara. Jika baginya aku golongan wanita nakal, maka aku akan menunjukkan kepadanya. Hanya cara ini yang bisa kulakukan untuk membuatnya tak lagi ingin datang. Seratus persen yakin ini akan memukul mundur seorang Zahfiyyan.

Saat aku maju semakin dekat dia belum menyadari. Seandainya aku mendongak, maka bibir ini akan berada di lehernya.

Sekarang Zahfiyyan tidak bisa menghindar karena ia sedang bersandar di mobilnya. Tak mungkin dia rela menyentuhkan tangannya padaku, meskipun demi menjauhkanku. Kedua kaki ini berjinjit lalu kusentuh kedua bahunya yang kokoh. Dia tersentak. Dengan berani aku mendekatkan bibir ke telinganya.

"Tapi kamu suka 'kan dengan penampilan saya yang seksi seperti ini?" bisikku.

Dapat kurasakan perubahan gesturnya sehingga kedua ujung bibir ini tertarik. Kado perpisahan, mencium pipinya dan meninggalkan ia dengan sebuah kedipan nakal.

Zura Azzahra telah memainkan perannya dengan total. Ia benar-benar menunjukkan perubahan. Lelaki seperti Zahfiyyan pasti akan menjauhi diri ini selamanya. Aku sangat yakin.

Ketika sampai di kafe, tubuh ini terasa lemah. Aku segera mencari Areena dan Nada. Begitu melihat mereka, aku langsung mengempaskan diri ke kursi. Mengapa jantung bekerja sangat cepat? Detaknya bahkan terasa menggila. Tangan menjadi lemas sehingga beberapa kali aku menjatuhkan sendok. Pada akhirnya, sebelah tangan ini menumpahkan segelas air ke baju membuat Areena dan Nada histeris.

"Kak Zura kenapa?" tanya Nada mendekat. "Kita ke toilet untuk mengeringkan rok Kakak. Ayo Areena bantu aku!"

Nada mengambil tisu dan mengelap air di rok pendekku.

"Kakak kenapa?" tanya Nada yang melihat air mata turun di pipiku.

Nada yang memang sensitif melihat orang menangis, juga ikut menangis. Ia memeluk tubuhku diikuti Areena.

"Ibu Zura ada masalah? Kami bisa dijadikan teman cerita. Kami janji tidak akan memberitahukan siapa-siapa seperti rahasia kami yang tetap aman di tangan Ibu." Areena meremas bahu gurunya ini. Begitu dewasa dalam sekejap mata.

Teringat lagi dengan kejujuran Tayara kemarin. Tebakanku bahwa Tayara sengaja mengekoriku ke toilet ternyata benar. Dia merasa mengenali wajahku. Setelah tahu namaku, dia semakin yakin.

Sejak dulu dia sangat penasaran dengan namaku yang ada dalam album foto lama milik papinya. Otak pintarnya menghubung-hubungkan wajah dan namaku serta nama seorang anak dalam lembaran foto tersebut.

Di rumah dia membicarakanku kepada papinya. Meluncurlah cerita dari lelaki itu tentang diriku yang ditinggalkan saat balita. Tayara juga sengaja mengundangku ke wisudanya untuk dipertemukan dengan Heri. Dia merasa bersalah karena telah membuat skenario buruk itu. Tayara sangat menyesal apalagi saat itu aku tak ingin bicara dengannya.

Namun, Zahfiyyan yang juga baru bangun dari keterkejutannya segera memerintahkan Tayara. Ia suruh gadis itu menarikku masuk mobil, mengantar orang yang tak ingin, sampai ke rumah neneknya.

"Aku minta maaf, Kak, wallahi aku nggak tahu ternyata Kakak tidak senang dengan ideku."

Cerita dulu masuk akal. Zahfiyyan kecil pisah dengan kedua orang tua untuk tinggal dengan tantenya yang baru ditinggal suami. Sosok suami baru tantenya yang ternyata adalah Heri Maryadi sangat dekat dengannya. Zahfiyyan menjadikan pria itu papi kedua.

Semua alasan itu membuat Zahfiyyan merasa berhak memperingati gaya hidupku. Tanpa tahu bahwa dialah yang menyebabkan semua perubahan ini. Sayangnya, Zura yang lemah gampang sekali untuk dirobohkan.

Untuk mencegah semua itu, aku harus menjauhi dirinya. Aku takut rasa ini bukanlah benci seperti yang kukira. Bagaimanapun, dia terlarang untuk kutitipkan rasa.

***

Bersambung ...

OKI, 21 November 2019

Terima kasih untuk yang selalu menunggu ZURA. Luv U all. Kiss hug.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro