Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Prolog

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرّ َحِيم

Happy Reading!

•••

Aku berdiri kaku di antara banyak pelayat di pemakaman umum. Rintikan hujan serta mendungnya awan ikut mengiringi kepiluan yang kurasakan. Baju dan hijabku bahkan sudah basah kuyup sejak tadi.

Sekuat tenaga aku menahan tangis. Tanganku bergetar saat hendak menyentuh patok kuburan itu. Air mata mengepul memenuhi pelupuk mataku. Namun terbesit ingatan membayangi. Pesan-pesan bahwa dia tak ingin melihatku menitihkan air mata. Aku tak sanggup! Aku mengingkarinya, bahuku naik turun menghilau isakan yang semakin menjadi. Aku memeluk erat tanah  kuburannya.

Satu persatu pelayat mulai silir pergi meninggalkanku. Aku masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Ini semua mimpi bukan? Sekarang aku hanya sedang tertidur saja. Tuhan itu Maha Baik, mana mungkin dia membiarkan aku terpisah dengan sosok yang paling kusayangi. Ini hanya bunga tidur, aku yakin.

Aku ingin bangun sekarang juga, aku tidak kuat lagi. Aku menampar wajahku sendiri berusaha membuatku terbangun dari mimpi. Akan ku pastikan ini adalah mimpi terburuk yang pernah kurasakan. Tuhanku... bangunkan aku sekarang!

“Cukup! Jangan menyakiti dirimu sendiri. Ikhlaskanlah...”

Ikhlas katanya? Ikhlas? Suara tawaku mengema bersama hujan yang turun. Bagaimana aku bisa ikhlas saat orang yang paling kusayangi pergi untuk selamanya? Omong kosong jika ada yang mengerti dengan perasaanku sekarang. Omong kosong!

“Paman itu tidak mengerti aku! Jadi cukuplah diam saja!” bentakku. Dia menghela napasnya panjang. Aku menatap patok kuburan itu lagi. Aroma bunga dan hujan bercampur menjadi satu membuat dadaku sesak. Aku kehabisan oksigen sekarang. Allah itu ada kan? Dimana dia sekarang?!

Aku kembali memukul tubuhku sendiri. Aku masih percaya ini adalah mimpi. Tak peduli seberapa sakit yang kurasakan, kuingin terbangun sekarang.

“Zoyaa...,” panggil Pamanku lagi. Aku tak menanggapinya. Aku seperti orang bodoh sekarang. Aku mencoba menggali tanah pemakaman itu. Aku ingin melihatnya sekali lagi. Aku rindu lembut tangannya mengusap pipiku. Teramat rindu.

“Zoya cukup!” Pamanku mencengkram erat kedua tanganku. Aku marah, aku menendangnya meronta-rontak meminta dia melepaskanku. Aku seperti orang kerasukan sekarang.

“Dengarkan Paman, Zoya. Istighfar... mohon ampun pada Allah. Ini semua sudah suratan takdirnya, Zoya. Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah bersama kita. Itulah firman Allah dalam surat At-Taubat ayat 40.”

Allah? Dia itu Tuhan kan? Aku tertawa lagi sekuat mungkin. Lalu tawaku berubah menjadi isak tangis yang memilukan.

“Kemana Allah saat aku berdoa, meminta dia agar tidak mengambil orang yang paling kusayang dari sisiku?? Kemana Allah, Paman? Kemana?!” Mataku memerah karna marah. Aku sengugukan menatap Pamanku yang hanya diam.

“Zoyaa....“ ucapannya terhenti ketika sebuah mobil tahanan berhenti tak jauh dari tempat kami berada.

Tanganku terkepal kuat saat melihat siapa yang turun dari sana. Mataku mengkobarkan api kemarahan. Aku langsung bangkit berlari kearahnya. Dia ingin melayat? Dia itu pembunuh!

Aku menyerbunya dengan berbagai pukulan. Usiaku masih 17 tahun waktu itu. Aku mencengkram kerah bajunya, memukul bahkan menamparnya. Aku begitu marah sampai Paman dan polisi yang datang bersamanya kewalahan. Kuingin membalaskan dendamku, dia itu pembunuh.

“Istighfar Zoya! Istighfar!” Paman menarik tubuhku menjauhinya. Aku merontak tak mau.

“Pembunuh! Kamu pembunuh!”

“Dasar pembunuh! Kamu kejam! Tak punya pikiran!”

“Kamu jahat! Aku tak akan memaafkanmu sampai aku mati!! Tak akan pernah.”

Aku meluapkan amarahku pada lelaki yang tangannya terborgol itu. Ia tersenyum sinis. Dia psikopat! Dia lelaki yang paling kejam yang pernah kukenal. Aku benar-benar tak akan memaafkannya.

Dia melangkah mendekatiku. Dia membisikan sesuatu yang membuat tubuh mengigil ketakutan.

“Aku yang pembunuh atau kamu yang membunuh,” bisiknya.

Bukan! Tidak mungkin aku seorang pembunuh! Dia yang pembunuh! Paman menarik paksa tubuhku dan lelaki itu pun dibawa masuk kedalam mobil lalu pergi lagi.

“Tenang, Nak. Tenang.”

“Dia itu pembunuh Paman!”

“Tapi dia itu Ayah kamu!”

Aku membenci kenyataan bahwa dia adalah Ayah kandungku. Aku benci terlahir menjadi anaknya. Allah memang tak adil sejak aku lahir. Dia itu Ayah macam apa?

“Ayah?” kataku getir. Aku tersenyum menatap hujan.

“Jangan membenci Ayahmu, Nak.” ucap Paman sambil mengusap hijabku.

Aku ingat hijab itu adalah penolong seorang Ayah dari akhirat nanti kan? aku benar bukan? Untuk apa aku memakai hijab? Toh, untuk apa juga aku menyelamatkan Ayah di akhirat? Dia itu pembunuh, akan kutepatkan dia di neraka yang panas.

Aku membuka hijabku paksa, Paman tentu terkejut.

“Apa yang kamu lakukan, Zoya?!”

“Kalau dengan hijabku melindungi Ayah dari panas api neraka maka aku akan melepaskanya! Aku akan menjadi alasan dia merasakan panasnya api nereka nanti!”

Aku langsung menjatuhkan hijabku ke tanah begitu saja. Aku akan hidup tanpa Tuhan dan hidupku akan berjalan sesuai yang aku inginkan.

Bersambung
•••

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro