Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9. Emosional

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرّ َحِيم

Happy Reading!

•••

Aku terdiam benar-benar kaget dengan siapa yang kulihat di depan mataku ini. Langkahku yang awalnya terpatri di bumi langsung bergerak cepat menghampiri seorang pria paruh bayah yang sudah meringkuk kesakitan di ranjang pasien.

Dia, supir truk yang kulihat beberapa minggu lalu.

Orang-orang mengatakan aku adalah pahlawan di sana. Namun kenyataannya dialah pahlawan yang sesungguhnya. Kemuliaan jiwa yang rela menolong tak ternilai harganya dan kesabaran hati untuk menghadapi setiap cercahan sungguh tak ada duanya.

Dia sosok yang luar biasa hebatnya. Aku bahkan belum sempat mengucapkan terima kasih atas tindakannya waktu itu. Dialah yang menyelamatkan banyak orang.

Aku paham, jalanan tempat kejadian terjatuhnya mini bus itu sangat rawan kecelakaan. Banyak pengendaraan sepeda motor maupun mobil yang sering melaju di atas kecepataan rata-rata pada rute itu. Bayangkan saja jika waktu itu dia tak melintangkan truknya, bisa saja dari jalur yang sama muncul kendaraan lainnya dengan laju yang cepat siap menghantam mini bus itu.

Kecelakaan beruntun pasti tak bisa dielakan. Bahkan nyawa anak-anak pada mini bus itu pasti sudah melayang. Tak banyak orang yang siap bertindak dengan kejadian seperti ini.

Di zaman modern ini jika terjadi kecelakaan, kebanyakkan masyarakat bukan menolong namun malah sibuk mengabadikan moment-moment itu. Para korban butuh pertolongan pertama bukan rekaman video atau foto amatir. Sungguh, dimanakah akal mereka?

“Oh kamu. Dokter yang waktu itu kan?” tanyannya dengan suara lirih menahan sakit.

Aku menganggukan kepalaku sambil memperhatikan wajahnya yang sudah berkeringat dingin dan pucat. Pasti dia menahan rasa sakit yang luar biasa. Melihat dari pakaian yang ia kenakan dapat kupastikan bahwa dia sehabis pulang kerja di tengah malam seperti ini. Ah, ini sudah pagi. Jadi dia bekerja sampai pagi buta seperti ini?

“Coba lihat ini, Dokter Zoya.” seru salah satu perawat yang berdiri di sampingku. Aku pun mengambil kursi dan duduk tepat di sebelah ranjang supir truk itu. Sebuah layar itu menampilkan gambar organ pasienku ini.

Tanganku mengeser sebuah alat yang sudah diberi cairan seperti jel itu berjalan bebas pada perut supir ini. Sonografi atau ultrasonografi sama dengan USG. Pemeriksaan pada supir ini termaksud untuk melihat kondisi organ dalam pasien. Dan aku terkejut dengan apa yang kulihat.

Kedua ginjalnya tidak dalam kondisi baik-baik saja.

Aku pun meliriknya sejenak, “Apa yang urine Bapak berdarah?”

Dia diam lalu sedetik kemudian membuka mulutnya, “Iya. Urine saya suka berdarah. Dan saya merasakan nyeri di perut saja. Bahkan terkadang pandangan saya suka kabur tiba-tiba. Tapi kali ini saya merasakan sakit yang luar biasa.”

Aku sungguh tak percaya ini. Apa yang harus kukatakan padanya untuk menjelaskan ini semua. Dugaanku pasti benar dan tak mungkin salah. Semua gelaja yang tampak dan hasil yang tampak dari alat sonografi ini pun memperkuat dugaanku.

“Tolong ambil CT-SCAN Bapak ini.” ujarku pada perawat itu.

Dia pasti mengerti maksudku, aku sering melihatnya bekerja dengan begitu gesit di IGD bersama dengan Alisha. Namun saat aku mulai beranjak pergi sebuah tangannya menahanku.

Dia terlihat begitu kesakitan sampai aku tak sanggup memberitahu hasil diagnosaku padanya. Kenapa dalam satu harian ini banyak sekali yang terjadi? Kenapa aku sangat emosional? Aku sungguh membenci situasi ini.

“Bapak harus dirawat inap untuk sementara ini. Tolong hubungi wali Bapak untuk segera datang. Saya akan menjelaskannya ketika wali Bapak sudah ada di sini. Saya permisi dulu.” jawabku lalu melesat pergi. Dan lagi-lagi dia menahan tanganku lebih erat kali ini.

“Katakan, katakan pada saya saja. Istri saya sudah meninggal setahun lalu. Dan saya hanya memiliki satu anak perempuan. Dia mendapat beasiswa kuliah di luar negeri. Dia tak mungkin bisa datang ke sini. Kasihanilah putriku, Nak. Dia sudah harus bekerja keras demi cita-citanya di sana. Jadi, katakan saja pada saya.”

Aku tak suka dibantah. Dan dia sudah membantah apa yang kukatakan. Darahku mulai naik, tanganku terkepal kuat membayangkan apa yang akan ia rasakan. Mendengar sedikit curahannya saja membuatku teriris. Dia sanggup membiayai kuliah anaknya dengan penghasilannya sebagai supir truk. Dan sampai dia jatuh sakit pun ia tak ingin anaknya tahu.

Oh tolonglah! Ada apa denganmu, Zoya? Sejak kapan seorang diriku
ini peduli dengan orang lain?

“Kamu Dokter yang paling mulia yang pernah saya temui. Untuk pertama kalinya saya bertemu dengan Dokter sepertimu, Nak. Allah pasti sangat mencintaimu dengan semua perbuatan baikmu itu. Kumohon, katakan saja apa yang terjadi dengan saya?”

Jika Allah mencintaiku maka akan kubalas dengan kebencian.

Aku berdiri menghadap dirinya, “Penyakit ginjal polikistik. Dua ginjal Bapak sangat buruk. Mereka sakit. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan ginjal dengan adanya pembentukan kista yang merusak fungsi ginjal. Dan biasanya menyebabkan gagal ginjal total.”

Dia menarik napasnya, “Nak, bisakah beri saya obat saja? Aku harus pulang. Hari juga sudah mulai menjelang subuh. Minggu putriku harus ujian mata kuliahnya. Lusa dia berulang tahun ke 20 tahun. Aku tak mampu mengunjunginya. Aku harus bekerja untuk terus mengiriminya uang sebagai gantinya. Putri saya membutuhkan uang yang besar untuk biaya hidupnya di Singapore.”

Aku tak perduli dengan itu, lalu aku mengalihkan pembicaraanku dengan menyakan riwayat dirinya, “Apa keluarga Bapak punya kasus seperti ini juga?”

“Tak pernah. Kumohon, berilah obat apa saja. Saya berjanji akan meminumnya dengan rutin. Saya akan berolaraga, makan teratur, mengkonsumsi buah. Kumohon...”

“Terlambat! Dua ginjal Bapak itu sudah bermasalah! Tidakkah Bapak berpikir bahwa dua organ ginjal Bapak itu rusak parah? Bapak memaksanya untuk mengikuti semua kemauan Bapak. Ah, tidakkah Bapak merasakan sakit yang luar biasa? Ini sudah sangat parah!”

Dia terdiam. Aku menyorotnya dengan tajam tanpa henti. Aura kemarahan bersinar disekelilingku. Bibirku terkatup rapat menahan setiap umpatan yang mendesah keluar menghardik lelaki paruh bayah ini.

Sudah menjadi sifat dari manusia jika sudah terjangkit penyakit baru sadar dan mengubah pola hidupnya. Mengapa tidak melakukan itu sejak dulu? Apa harus sakit baru tersadar? Ingatlah, hidup ini bukan hanya milikmu saja. Bayangkan seluruh anggota keluargamu yang juga akan menderita.

Mencegah itu lebih baik dari mengobati.

Penyakit ginjal polikistik biasanya turun-temurun. Namun mendengar riwayat bahkan hanya dia yang mengalami penyakit ini, maka bisa saja dipastikan bahwa dia mengidap Polycystic Kidney Disease atau PKD yang artinya gagal ginjal total jenis non keturunan.

Dan, solusi satu-satunya adalah transplantasi ginjal.

“Berhentilah memikirkan uang dalam hidup ini! Coba pikirkanlah nasib putri Bapak saat tahu orang tua satu-satunya yang ia miliki sakit parah karna tak menjaga kesehatannya selama ini. Cobalah memikirkan hidup Anda.”

Aku bergegas pergi keluar IGD menuju lift dan pergi keruanganku. Sungguh, aku sangat tak suka dengan tipe pasien sepertinya. Uang itu bukan segalanya. Tolong berhenti sejenak dengan hiruk piruk kesibukan di dunia ini dan perhatikan dirimu. Kesehatan itu penting.

Namun aku berhenti saat melewati sebuah ruangan yang biasanya digunakan pasien, perawat dan juga Alisha dan Rania untuk beribadah. Mataku tersorot ke depan dengan kaligrafi arab terpasang pada setiap hiasan didindingnya.

Sebuah mesjid di dalam rumah sakit.
Aku berdiri menghadap itu dengan kebencian yang mendalam. Hatiku selalu tercabik-cabik setiap kali harus melewati lorong ini. Tanganku mencengkram seragam hijau tuaku dengan erat. Mereka bilang mesjid adalah rumah Allah. Berarti Allah ada di dalam sana bukan?

Jangan harap aku melangkah masuk ke dalamnya. Aku bahkan enggan menatap sudut ini setiap melewatinya. Aku kecewa pada-Nya. Amarah begitu membelenggu dalam kusmaku. Diri-Nya yang begitu kupercaya mengkhianatiku. Dan Dia kembali melakukan hal yang sama seperti yang terjadi padaku 12 tahun silam.

“Kebohongan!” bentakku di depan rumah Allah dengan mata berkaca-kaca sambil menahan isak yang mendesak ingin meloloskan diri. Aku tak percaya dengan-Nya karna Dia berbohong padaku.

“Mengapa Engkau selalu menjanjikan janji palsu? Kenapa Engkau melakukan ini pada lelaki itu?! Katanya, Engkau itu Maha Melihat, apa Engkau tak melihat seberapa taatnya dia pada ajaran-Mu? Seberapa beraninya dia menjadi tameng untuk menyelamatkan hidup orang lain? Dan seberapa besar cintanya pada putrinya itu?

“Pembohong! Jika Engkau sayang pada hambamu mengapa memberinya sebuah penderitaan? Katanya, Engkaulah yang berkuasa di atas muka bumi ini, Engkaulah memilik langit dan bumi, lalu katakan! Katakanlah mengapa Engkau memberinya sebuah penyakit yang begitu menyakitkan padanya?

“Apa Engkau juga ingin memisahkanya dengan putrinya seperti Engkau memisahkanku dengan Bunda? Kejam. Mengapa Engkau tega melakukan ini?! Itulah sebabnya aku membenci-Mu! Aku benar-benar sangat membenci-Mu...”

Air mataku luruh entah sejak kapan jatuh begitu deras dengan iringan isak tangis yang perlahan semakin membesar. Syukurlah, keadaanya lorong sunyi. Bahuku naik turun, dengan mata yang terpejam aku meresapi setiap rasa sakit yang tercipta.

Aku menghapus air mataku kasar, “Oh Tuhan, dengarlah, aku tak akan pernah membiarkanmu memisahkanya dengan putrinya. Aku tak akan pernah membiarkanmu menjadikan orang lain sepertiku! Dan akan tak akan biarkan hidup orang lain hancur hanya karna takdir-Mu yang tak memihak padanya.”

Tekadku sudah bulat. Aku berbalik pergi meninggalkan tempat dimana kebencian dan amarahku bermuara. Rambutku ikut bergoyang dengan langkah cepatku yang tak ingin berada di sana. Tanpa kusadari bahwa Haikal berdiri tepat di ujung sana menatap dengan pandangan yang sulit diartikan. Aku melewatinya begitu saja menganggapnya seolah tak ada. Dan ia hanya berdiri di tempat tanpa reaksi apapun.

Tolong camkan ini, tak akan kubiarkan ada Zoya-Zoya sepertiku selanjutnya.

Bersambung

••••

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro