4. Qadarullah
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Happy Reading!
•••
Cahaya mentari baru saja menghapus setiap embun yang membasahi bumi. Nikmat Allah turun pada apa saja yang Dia kehendaki. Pemilik langit dan bumi melarutkan kasih sayangnya bersama teriknya matahari yang berkobar.
Zoya keluar dari apartmentnya dengan rambut terkurir kuda. Hari sudah beranjak siang namun Zoya masih santai saja. Mobil jazz merah miliknya melaju dengan kecepataan sedang di jalan raya. Anehnya, wajah datar abadi milik Zoya masih saja setia terpahat di wajahnya. Seperti sudah melekat dan mendarah daging.
Lampu merah terasa begitu lama ditambah kemacetan yang sudah merajela di ibu kota. Rumah SakitCentral Medika sepertinya memang begitu strategis terletak di tengah kota. Profesor Ali, Dokter Akbar dan pemegang saham lainnya pasti begitu cerdas memikirkan letak geografis rumah sakit ini.
Zoya menginjak gasnya cepat saat lampu berubah warna hijau. Belum sampai lima menit Zoya mengendarai mobil melewati persimpangan jalan jazz merah miliknya kembali terkunci dalam kemacetan lagi. Ibu kota memang selalu menyebalkan. Zoya melonggo ke depan sambil menekan klaskonnya keras.
Tampak mobil dideretannya terhenti. Hati Zoya terus bertanya-tanya. Ada apa gerangan? Namun tidak biasanya kawasan ini macet sampai separah ini. Zoya membuka kaca mobilnya. “Permisi Mas, ada apa ya?” tanya Zoya pada pejalan yang melintas.
“Gak tau Mbak. Macetnya sampe ke depan sana.”
Lantas Zoya membuka seatbeltnya dan turun dari mobil. Kakinya gatal melangkah ke depan sana melihat apa yang terjadi. Begitu banyak kuda besi yang terperosok dalam kemacetan yang tak berujung ini. Bahkan lampu merah lima meter ke depan sama sekali tak beroperasi dengan baik.
Zoya menghentikan langkahnya saat melihat sebuah truk melintang di jalan raya. Alis Zoya mengerut. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri. Bola matanya memonitor ke seluruh jalan. Semua orang tampak begitu marah. Truk itu hanya terparkir melintang di jalan raya. Posisinya tak terguling atau bahkan terperosok jatuh. Truk itu baik-baik saja.
Supir truk itu mengarahkan para pengemudi yang marah dari jalur Zoya untuk menepi dan berhenti mengoceh. Tunggu, firasat Zoya berkata ada yang lain. Kaki Zoya begitu lebar melihat di balik truk itu. Kakinya langsung berhenti. Pupil matanya sontak membulat.
Kecelakaan! Sebuah mini bus mengeluarkan asap. Zoya baru paham bahwa supir truk itu sengaja memakirkannya melintas untuk menghindari kecelakaan beruntun. Naluri dokter Zoya tergerak. Kelihatan ini baru terjadi beberapa saat yang lalu. Warga mulai berkumpul memadati TKP. Zoya sibuk mencari korban. Paru-parunya ikut terasa sesak menghirup asap.
“Tolong ... banyak anak-anak di sana.”
Sontak mata Zoya memonitor mini bus. Banyak anak-anak masih berada di dalam sana. Beberapanya sudah dievakuasi warga sekitar menjauh dari TKP. Zoya menembus masuk tanpa rasa takut sedikit pun. Zoya menemukan anak perempuan tergelatak tak sadarkan diri. Mereka semua Zoya berperkirakan berumur 7-9 tahun. Mereka semua memakai seragam yang sana. Anak lelaki tampak mengunakan kopiah dan anak perempuan mengunakan hijab instan berwarna putih. Zoya langsung menggotong keluar anak perempuan itu.
“Sofia! Sofia! Allahuakbar, Sofia!” teriak lelaki paruh baya berbaju layaknya memakai gamis dengan koplok di kepalanya. Entahlah, yang pasti seperti itulah gambaran yang Zoya lihat.
“Ambulance! Panggil ambulance!” titah Zoya otoriter. Lelaki itu menatap Zoya lekat, “Sudah ... kami sudah menelponnya lima menit yang lalu.” ucapnya penuh nada ketakutan. Yang dapat Zoya pastikan dia pasti paham begitu kecelakaan ini terjadi.
Zoya kembali melihat kondisi anak-anak lainnya. Ia mengarahkan para warga untuk mengevakusi korban keluar dan memberi udara bebas bagi mereka. Pernapasan anak-anak pasti tak baik karna menghirup asap. Alat P3K Zoya ada di mobil dan jaraknya jauh. Sial! Zoya terus mengumpat dalam hati.
Suara tangis mengema. Mereka pasti trauma pada kejadian ini. Zoya paham betul sebagai seorang dokter. Zoya melilitkan sapu tangannya pada seorang anak perempuan yang terluka lengannya. Hanya luka gores sedikit. Namun namanya anak-anak, pasti terkejut melihat darah yang berceceran.
“Tolong! Kepalanya berdarah!” teriak dari ujung sana. Mendadak konsentrasi Zoya terbagi. Zoya melakukan pertolongan pertama seadanya dengan bantuan warga sekitar. Bahkan Zoya sampai membuka gardigannya untuk menahan pendarahan seorang anak laki-laki. Keadaan kacau. Ambulance begitu lamban karna kemacetan. Untunglah, sebagian besar anak-anak ini hanya mengalami luka ringan.
“Anda dokter?” tanya salah seorang warga yang membantu Zoya mengikat gardigannya pada kepala anak laki-laki itu. “Iya, saya dokter.”
“Sofia! Sofia! Dia tidak bernapas!” jerit lelaki paruh baya itu lagi. Zoya yang sudah penuh dengan peluh keringat kaget. Tadinya anak perempuan itu baik-baik saja. “Bisa tolong bantu ikat ini dan tekan pendarahannya?” ujar Zoya pada salah seorang warga tadi.
“Oh? Oiyaiya.”
“Bawa dia segera ke RS Central Medica. Ambulance pasti akan sangat terlambat. Antar dia ke moil siapapun. Minta petugas memanggil bedah saraf. Segera lakukan ST-SCAN pada kepalanya. Cepat!” perintah Zoya tegas.
Zoya berlari sampai tertatih bahkan hampir jatuh mendekat pada anak perempuan bernama Sofia itu. Zoya dapat merasakan napasnya tak beraturan. Pasti karna kebanyakan mengirup asap. Zoya pun mengecek nadinya. Sangat lemah.
Lelaki paruh baya itu ketakutan setengah mati. Baru Zoya perhatikan bahwa bajunya penuh dengan darah. Sepertinya dia banyak menolong anak-anak. Zoya mengecek saluran pernapasan Sofia. Lalu Zoya melakukan cardiopulmonary resusctation atas CPR pada Sofia. Zoya menekan dada sofia dengan kedua tangan dengan tangan kanan sebagai tumpuan. Zoya terus menekannya dengan kekuatan yang Zoya punya.
Sambil memelakukan CPR mata Zoya mengedar ke segala penjuru. Semua tampak benar-benar kacau. Lihat, Tuhan begitu jahat kan? Takdirnya selalu salah. Kenapa? Kenapa dia lakukan ini pada anak-anak ini?! Keringat Zoya menetes, rambutnya basah penuh keringat, dan baju Zoya juga sudah peluh dengan keringat yang banjir. Tuhan memang jahat! Dia tak pernah adil. Zoya jadi semakin membenci Allah.
Denyut nadinya masih belum kembali. Zoya terus melakukan CPR sampai sirine ambulance terdengar. Petugas membawa tandu menghampiri Zoya. “Dokter Zoya!” ujar salah seorang petugas ambulance itu. Zoya menoleh dengan tangan yang melakukan CPR sampai Zoya kelelahan.
“Biar saya ambil alih.” tambah petugas itu.
Zoya menyingkir. Ia mengambil peralatan intubasi. Intubasi adalah tindakan medis memasang tabung endotrakeal melalui mulut untuk menghubungkan udara luar ke dalam kedua paru-paru. Zoya begitu cepat melakukannya. Tak salah jika Zoya begitu terkenal dengan kehebatan dan kecekatan dirinya.
“Saya akan periksa nadinya.” ucap Zoya sambil mengambil stetoskop memerika detak jantung Sofia. Akhirnya, Zoya mampu bernapas lega. Detak jantungnya terdengar normal. Pertugas itu membawa Sofia ke tandu dan masuk ke ambulance.
Perlahan semuanya membalik. Kekacauan berangsur membaik dengan polisi yang tiba di TKP. Allah itu sayang sama hambanya? Hah, Zoya hampir tertawa memikirkannya. Jika sayang mengapa memberi ujian?! Zoya mengadahkan kepalanya ke atas.
Allah, dengarlah. Aku marah padamu! Engkau mainkan kuasamu atas makhluk!
Lalu Zoya melangkah masuk ke dalam ambulance. Namun sebelum itu, mata Zoya tersorot pada supir truk tadi. Supir itu masih aktif membantu korban kecelakaan. Dia bahkan suka rela dicaci mengemudi yang tak tahu permasalahan yang sesungguhnya. Sungguh mulia hatinya.
“Dokter Zoya ayo!”
Zoya tersentak. Lantas ia beranjak naik sambil menoleh pada supir truk itu.
Bersambung
•••
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro