15. Memori
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرّ َحِيم
Happy Reading!
Zoya tak percaya kini Haikal berdiri di depannya sambil menyunggikan senyum manisnya tanpa dosa. Benar-benar menyebalkan sekali bagi Zoya melihat wajah tikus kecil itu. Padahal Zoya berharap bisa bebas dari pengaruh Haikal namun apa daya kini semua saraf di tubuh Zoya lumpuh melihat senyuman itu.
Kini mereka sedang mengadakan makan bersama di villa milik Alisha. Tadi sore Alisha sempat memperkenalkan keluarganya pada rekan-rekannya.
Zoya yang paling tampak terkejut saat Alisha memperkenalkan abinya. Ini luar biasa, Zoya tak percaya saat pertama kali melihat abi Alisha. Masih terlihat sangat muda diusianya yang sudah senja. Bahkan bahunya masih kokoh dengan perawakannya yang tinggi semampai. Senyumannya juga manis semanis lengkungan bibir Alisha yang menyejukkan hati siapapun yang melihatnya.
Dan ternyata abi Alisha adalah pemilik taman baca qur'an di sekitar villa ini. Bahkan juga menjadi menampung anak-anak yatim piatu. Namun sayangnya, Alisha sudah tak mempunyai umi sejak adiknya lahir dan hanya memiliki seorang adik perempuan yang sedang berkuliah di Kairo, Mesir.
Zoya sempat takjub melihat keluarga Alisha. Penampilan abinya biasa-biasa saja, bahkan jika Alisha tak memperkenalkan itu adalah abinya mungkin Zoya kira itu adalah tukang kebun di villa ini.
Abi Alisha benar-benar berhasil mendidik anak-anaknya menjadi wanita-wanita sholehah. Hati Zoya sempat meringis melihat hangatnya Alisha bersama abinya.
Seandainya Zoya dapat merasakan kebahagiaan itu, pasti menyenangkan sekali bisa memeluk sosok yang dinyatakan cinta pertama setiap anak perempuan itu.
"Ser-serran dekat sama camer nih!" ungkap Bona setengah berbisik dengan Zoya dan Rania.
Tak heran jika sejak tadi Bona terus cari muka dengan abinya Alisha, bahkan tak jarang Bona mengambil kesempatan menarik hati abinya Alisha, calon mertuanya, katanya.
"Semoga kalian senang di sini ya. Maaf Bapak gak bisa kasih apa-apa buat kalian. Besok Syasya, bakal aja kalian keliling kampung. Di perempatan jalan sana, ada kebon punya Bapak. Kalian bisa ikut main ke sana. Kebetulan besok ada panen sayuran." tutur abi Alisha ketika mereka semua berada di meja makan. Syasya itu adalah Alisha, panggilan kesayangan abi Alisha untuk putrinya.
Dan satu hal lagi yang membuat semua orang terkaget-kaget. Masih ingatkan kita pada Sofia? Gadis kecil korban kecelakaan di persimpangan jalan saat Zoya sedang berangkat kerja tepat saat pertama kali Zoya bertemu dengan Almarhum Pak Wahab?
Ternyata gadis kecil dan rombongan itu berasal dari taman qur'an milik abi Alisha. Setelah sejadian itu Alisha baru diberitahu bahwa bus itu adalah milik abinya. Dan anak lelaki yang dioperasi Dokter Jailani adalah penghuni taman qur'an pula. Seorang lelaki paruh baya yang membawa seluruh anak taman qur'an itu adalah orang baru kepercayaan abi Alisha.
Pantas saja dulu Alisha tak mengenalnya, karena Alisha hanya sempat tahu dari abinya saja tanpa bertemu langsung. Dan juga Alisha telah lama tak pulang ke kampung karna pekerjaannya saja sudah menumpuk.
Siapa yang sangka dunia ini begitu kecil?
Malam itu begitu syahdu bersama dengan perbincangan hangat yang mengikat keindangan di malam hari yang teduh. Semua raut bahagia mereka menjadi satu. Entah apa gerangan yang membawa Zoya meninggalkan meja makan dan berjalan di sekiling villa itu.
Zoya merapatkan jaket rajutan miliknya. Udara dingin menyapu kulitnya sebagai sapaan malam hari, beberapa anak rambut Zoya yang tertiup angin pun melambai-lambai membalas angin malam kala itu. Ia berdiri memandangi langit yang penuh dengan bintang.
Dulu, saat langit penuh dengan bintang, Bunda Zoya selalu mengajak Zoya duduk di teras rumah berbincang tentang berbagai hal.
Zoya ingat sekali, saat menjelang ulang tahunnya ke 15, Zoya tidur dipangkuan Bundanya sambil menatap bintang di langit.
Dan Zoya berkata ia ingin seperti bintang yang mampu bersinar di kegelapan malam. Namun sekarang, Zoya yang malah tertelanan dalam kegelapan.
Siapapun yang tertelan dalam kegelapan dan tenggelam dalam kemaksiatan itu semata-mata ia tak mengenal siapa Allah dalam hidupnya. Dan Zoya adalah salah satunya.
"Hey..." Bulu kuduk Zoya hampir berdiri sanking terkejutnya dengan suara yang bermuara dari sisi baratnya itu.
Dengan malas Zoya meliriknya sejenak dan beralih lagi memandangi langit di atasnya. Haikal melipat tangannya didada sambil berdiri di samping Zoya mengikuti arah mata Zoya yang menatap bintang.
"Sendirian?" tanya Haikal membuka pembicaraan.
"Emang kamu liat ada orang selain saya?"
Haikal berdeham sejenak, "Enggak sih,"
Zoya berjalan duduk di sebuah bangku di depannya. Entah dorongan darimana Haikal mengekor dari belakang dan duduk tepat di samping Zoya. Zoya tampak tak suka dan berdesis kesal.
"Oiya Dokter Cantik, si Wanda kirim salam sama lo. Sebenarnya sih gue ogah menyampeinnya cuma gimana ya, gue orangnya amanah sih. Maklum, gue anak budiman." ujar Haikal setengah bercanda. Zoya memejamkan matanya sejenak benar-benar enggan berbicara dengan Haikal ini.
"Wanda?" ucap Zoya pelan mencoba mengingat sejenak.
"Joewanda. Lo gak inget? Anak—"
"Oh! Anak cowok belagu yang tampak kayak preman kayak kamu itu kan?"
Haikal mendengar dengan jelas kalimat terakhir dari perkataan Zoya. Ah, ternyata seperti itulah dirinya dimata Zoya. Haikal tersenyum menganggukan kepalanya. "Iya dia emang belagu. Dan gue lebih ganteng dari dia." ucap Haikal begitu percaya diri.
"Cih..." desis Zoya pelan. Dan Haikal tersenyum.
"Dia adik sepupu gue, anak dari kakaknya bokap gue. Dia lahir di LA dan pindah sama gue waktu dia umur 9 tahun karna orang tuanya meninggal kecelakaan mobil. Jadi, gue sama bunda gue yang urus dia dari kecil." tutur Haikal menceritakan tentang Joe.
"Siapa?" tanya Zoya.
Haikal diam sebentar, "Joewanda, adik sepu—"
"Yang tanyak!" potong Zoya begitu ketus.
Mulut Haikal mengangga lebar ingin tertawa namun tak mampu. Ia hanya bisa mengelus dadanya sabar menganggapi sikap Zoya. Namun jadi dari sana Haikal punya suatu niat yang ingin mengenal dan membawa Zoya pada jalan yang benar. Dan Haikal harus mampu untuk itu.
"Saya mau sendiri. Kamu bisa pergi?"
Haikal menaikkan alisnya, "Kalau ada gue kenapa harus sendirian?"
Zoya hampir menepuk kepala Haikal dengan batu. Ia melirik Haikal sebal bukan kepalang. Bocah tengil ini memang sangat menyusahkan sekali. Zoya berharap tidak pernah melihat Haikal selama-lamanya.
"Kita ini jodoh ya." ungkap Haikal ceplos. Dan Zoya hampir memuntahkan makan malamnya detik itu juga. Mendadak perut Zoya mual bersamaan dengan debaran jantungnya yang abnormal.
Ini gila!
"Saya pikir kamu memang harus pergi ke dokter jiwa. Kamu gak waras!"
"Iya, gak waras karna lo."
Tangan Zoya terkepal kuat bersiap memberi hadiah bogeman mentah kepada Haikal. Namun itu semua terhenti ketika deringan telepon bergema.
Sontak Haikal langsung merogoh kantung celananya dan menjawab panggilan itu.
"Assalamualaikum Bunda..."
Zoya sempat mendengar Haikal memanggil kata bunda. Ia bahkan berbicara begitu lembut dengan penuh candaan pada sosok diujung sana.
Benarkah dia bunda Haikal?
Mengapa mendadak hati Zoya melemah saat melihat sikap Haikal yang penuh perhatian? Ini benar-benar gila! Haikal virus mematikan bagi Zoya.
Saat Zoya ingin beranjak pergi, pandangannya terpaku pada selembar foto yang tampak terjatuh dari celana Haikal. Tubuh Zoya membeku di tempat tak mampu bergerak sedikitpun layaknya mati rasa.
Dengan tangan gemetar Zoya mengambil selembar foto itu. Mendadak ingatan Zoya kembali pada masa lalunya. Foto itu terlihat sudah usang dari warnanya yang sudah menguning. Seorang anak laki-laki berdiri di samping seorang wanita berkulit putih dengan gamis ungu panjang sampai menyentuh tanah tersenyum kearah kamera. Tempat itu tampak seperti pasar malam yang begitu ramai.
Namun bukan itu yang membuat Zoya membeku. Namun sebuah keluarga yang ikut terpotret dari samping foto itu. Jantung Zoya bagaikan tertusuk belati. Jemarinya bergetar memegang selembar foto itu. Dada Zoya terasa terhimpit beban ratusan ton yang membuatnya sulit bernapas. Dan saat itu juga air mata Zoya jatuh berguguran tanpa ia sadari.
Itu keluarga Zoya.
Bersambung
...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro