Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

13. Puncak

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Happy Reading!

••••

Terlihat lingkaran hitam di bawah mata Zoya, wajahnya kusam bahkan langkahnya begitu lunglai seolah tak memiliki tulang dalam tubuhnya. Menjalani sebulan masa dispilinernya terasa begitu kejam. Namun inilah hal yang pantas dia terima dari semua kesalahan yang ia perbuat.

“Dokter Zoya pasien kecelakaan motor akan tiba 5 menit lagi.” ujar salah satu seorang perawat yang menghampirinya. Zoya mengedipkan matanya tiga kali, “Kecelakaan lagi???”

Argh! Luar biasa. Sudah hampir semalam Zoya tak tidur dan di pagi hari ini Zoya yang tak belum sempat pulang sudah kebanjiran pasien di IGD. Wajahnya yang tampak judes ditambah dengan angkuh membuat siapa saja segan mendatanginya ditambah lagi kontrol emosi Zoya yang amburadul karna kelelahan.

“Dokter Zoya! Pasien gagal itu jantung!” teriak perawat itu lagi.

Zoya memejamkan matanya, “Aku datang!”

***

Mungkin baru 15 menit Zoya terlelap merasakan nyamannya kasur tidur ia sudah harus terbangun oleh suara ponselnya sendiri. Zoya bisa menjadi mayat hidup jika begini terus menerus. Tangannya meraba sekitar dengan mata yang enggan terbuka sedikitpun. Sampai ia menemukan ponselnya, namun bukan mengangkatnya, Zoya malah menonaktifkan ponselnya tanpa dosa.

“Dokter Zoya...”

Entah suara darimana itu berasal memanggil nama Zoya terus menerus. Merasa terganggu Zoya malah menutupi dirinya dengan selimut kasurnya.

“Dokter Zoya???”

Ini sama saja membangunkan singa yang sedang tertidur!

“Dokter Zoyaaaaaaaaaaaa!!!”

Zoya pun naik darah tidurnya diganggu. Ia bangun dari tidurnya mencoba melirik ke kanan dan ke kiri. Namun nihil, tak ada siapapun. Dia mencoba melihat ponselnya dan tak ada panggilan apapun. Sampai suara pintu digedor mengalihkan perhatiaanya.

“Dokter Zoyaaaaaaa?!!” teriak wanita dari luar.

“Siapa yang berani membangunkanku?!” tanya Zoya geram pada dirinya sendiri. Dengan dandan yang berantakan Zoya melangkah membuka pintu apartemtnya dengan kasar. Dan saat itu juga Zoya terdiam kebinggungan.

Suprise!

Rania berdiri di depan Zoya tanpa merasa bersalah. Dan sedetik kemudian Zoya sudah berniat mencekik Rania saat itu juga namun sayangnya Rania mengelak dan berlari bersembunyi dibalik tubuh Alisha.

Zoya terkejut. Dia baru tahu Alisha ada di sini. Dan yang membuatnya kaget bukan kepalang lagi, Bona juga ada berdiri melipat tangannya di saku celana sambil memandangi dirinya dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Sejak kejadian itu, Zoya sama sekali tak berinteraksi apapun dengan Rania, Alisha dan Bona. Bahkan setiap kali mereka bertemu, Zoya selalu menghindar. Bona bahkan dengan sengaja membuang wajahnya acap kali bertemu dengan Zoya. Sama sekali tak ada percakapan yang terjadi diantara mereka berempat sampai detik ini.

Bahkan sekarang Zoya membeku di tempat mereka mereka bertiga lengkap berdiri dihadapannya. Jujur, hati Zoya tak mampu berbohong bahwa sesungguhnya Zoya rindu dengan canda tawa mereka. Zoya rindu tingkah kanak-kanak Rania. Zoya rindu polos Alisha. Dan Zoya rindu nada khas batak Bona saat berbicara padanya.

“Aku tunggu diluar.” ujar Bona lalu pergi tanpa senyuman sedikitpun.

***

“Stop! Kalian mau ngapain sih?” tanyaku pada Rania dan Alisha. Aku dipaksa mandi padahal aku belum puas tidur di kasur kesayangaku itu.

Mereka terus memintaku menyiapkan ini itu entah untuk apa. Bahkan mereka membongkar kamarku tanpa izin memasukan beberapa bajuku ke dalam koperku.

Apa mereka ingin menjualku?

“Mbak Zoya itu tenang aja. Kita bakal liburan!”

“Iya, Dokter Zoya tenang aja deh.”

Mereka menyeretku keluar sambil membawa barang-barangku. Mereka ini gila ya? Aku bahkan merasa canggung lama tak berinteraksi dengan mereka. Tapi mereka? Mereka seolah tak ada beban. Mereka seperti menganggap tak pernah ada apapun yang terjadi antara aku dan mereka? Mereka berdua tak mungkin amesia kan?

“Lepas! Aduh kalian apaan sih?!” kataku tak suka.

Kulihat Bona berdiri depan mobil yang kutahu itu adalah mobilnya. Dia memakai kacamata hitam dengan lagak yang sok bos. Apa benar mereka akan menjualku? Ya ampun! Ini tindak kejahatan namanya!

Aku menyentak tangan Rania dan Alisha kasar. Mereka tentu kaget aku berubah menjadi marah. Napasku memburu melihat mereka tak suka sama sekali. Kilatan amarah siap menancap tajam pada jantung mereka.

“Hiya! Dasar kau Zoya kamfret! Lama kali aku tunggu kau di luar sini. Kau tahu? Kulitku sensitif kalau kenak matahari ini. Alamak, berjuta-juta kuhabiskan duit buat perawat nih.” ujarnya sambil mengusap lengannya takut terkena sinar matahari.

“Cih...” Aku berdesis tak suka melihatnya.

“Desis pulak kau di sana ya! Dasar inang-inang!”

Apa dia kata? Inang-inang? Yang kutahu Inang-inang itu sebutan untuk nenek-nenek dalam bahasa batak. Dan dia menyebutku nenek-nenek? Berani sekali dia? Kurasa dia perlu merasakan tinjuan mautku.

“Dasar bocah gendut! Tuh badan cocok banget jadi samsak!” kataku sambil berjalan mendekatinya. Alisha dan Rania sudah menepuk jidatnya berusaha mencegahku sambil menarik-narik lenganku.

“Mbak Zoya udah jangan!”

“Dokter Zoya aduh, udah deh jangan. Stop!”

Aku amat bernapsu memukuli Bona sampai kurus! Tanganku sudah terkepal siap menghantam perutnya buntal itu. Aish dasar Bona jelek! Berani sekali dia melawan seorang Zoya. Dia pikir dia siapa?

“Ikan kakap ikan kerapuh. Kalau berani sini maju.” cetus manusia jelek itu membangkitkan emosiku sampai titik maximal.

Alisha dan Rania kewalahan menahanku sampai aku pun langsung menghadangan Bona melancarkan bogemanku pada perutnya yang buncit itu.

“Adaw! Ampon-ampon! Zoya gila! Aku gak bisa napas kau buat, Kamfret.” cicit Bona.

Aku menggapit lehernya dilenganku. Aku tetawa melihatnya mengaduh kesakitan. Mungkin ini yang dinamakan tertawa diatas penderitaan orang lain. Dia terus memohon ampun padaku. Rania dan Alisha pun tak kalah gesitnya membantu Bona.

Sampai akhirnya aku melepaskan Bona dengan sukarela setelah melihat wajahnya yang padam. Alisha membantu Bona yang kesulitan bernapas karnaku. Dan Rania menatapku heran sambil mengeleng-gelengkan kepalanya. Dan aku masih saja tertawa melihat raut wajah Bona.

“Teruslah tertawa seperti itu, Zoya. Kami bertiga selalu siap membuat tawa itu terus menyala dalam dirimu.” ujar Bona tersenyum hangat.

Dan pelahan tawaku berhenti. Aku baru tersadar aku tertawa. Rasanya baru kali ini aku bisa tertawa lepas seperti ini.

“Jangan pernah diamkan kita bertiga lagi ya.” saut Rania memelukku. Aku terdiam masih terkejut.
Perlahan Alisha pun berjalan kearahku dan memelukku hangat bersama Rania, “Apapun masalah yang terjadi diantara kita jangan sampai memutuskan silahturahim. Kita ini sahabat. Mbak Zoya gak boleh hiraukan kita lagi. Tegurlah kami jika kami salah. Ingatkan kami jika kami lupa. Dan sayangilah kami terus menerus tanpa batas.” sambung Alisha mengeratkan pelukannya padaku.

Keajaiban terjadi padaku. Hatiku luluh! Perlahan tanganku merapat membalas pelukan mereka. Ini amat menyenangkan. Hatiku, aku benar-benar merasa bahagia sekarang.

Inikah nikmatnya merasakan kebahagiaan?

“Cemana pulak aku tak diajak peluk-pelukkan? Aku mau maulah dipeluk-peluk juga.” celetuk Bona berjalan mendeketi kami sambil merentangankan tangannya tak tahu diri. Alisha melempar tatapan tajam pada Bona. Begitu juga dengan Rania. Aku pun ikut memandang Bona tak suka siap meluncurkan rudal terbaikku padannya.

“Tangan Rania gatel nih.” cicit Rania. Alisha tersenyum miring, “Alisha juga udah lama gak olahraga.” sautnya sambil mengertakan lehernya. Dan kini aku sudah mengucir rambutnya menjadi satu.

“Ahhh ... mari kita buat adonan kue untuk makan malam nanti!” kataku.
Bona membulatkan matanya, “Alamak! Tamatlah aku!”

***

Bona meringis memegangi wajahnya yang membiru. Isakannya pun memenuhi mobil yang sedang ia kemudikan. Sedangkan Rania, Alisha dan Zoya duduk di belakang Bona bercerita ini dan itu sambil sesekali tertawa geli.

“Dasar inang-inang! Habis wajah tampanku babak belur. Tengok aja, kukutuk mereka jadi batu nanti!” keluh Bona sambil melirik mereka dari kaca kecil yang tersorot ke belakang.

Bona benar-benar berjuang seorang diri menyelamatkan dirinya dari terkaman Zoya, Alisha dan Rania. Mereka menyerbu tanpa belas kasih pada Bona. Sungguh tragis hidup Bona. Namun percayalah, Bona akan melakukan apapun untuk membuat segurat senyuman pada wajah wanita-wanita ini.

Zoya memandangi pemandangan diluar mobil sambil tersenyum hangat. Dia tak menyangka kini semuanya berubah menjadi menyenangkan. Semua kejadian memiliki makna yang tak ada seorang pun tahu bagaimana akhirnya.

Mereka bertiga membawa Zoya ke puncak untuk berlibur. Soal izin Zoya, Bona dan Alisha benar-benar mengunakan semua koneksi mereka untuk membawa Zoya kabur selama beberapa hari.

Bukan Bona jika tak mampu membuat yang tak nyata menjadi nyata.Ide Rania benar-benar berhasil membuat hubungan mereka kembali seperti semula. Bahkan ini lebih baik dari sebelumnya.

Semua buku memiliki lembaran yang baru untuk kembali diisi dengan coretan. Dan semua orang tak pernah tahu tinta apa yang akan mereka pakai untuk mengurat kisah mereka. Tapi ingatlah, selalu ada warna-warna indah yang siap mengores lembaran baru itu. Begitu pun dengan Zoya, ia tak pernah tahu warna apa yang akan ditercurah nantinya.

Dan siapa yang sangka, mobil mereka tumpangi mendadak mongok. Dan saat itu juga Bona merasakan rasa waswas yang luar biasa pada tatapan predator di belakang kemudinya.

“Oohh mamakku tersayang. Selamatkan anak kau ini, Mak.”

Bersambung...

•••

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro