Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

ZIZI 19- Jatuh

19- Jatuh

"Zia, pulang sama aku, yuk."

Zia memutar bola matanya malas. Baru dua hari jadi pacar Rendra, Zia sudah mual. Namun, Zia bingung bagaimana mau memutuskan hubungan ini.

Kebetulan Salza lewat, Zia memanggil temannya itu. "Gue mau pulang bareng Salza."

"Bareng gue?" ulang Salza. Lalu menatap Zia dan Rendra bergantian.

"Bareng aku aja, Sayang."

"Gue nggak mau! Gue mau sama Salza. Ayo buruan Sal!"  Zia menarik tangan Salza dan keluar dari kelas meninggalkan Rendra.

"Lo sama Rendra kenapa ribut mulu sih?" tanya Salza begitu sudah tiba di parkiran dan keduanya sudah memasuki mobil.

"Nanti aja bahasnya! Lo nyalain dulu mobilnya!"

Salza menurut saja.

"Langsung ke rumah lo aja, ya. Barusan nyokap WA dia mau keluar kota, males gue kalo di rumah sendirian."

Salza menurut lagi.

***

Tiba di rumah Salza, Zia langsung merebahkan tubuhnya di kasur demi mengurangi nyeri pada kaki kirinya. Pikirannya melayang ke percakapan Ulil dan Zidan tadi. Gadis itu masih penasaran sebenarnya Zidan punya penyakit apa.

"Untung nyokap gue nggak ada. Kalo tau lo tiduran masih pakek seragam, habis lo dicincang."

Salza duduk bersila di karpet yang digelar di dekat ranjang. Dia sudah mengganti seragamnya dengan daster bergambar hello kitty. Selain cinta Wattpad, Salza juga pecinta daster. Ada banyak koleksi dasternya yang tidak boleh disentuh apalagi dipinjam oleh siapa pun.

Zia mengubah posisinya menjadi duduk. Lantas mengecek ponselnya. Ada WA masuk dari Rendra yang malas Zia baca. Menghindar mungkin menjadi satu-satunya cara agar bisa lepas dari cowok itu. Sebelum Zia mengatakan kata putus pada cowok itu.

"Lo sama Rendra kenapa sih, Zi? Kalian baru aja jadian lho. Harusnya happy gitu." Salza membuka percakapan.

"Rendra itu kasar, Sal. Gue nggak suka. Gini ya, masa tadi gue cuma ngobrol sama Zidan, gue ditarik-tarik terus bilang 'aku nggak suka kamu deket-deket sama Zidan' sebelum gue sama dia kan gue udah deket sama Zidan, kenapa dia ngatur-ngatur gue?"

Salza manggut-manggut. Sangat mengerti kalau Zia orangnya tidak suka diatur.

"Lagian gue yang bego, kenapa bilang mau pas ditembak sama Rendra. Kita kan belum saling kenal."

"Jalanin aja dulu, Zi. Siapa tau kalian cocok."

Zia menarik napas. "Gue nggak yakin."

"Apa karena lo udah mulai suka sama Zidan?"

Zia memicingkan matanya. "Kenapa Zidan?"

"Ya mungkin aja, gue kan cuma nanya."

"BTW, gue nih lagi curiga sama Zidan. Tadi pas gue lagi bantuin Pak Saiful gue nggak sengaja denger Zidan ngomong kalo hidup dia cuma sampai umur dua puluh tahun."

"Serius lo?" Salza melempar hpnya ke kasur. Bacaan di Wattpad sudah tidak menarik lagi.

"Seribu rius."

Hening meraja.

Lagi, WA datang dari Rendra. Kali ini Rendra mengirim banyak chat alias spam. Zia mendengkus. Segera saja jarinya menekan tanda 'mute' supaya tidak berisik. Zia lebih memilih membalas pesan Nindya yang katanya sudah tiba di tempat tujuan.

"Gue juga sebenarnya curiga sama Zidan." Salza melepas ikat rambutnya. "Gue kan pernah sekelas sama dia, pernah sekali ngeliat Zidan jalannya jinjit, terus juga pernah ngeliat dia duduk di kursi roda didorong sama Shilla."

"Masa sih?"

"Coba deh lo ingat-ingat lagi waktu jalan sama lo, ada yang aneh gak?"

Zia mencoba mengingatnya, walau selama ini tidak pernah memperhatikan Zidan sedetail-detailnya. Hanya sebatas pernah membantu Zidan yang mengaku susah bangun karena mobilnya sempit dan pendek. Lalu Zidan meminta kursi yang lebih tinggi saat di kantin.

Apa itu semua hanya alibi Zidan untuk menutupi penyakitnya? Zia makin curiga.

***

Begitu Zia bangun, Salza sudah tidak ada di sampingnya. Mungkin Salza sudah bangun, pikirnya. Zia pun bergegas bangkit untuk mandi dan ganti pakaian.

Setelah rapi, Zia menuruni tangga mencari Salza. Zia mencarinya di ruang makan, tapi tidak ketemu. Lalu dia beranjak menuju garasi, barangkali Salza sedang memanaskan mobilnya.

Dugaan Zia benar.

"Zi, mobil gue error nih. Nggak mau nyala."

"Kok bisa?"

Salza cengengesan. "Bensinnya habis."

"Itu bukan error namanya."

"Terus gimana dong? Nggak ada tukang bensin yang dekat dari sini."

"Naik bus aja."

"Hah? Naik bus? Nggak ah, nggak mau."

"Ya udah lo pesen ojek atau taksi." Zia melirik arloji di pergelangan tangannya. "Masih ada waktu 35 menit buat nunggu ojolnya."

"Oke." Salza pun segera menyalakan ponselnya. Memesan satu taksi di aplikasi transportasi online.

Tak butuh waktu lama, taksi pesanan Salza datang. Salza dan Zia memasuki taksi tersebut.

***

"Kita belum telat kan, Zi?" tanya Salza setelah turun dari taksi.

"Masih ada waktu sepuluh menit."

"Anjir, gue baru inget belum ngerjain pr!" seru Salza saat hendak memasuki gerbang sekolah.

Langkah Zia terhenti, matanya melotot. "Kok lo baru inget sekarang sih? Gue juga belum sialan!" umpatnya kesal.

"Semalam kan kita begadang nonton Goblin."

Zia menepuk jidatnya sendiri. Benar sih, semalam dia dan Salza marathon nonton Drama Korea sampai jam dua. "Mana pas pelajaran pertama pula. Bakalan kena hukuman dah."

"Eh, itu si Zidan tumben nggak bareng sama Ulil."

"Hah? Mana?"

Salza menunjuk arah seberang, yang mana ada Zidan yang baru saja turun dari taksi. Begitu taksi yang tadi membawa Zidan pergi dan Zidan hendak menyeberang jalan, sebuah motor berkecepatan tinggi datang. Berjalan tak beraturan. Zidan tidak menyadarinya.

Zia refleks lari dan mendorong tubuh Zidan hingga keduanya masuk ke selokan.

Zia bangun lebih dulu. Lalu mengibas roknya yang terkena air got.

"Heh, lo ngapain masih duduk di situ?" tanya Zia pada Zidan yang tidak bangun juga. "Celana lo makin kuyub kena got."

"Gue nggak bisa berdiri."

"Maksud lo nggak bisa berdiri ...."

"Susah, Zi. Lo bisa tarik gue?"

"O-oke." Zia mencoba menarik tangan Zidan. Namun, tak berhasil. "Lo berat, Zi. Kebanyakan dosa, ya? Angkat kek pantatnya."

"Gue beneran gak bisa."

Zia mulai panik. Salza pun datang. Heran melihat Zidan tidak bangun juga. Pada saat hendak bertanya, Zia segera memotongnya.

"Nah, akhirnya lo datang. Lo bantuin gue. Gue masuk lagi ke selokan, lo tarik dari atas ya, Sal."

Zia melompat ke selokan. Memegang kedua pinggang Zidan. Sementara Salza ancang-ancang menarik tangan Zidan. Sekuat tenaga Salza menarik dan sekuat tenaga Zia mendorong, tapi tak membuat Zidan berdiri juga.

"Nyerah gue, Zi." Salza melepas tangan Zidan dan membuat tubuh Zidan kembali terjerembab dan menindih Zia.

"Hampir berhasil, bego! Kenapa malah dilepas?"

Zia tak kehabisan akal. Ia mengalungkan tangan Zidan ke lehernya. "Dalam hitungan ketiga, lo harus angkat badan lo, oke? Satu ... dua ... tiga ...."

Zia berhasil mengangkat tubuh Zidan dan pada saat yang bersamaan matanya menangkap besi yang menempel di kedua kaki Zidan.

Saat Zia hendak memapah Zidan menuju pos satpam sekolah, mobil Ulil berhenti. Ulil dan adiknya Shilla keluar.

"Zidan kenapa?" Ulil bertanya.

"Tadi dia hampir ditabrak motor, gue dorong dia biar gak ketabrak malah jadi kayak gini." Zia mencoba menjelaskan. Setelah itu Ulil mengambil alih Zidan dari tangan Zia.

"Makasih ya, Zia, udah mau nolongin Zidan. Gue bawa dia ke RS dulu. Lo juga mampir ke UKS dulu gih, sikut lo mesti diobati."

Mendengar ucapan Ulil, Zia memutar tangannya. Benar, sikutnya berdarah.

***

Lengan Zia sudah diobati. Pakaiannya juga sudah diganti, pinjam seragam cadangan punya Salza. Sekarang Zia masih duduk di UKS.

"Nih, minum dulu." Salza menyodorkan gelas berisi teh hangat kepada Zia. Zia menerimanya, menyeruput sedikit demi sedikit.

"Akhirnya kita nggak jadi kena hukuman."

Zia mengabaikan celotehan Salza. Pikirannya melayang mengingat besi yang menempel di kedua kaki Zidan. Apa itu yang disembunyikan Zidan selama ini? Pantas saja Zidan selalu memakai celana yang agak lebar, berbeda dengan siswa kebanyakan.

❤❤❤

Done
271119

Published
301119

***

Next part ....

Untuk pertama kalinya, Zia merasa tak ingin kehilangan Zidan.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro