ZIZI 07- Bekal untuk Zidan
07- Bekal untuk Zidan
Jam lima pagi, Zia sedang berkutat dengan penggorengan dan spatula. Berbekal panduan memasak di youtube, Zia membuat nasi goreng pedas. Sebelumnya, Zia juga mencari cara memasak air hingga mendidih di google, juga mencari cara menanak nasi.
Kenapa pagi ini Zia masak? Entahlah. Tadinya hanya berniat membawakan bekal untuk Zidan. Mengingat saat terakhir bertemu wajah cowok itu pucat. Namun, persediaan roti sandwich sedang kosong. Hanya ada nasi sisa semalam. Karena tidak tahu nasinya mau diapakan akhirnya Zia mencari tutorial masak nasi goreng di youtube.
Zia mematikan kompor, di saat yang bersamaan Nindya yang masih mengenakan piyama datang dari arah kamarnya.
"Zia, kamu masak?" Nindya mengerjap tak percaya melihat dapurnya berantakan dan Zia ada di sana. Pantas saja dari tadi dia mendengar kegaduhan dari dapur.
"Iya, Mi."
"Alhamdulillah, anak mami sekarang udah gede!"
"Ish, emangnya kemarin-kemarin aku masih kecil gitu?" Zia cemberut.
"Iya. Mami suruh masak air aja, kamu gak mau. Sekarang?" Nindya membuka tutup mejikom, asapnya langsung mengepul. Nindya menyendok nasinya sedikit. "Wah, nasinya aja pas banget teksturnya. Nggak kelembekan. Zia hebat."
"Ih Mami, itu kan gara-gara pake mejikom."
"Coba Mami mau cicip nasi gorengnya."
"Jangan!" Zia mencegah Nindya yang ingin menyendok nasi goreng buatannya. "Ini mau buat temen."
"Siapa?"
"Salza, Mi. Kemarin kan Zia ngabisin bekalnya Salza, nah sekarang Zia mau gantiin." Zia terpaksa berbohong. Mana mungkin Zia mengatakan kalau bekal ini untuk Zidan. Bisa-bisa Nindya membullynya habis-habisnya.
"Semoga aja Salza suka masakan amatiran kamu, ya."
Zia mengamini ucapan sang mami di dalam. Ya, semoga saja Zidan mau memakan masakan perdananya.
***
Zia benar-benar membawa hasil masakannya ke sekolah. Setelah meletakkan tas di meja, Zia langsung bergegas menghampiri kelas Zidan.
"Pagi Zidan!"
Zidan yang sedang membaca buku tak menggubris sapaan Zia.
Zia meletakkan kotak bekal yang ia bawa di meja Zidan. "Nih, gue bawain bekal buat lo. Lo harus cicipin masakan pertama gue."
Zidan melirik kotak bekal itu sebentar, lalu kembali fokus ke buku bacaannya. "Gue udah sarapan."
Penolakan pertama. "Ya buat makan siang lah. Pokoknya lo harus makan."
"Lo masak apa emangnya?"
"Nasi goreng."
Zidan menutup bukunya. "Singkirin makanan itu dari meja gue."
Penolakan kedua. Zia masih gentar. "Lo kan belum buka tutupnya. Belum liat bentuknya juga udah disuruh singkirin."
Tanpa Zia duga, Zidan menggebrak mejanya. Hingga beberapa siswa yang ada di kelas menoleh ke tempat duduk Zidan.
"Gue bilang singkirin makanan itu dari meja gue sekarang juga!" ucap Zidan setengah membentak.
Ini penolakan yang ketiga. Zia kali ini menyerah. Ia mengambil kotak bekalnya dan beranjak dari tempat Zidan. Sampai di depan pintu, Zia bertemu Ulil.
Agak lama Ulil memandang Zia. Sampai akhirnya cowok itu menarik tangan Zia dan membawa gadis yang akhir-akhir ini mendekati sahabatnya menuju kantin.
***
"Lo ngapain bawa nasi goreng ke kelas Zidan?"
"Ck. Gitu aja masih ditanya. Ya gue pengen ngasih makanan ini ke Zidan lah!"
Ulil menghela napas. "Zidan gak suka nasi goreng. Dia punya trauma sama makanan ini. Jadi ya percuma aja lo masakin dia nadi goreng resep dari Italia sekalipun, Zidan gak akan makan."
Zia melongo. Satu fakta dari Zidan kini terungkap. Ternyata cowok pendiam bin nyebelin ini nggak suka makanan khas Indonesia. Sungguh aneh.
"Lo suka sama Zidan?"
Zia tak langsung menjawab. Ulil nggak boleh tau niat Zia yang sebenarnya. Bahaya. "Lo tau tipe cewek yang disukai Zidan apa?"
"Gue tau, tapi gue gak mau ngasih tau elo."
"Kenapa begitu?"
"Kalau elo emang beneran tulus suka sama Zidan, lo akan jadi diri sendiri. Bukan jadi perempuan yang Zidan mau."
Telak.
Zia tidak tahu mau bertanya apa lagi. Baru kali ini ia mati gaya di depan cowok.
Ulil membuka tutup kotak bekal milik Zia. Menyendok nasi goreng itu. Zia melotot.
"Kok lo yang makan?"
"Daripada mubazir. Zidan kan gak mau," jawab Ulil sambil mengunyah.
Zia menunggu reaksi Ulil setelah memakan nasi gorengnya. Nasi goreng itu sebenarnya tidak Zia cicipi, karena niat awalnya Zia ingin Zidan jadi orang pertama yang mencicipi masakannya.
Melihat tidak ada reaksi apa-apa, Zia akhirnya bertanya, "Lil, nasi goreng gue enak?"
"Sebenernya keasinan, tapi karena gue belum sarapan, rasanya jadi enak."
Zia langsung merebut sendok serta kotak bekalnya dari tangan Ulil. "Jangan diterusin! Entar lo sakit perut."
"Cie panik. Sini." Ulil mengambil kembali sendok dan kotak bekal Zia. "Gue ini pantang nolak rejeki, terutama makanan. Walaupun rasanya gak enak, selagi makanannya halal, gue makan."
Entah kenapa perkataan Ulil membuat pipi Zia panas.
"Gue bakal kasih tau tipe cewek yang disukai Zidan. Tapi cuma sebatas penampilan aja ya, untuk sifat sama sikap, lo bisa tanya orangnya langsung." Ulil menelan suapan ketiga sebelum meneruskan ucapannya. "Zidan nggak suka cewek yang rambutnya pendek, apalagi sampai menyerupai rambut cowok. Zidan nggak suka cewek yang rambutnya dicat, apalagi yang nggak sesuai sama bentuk hidung. Lo tau anak IPA yang namanya Bertha? Nah, dia kan rambutnya dicat warna merah tapi hidungnya pesek, Zidan langsung bilang 'lo tuh kayak badut ancol'."
"Di depan orangnya langsung?"
"Iya. Jahat kan dia?"
"Terus si Bertha-nya gimana?"
"Ya dia ngamuk lah. Nggak terima dikatain badut. Terus besoknya dia nggak deketin Zidan lagi."
"Sadis banget. Ya cewek mana yang terima badannya dikatain?"
"Lanjut ya, Zidan itu nggak suka cewek yang pake lipstik merah menyala. Karena menurut dia, kayak habis makan ayam hidup-hidup. Terus Zidan nggak suka cewek yang makai pakaian ketat, rok di atas lutut. Geli katanya."
"Dia langsung horny gitu?"
"Wajar Zi, kami cowok. Kalo disodorin kayak gitu ya bakalan horny. Makanya Zidan benci sama siswi-siswi di sini yang sengaja pamer paha sama dada, gimana kalo kepancing? Yang disalahkan pasti kaum cowok. Padahal kami kaum Adam udah mati-matian jaga pandangan."
"Gue yang cewek aja juga geli kalo ngeliat kaum gue pamer-pamer begituan."
"Terus kenapa lo pake rok di atas lutut?"
"Karena rok gue udah kependekan dan gue mager beli, bentar lagi lulus."
Ulil tertawa keras. "Lo aneh, Zi. Beli barang branded lo sanggup, giliran beli seragam mager. Bilang aja lo takut kan dibilang cupu sama anak-anak sini?"
Zia tak bisa membalas ucapan Ulil yang benar adanya. Tuh kan, kalo ngomong sama Ulil emang bikin mati gaya.
"Gue bener, kan? Hahaha ...."
Tak terasa nasi goreng Zia tandas tanpa sisa sebutir pun. Ulil menutup kotak bekalnya. Lalu menatap wajah Zia lekat-lekat. "Kayaknya cuma itu doang deh. Tapi bukan berarti Zidan ngeliat cewek dari penampilan aja. Dia pernah bilang begini 'percuma cewek cantik mulus kalo attitude-nya nggak dijaga ya sama aja kayak cewek burik'. Dan kalau lo masih mau deketin dia, ya lo harus punya hati baja biar nggak tersinggung denger kata-kata kasar dari mulut dia. Satu lagi, jangan sampai lo nyakitin Zidan. Karena kalo itu terjadi, lo harus berhadapan sama gue."
"Lo juga bilang begitu sama cewek-cewek yang pernah deketin Zidan?"
"Gak, baru lo doang. Yang terakhir itu khusus buat lo."
"Kok gitu? Gue pernah salah apa sama kalian?"
"Ada satu rahasia besar yang pengen banget gue ceritain ke elo, tapi gue rasa biar Zidan aja yang bilang langsung. Pokoknya inget pesan gue yang terakhir tadi, ya. Kalau lo mau tau, cari tau aja sendiri. Gue pamit ke kelas dulu!"
"Kok gitu? ULIL!" Zia berteriak memanggil Ulil yang sudah keluar dari kantin. Ada apa sebenarnya? Kenapa hanya dia yang diperingati? Rahasia apa yang sebenarnya Zidan sembunyikan?
❤❤❤
Done
110919
Published
150919
***
Next part ....
Zia terperanjat. Nggak ada angin, nggak ada hujan, Zidan sudah berdiri di depan kelasnya.
***
A/N
Wah Zidan punya rahasia apa nih? Duh, akoh kok kepo.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro