ZIZI 05- Kafe
05-Kafe
"Sher, lo salah ngasih nomer, ya?"
Besoknya Zia bersama Salza menyempatkan datang ke kelas Sherly. Karena tadi pada saat sebelum jam pelajaran pertama, Zia tidak sempat jajan ke kantin karena lupa mengerjakan pe-er.
"Gak deh. Emang kenapa?" Sherly malah balik tanya.
"Gue kemaren nanya Zidan apa bukan, dia bilang salah orang terus gue di blokir."
"Ya mana gue tau! Gue terima-terima aja dikasih sama orang."
"Siapa sih orangnya, Sher? Ulil?" Kini giliran Salza yang bertanya.
"Bukan. Gue dapet dari mamanya Zidan."
"What? Seriously?" seru Zia dan Salza serempak.
"Ya dong. Jadi gini, nyokap gue sama nyokap Zidan tuh satu grup arisan. Terus pada satu kesempatan, gue ketemu sama nyokapnya Zidan, dan gue tiba-tiba dikasih nomernya Zidan."
Salza yang tadinya berdiri memilih duduk di kursi yang kosong. Sementara Zia tetap berdiri. "Tapi kalo nomor itu beneran dari nyokapnya, harusnya nggak salah dong? Berarti lo beneran diblokir, Zi."
Zia mencebik. "Gak asik banget sih tuh cowok!"
"Sabar, Zi. Lo kan bisa nyari IG-nya."
Ucapan Salza ada benarnya. Kenapa Zia nggak mikir dari tadi?
Zia mengeluarkan hpnya. Membuka aplikasi Instagram dan mencari nama Zidan di bar pencarian. Ada lima akun yang menggunakan nama yang sama, akan tetapi Zia meyakini akun teratas adalah punya Zidan berkat foto profil yang terpasang.
"Yaaah dikunci." Zia kecewa saat membuka akun tersebut terdapat tulisan akun ini bersifat pribadi.
"Zi, itu kesempatan lo buat deket sama dia. Lo spam DM aja," kata Sherly.
"Tumben lo pinter."
***
"Zi, IG lo namanya Malvino Zidan, 'kan?"
Pulang sekolah, satu-satunya kesempatan Zia untuk menemui Zidan. Gadis itu mengikuti Zidan yang berjalan menuju gerbang sekolah.
"Kenapa emangnya?"
Pertanyaan dari Zidan membuat wajah Zia bersinar. Tumben orang ini nanya. "Acc akun gue dong. Queen Shaqeena."
"Gue nggak punya kuota."
"Masaaaa?" Zia tidak percaya. "Gimana kalo besok Sabtu kita nongkrong di kafe?"
"Gue nggak mau."
"Ayolah Zi, sekali ini aja."
Zidan acuh. Bahkan kini cowok itu mempercepat laju kakinya. Karena tidak mau tertinggal, Zia mengamit tangan cowok itu. Sontak Zidan menepis kasar tangan Zia. Zidan menatap tajam gadis di hadapannya.
"Dengerin baik-baik cewek aneh! Gue nggak mau lo terus-terusan ngikutin gue dan gue juga nggak mau punya urusan sama lo, apa pun itu. Ngerti?!"
Telak. Zia terpaku di tempat. Lidahnya kaku hanya untuk sekadar membalas kata-kata cowok itu. Zidan marah-kah? Terlihat jelas dari matanya kalau Zidan tidak suka Zia ada di sampingnya.
***
Tapi bukan Zia namanya kalau menyerah begitu saja. Malam ini, Zia gencar mengirim pesan ke akun Instagram Zidan walaupun akunnya belum diterima.
Me
P
P
P
P
P
P
Zidaaaaaan
Acc akun gue
Gue gak akan berenti sebelum lo acc gue
Zidan
Woy
Lo pikir gue nyerah gitu aja setelah lo gertak?
Gue justru semakin penasaran sama lo
Zidan!!!
Besok kita makan di kafe ya!
Zidan!!!
Gila, gue ngomong sendiri
Jahat lo!
Zia memandang layar berwarna putih yang ia genggam. Masih tidak ada tanda-tanda Zidan sekadar membaca atau membalas pesannya. Apa benar Zidan terganggu dengan kehadirannya? Apa karena niatnya salah makanya jalan Zia tidak dimudahkan?
Jam sudah menunjukkan pukul 23.24. Rumah Zia sunyi karena Nindya sudah tidur lebih awal. Biasanya jam segitu Zia juga sudah terbuai mimpi, tapi untuk malam ini tidak karena sibuk dengan spam.
Zia meletakkan ponselnya di meja belajar. Lalu dengan langkah malas menuju ranjang. Tapi baru beberapa langkah, Zia mendengar suara notifikasi ponselnya. Secepat kilat Zia meraih benda tipis tersebut.
Zidan sudah menerima akun Zia. Tidak berhenti sampai di situ, Zidan bahkan membuka blokiran nomor Zia serta mengirim pesan dan share lokasi yang membuat Zia sumringah.
Besok jemput gue di alamat yang udah gue kasih.
***
Keesokan harinya, Zia yang mengendarai Mini Cooper kesayangannya berangkat menuju alamat yang diberikan Zidan semalam. Sepanjang perjalanan Zia mengikuti arahan dari mbak-mbak Google Maps. Namun, Zia baru menyadari kalau dirinya pernah datang ke alamat tersebut.
"Perumahan Indah Kavling XV No. 05." Zia kembali membaca alamat itu. Sambil memacu kendaraannya, Zia mengingat-ingat siapa yang tinggal di alamat tersebut. Begitu sudah ingat, Zia mengerem mobilnya secara mendadak.
Pantas saja Zia seperti familiar dengan tempat ini, ternyata alamat rumah Sherly. Walaupun baru sekali datang ke sana, tapi Zia masih ingat betul lika-liku lokasinya. Untuk memastikan apakah Zidan salah memberi alamat atau tidak, Zia menelepon Zidan.
"Lo udah sampai mana?" tanya Zidan begitu telepon tersambung.
"Gue udah sampai di perumahan. Lo ... gak salah ngasih alamat, kan?"
"Iya, itu bener rumah gue. Tapi gue sekarang ada di pos satpam, cepetan ke sini!"
"Iya iya."
Setelah itu Zidan memutus sambungan telepon secara sepihak. Zia tak ambil pusing, dia memacu kendaraannya menuju pos satpam yang letaknya tidak jauh dari posisinya sekarang.
Sampai di pos satpam, Zia berhenti. Membuka kunci pintu mobilnya supaya Zidan bisa membukanya. Tanpa basa-basi Zidan menduduki jok di samping Zia.
"Lo satu rumah sama Sherly?" tanya Zia tiba-tiba.
"Sembarangan! Gue sama dia tetanggaan, rumah gue ada di ujung sana."
"Terus kenapa lo ngasih alamat rumah Sherly? Aneh."
"Yang deket sama pos satpam, biar lo nggak usah nyari-nyari rumah gue. Baik hati kan gue?"
Zia nyengir. Segera dia memutar balik mobilnya.
"Mobilnya gak enak dibawa sama lo. Baru belajar nyetir mobil, ya?" celetuk Zidan.
"Enak aja!" balas Zia tidak terima, menatap tajam cowok itu. Tapi, beberapa detik kemudian Zia mengalihkan pandangannya ke depan. "Iya sih, gue baru selesai belajar nyetir mobil empat bulan yang lalu."
"Tuh kan, dugaan gue bener."
"Ya masih mending gue daripada lo! Lo setiap hari di atar jemput sama Ulil, udah kayak raja aja. Lo tuh mestinya belajar nyetir, biar nggak numpang terus sama Ulil."
Tidak ada tanggapan dari cowok itu. Zia gondok. Lupa sekarang dia sedang bicara dengan siapa.
"Zidan, lo dengerin gue–" Ketika Zia menoleh ke samping, dia mendapati Zidan memejamkan kedua matanya dan terdengar dengkuran halus di sana. Zia juga melihat ada lingkaran hitam di mata cowok itu.
"Dan sekarang lo numpang tidur di mobil gue. Fix cowok aneh," ucap Zia.
***
Tiba di kafe, Zidan masih tidur. Zia memilih menekan klakson berkali-kali sampai Zidan membuka kedua matanya.
"Akhirnya lo bangun juga. Masih pagi udah molor."
Zia puas melihat Zidan kaget akibat ulahnya. Dia turun lebih dulu karena perutnya sudah keroncongan.
Sepuluh langkah meninggalkan tempat parkir, Zia belum melihat tanda-tanda Zidan akan menyusul. Bahkan sampai Zia menemukan meja yang kosong Zidan belum datang. Takut Zidan kenapa-napa Zia memilih balik lagi ke mobil.
"Woy, kok lo masih anteng aja. Ayo masuk! Gue laper nih. Belom sarapan."
"Zia, bisa tarik gue?"
Zia kebingungan. "Maksudnya?"
"Gue susah bangun dari sini. Lo mau bantuin gue?"
"Eh ya udah." Zia mengulurkan tangannya agar Zidan bisa berpegangan. Dalam hitungan ketiga Zia menarik Zidan sampai cowok itu berdiri tegak. Dalam hatinya Zia merasa bersalah karena tadi membangunkan Zidan secara tidak manusiawi.
"Thank you, Zianka."
Untuk pertama kalinya setelah empat hari mendekati Zidan, Zia mendengar ucapan terima kasih yang tulus dari cowok itu. Juga panggilan yang sama dengan Almarhum papinya.
♥♥♥
Done
270819
Published
290819
***
Next part...
"Kamu harus belajar hemat, Zi. Biar tabungan papi kamu gak cepet habis."
***
AN
Tadinya mau up di hari Sabtu, buat jadi penutup bulan Agustus. Tapi takut keburu kuotanya habis makanya aku up sekarang.
Kalo aku adain kuis di sini adakah yg mau ikut?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro