Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

ZIZI 04- Nomor Ponsel

04-Nomor Ponsel

Zia meletakkan buku-buku pinjaman Zidan dengan kasar di meja si empunya.

Zidan duduk. Memasukkan sebagian buku pinjamannya ke ransel, menyisakan satu buku tebal di mejanya. Zia masih berdiri di sisi kanan meja Zidan.

"Lo ngapain masih di situ? Pergi sana!" Zidan mengusir Zia tanpa mengucapkan terima kasih. Zia yang sudah gondok dengan senang hati pergi dari kelas Zidan. Zia menumpahkan kekesalannya dengan meremas-remas tangannya sepanjang jalan.

"Nyebelin banget tuh cowok! Pantes gak ada cewek yang betah sama dia. Dan gue harus deketin dia selama empat belas hari? Gila!"

***

Zia menaruh buku serta alat tulisnya ke dalam loker. Pelajaran hari ini sungguh melelahkan. Belum lagi dia masih kesal dengan ulah Zidan tadi pagi. Namun, Zia masih pengen mengikuti tantangan Sherly. Tas branded itu masih menari-nari di pelupuk matanya.

Zia ingat cerita wattpad yang pernah dibaca Salza. Di cerita tersebut si cowok yang lagi jatuh cinta sama cewek, memberanikan diri meminta ID LINE si cewek. Zia kepikiran ingin meminta nomor Zidan.

"Eh tapi masa gue duluan sih?" gumam Zia ragu. "Ah gak papa deh."

Zia menutup pintu lokernya dan pada saat yang bersamaan Zidan keluar dari kelasnya. Jelas Zidan baru keluar, jam pelajaran terakhirnya Bahasa Inggris. Miss Elena yang terkenal cerewet itu pasti akan bercerita panjang lebar tentang pengalaman dia yang kuliah di luar negeri. Walau sudah berkali-kali, guru itu tidak bosan. Zia sendiri saat jam-nya Miss Elena akan memilih tidur sampai pelajaran selesai. Lumayan dapet tidur satu jam.

Kembali ke topik. Zia yang sudah bertekad akan meminta nomor ponsel Zidan kini mengejar Zidan sebelum menghilang.

"Hai." Zia menyapa Zidan. Walaupun Zia sudah tau tidak akan digubris.

"Tadi jam-nya Miss Elena ya? Lo pasti tidur 'kan?"

"Tidur cuma buat siswa yang lemah."

Ucapan Zidan menohok hati Zia. Kampret gue dibilang lemah.

"Oh iya, lo kan suka baca novel. Pasti asik kalo dengerin Miss Elena cerita."

"B aja."

Mengheningkan cipta. Zia masih berkutat dengan otaknya, memikirkan cara yang tepat untuk meminta nomor Zidan sekaligus cara memaksa jika ditolak mentah-mentah.

Zidan dan Zia sudah tiba di gerbang sekolah. Sebelum Ulil datang, Zia harus melancarkan aksinya. "Zi, bagi nomer Whatsapp lo dong."

"Gak."

"Ayolah Zi, nambah temen gak masalah 'kan?"

"Bagi gue masalah."

Sebelum Zia meminta lagi, Zidan menyetop laju taksi. Cowok itu menaiki taksi tersebut meninggalkan Zia.

Zia menghentakkan kakinya. "Dasar pelit!"

Begitu taksi yang membawa Zidan melesat jauh, BMW milik Ulil berhenti di depan Zia. Kaca mobilnya terbuka, orang yang berada di dalam menampakkan diri.

"Zidan sama lo gak?"

"Tadi sama gue. Sekarang udah pergi naik taksi."

"Naik taksi? Kok lo gak cegah sih?"

"Lho, emangnya gue siapanya ngelarang dia pergi. Zidan udah gede kali, Lil."

Setelah itu Ulil tancap gas tanpa pamit pada Zia. Zia dibuat heran, kenapa Ulil tampak khawatir Zidan pulang sekolah sendirian.

***

Sore itu, Salza dan Sherly datang ke rumah Zia. Zia sendiri yang mengundang dua sahabatnya. Nindya hari ini lembur. Katanya kasus dari klien sudah menemukan titik terang dan berkasnya harus diselesaikan hari ini juga.

Punya orangtua yang workaholic tentu saja membuat Zia merasa kesepian saat berada di rumah. Untuk mengusir rasa sepi biasanya Zia pergi ke mall atau mengajak kedua sahabatnya datang ke rumah. Dulu saat Zia masih SMP pernah Nindya mempekerjakan seorang ART, namun dua tahun kemudian Nindya terpaksa memecat ART tersebut lantaran  hamil di luar nikah, dan kejadian tersebut berlangsung di rumahnya. Sekarang Nindya hanya mempunyai ART yang bekerja setengah hari, dari hari Senin sampai Sabtu. ART tersebut hanya bertugas bersih-bersih rumah dan mencuci saja, untuk urusan makan Nindya mempunyai katering langganan.

Rumah Zia tergolong besar untuk dihuni dua orang saja. Terdapat dua lantai dengan lima buah kamar, dua kamar terletak di lantai dasar, sedangkan tiga kamar berada di lantai atas. Ruang tamu dengan sofa single sebanyak empat buah dan satu meja. Di seberang ruang tamu terdapat ruangan untuk menonton televisi, serta dapur dan kamar mandi untuk tamu.

Tempat ternyaman di rumah tersebut adalah kamar Zia sendiri. Kamar bernuasa monokrom tersebut memiliki ranjang berukuran besar, sangat cukup ditiduri empat orang. Di sebelah kanan ranjang terdapat meja belajar yang sudah disediakan monitor dan printer untuk memudahkan tugas sekolah Zia. Di depan ranjang terdapat tv yang sudah tersambung dvd player, kadang Zia dan kedua sahabatnya menggunakan fasilitas ini untuk karaoke. Lantai di depan ranjang Zia sudah dilapisi karpet tebal.

Namun, rumah Zia masih kalah dengan rumah Sherly. Zia pernah sekali masuk ke sana, rumah Sherly bak istana kerajaan. Kamar yang ditempati Sherly pun sangat luas. Juga terdapat kolam renang dan lapangan golf. Jelas sekali jika Sherly membanggakan pekerjaan kedua orang tuanya.

Kini, kita akan lihat apa yang dilakukan Sherly dan Salza di kamar Zia. Sherly sedang melihat koleksi sepatu Zia. Sudah tidak heran lagi kalau Sherly akan melakukan hal seperti itu. Sementara Salza sedang tiduran di ranjang dengan mata menancap di layar ponsel. Selalu, dimanapun dan kapanpun, Salza tidak bisa lepas dari akun wattpadnya. Sekarang Salza sedang membaca cerita tentang remaja laki-laki dari Singapura datang ke Indonesia untuk menjemput kakaknya.

Kalau Zia? Dia sedang duduk di lantai berkarpet. Ponselnya diputar-putar. Otaknya sedang memikirkan bagaimana caranya dia mendapatkan nomor Zidan tanpa meminta pada orangnya langsung.

Pluk. Zia merasakan kepalanya kejatuhan sesuatu. Ternyata tisu yang sudah basah, Zia langsung memutar tubuhnya ke ranjang. "Sal, lo pasti lagi nangis!"

Sherly yang hendak membuka lemari pakaian Zia menghentikan aktivitasnya. "Gara-gara wattpad lagi pasti."

"Ceritanya bikin sedih tau. Si kakak nggak mau nerima adeknya, padahal si adek udah jauh-jauh dateng."

Zia dan Sherly sama-sama menepuk jidatnya.

"Nyari bacaan tuh yang hepi-hepi makanya," kata Zia.

"Ya gimana dong? Sinopsisnya menyakinkan gitu, makanya gue baca."

"Terserah lo."

Zia pindah posisi mrnjadi duduk di tepi ranjang. "Gue lagi pusing nih."

"Pusing kenapa?" tanya Sherly.

"Ya itu, si Zidan. Gue mintain nomernya kagak dikasih."

"Tenang Zi, lo jangan pusing. Gue ada nomernya."

"Serius lo!"

Sherly mengambil ponselnya dari saku seragam. Kemudian jemarinya mulai bergerak di atas layar. "Nih catetnya, 081...."

Dengan sigap Zia mencatat dua belas digit yang disebut Sherly dan langsung menyimpannya di kontak. "Thanks ya, Sher. Lo emang sahabat gue yang paling baik. Btw, lo dapet nomer dia dari mana?"

"Soal gue dapet nomer dari mana, itu rahasia. Yang penting sekarang lo punya nomernya, 'kan?"

"Iya sih."

"Eh, gue cabut duluan, ya. Bokap gue udah sampe rumah. Gue harus pulang." Sherly bangkit, menyimpan kembali ponselnya ke tempat semula. "Sal, lo stay di sini sampai nyokapnya Zia pulang."

Salza yang mendengar hanya mrngangkat jempolnya, tapi matanya tetap terpaku pada layar gawai.

Sherly dan Zia cipika-cipiki sebelum Sherly beranjak dari kamar Zia. Setelah Sherly pergi, Zia membuka aplikasi Whatsapp. Zia mencoba mengirim pesan ke nomor Zidan.

Me
P
P
Zidan

Tiga kali mengirim pesan namun hanya mendapat ceklis dua abu-abu. Zia membiarkannya. Mungkin Zidan lagi di wc.

Lampu flash ponsel Zia berkedip-kedip, menandakan ada notifikasi yang masuk. Zia segera membuka pengunci layar, ada balasan dari Zidan.

Zidan
Siapa?

Me
Gue Zia, yang pernah ke kelas lo. Lo Zidan kan?

Zidan
Sori lo salah orang.

Tak lama, tulisan terakhir dilihat beserta foto profil Zidan lenyap. Bahkan saat Zia membalas lagi pesannya hanya ceklis satu. Pertanda bahwa Zia diblokir.

Kesal? Pasti. Saking kesalnya, Zia melempar gawai besutan Cina miliknya ke kasur.

"Lo kenapa?" tanya Salza.

"Gue diblokir."

"Sherly salah ngasih nomer kali, makanya lo diblokir."

"Bisa jadi."

♥♥♥

Done
230819

Published
250819

***

Next part....

Zia merasa pernah datang ke tempat ini. Untuk memastikan apakah Zidan salah memberi alamat atau tidak, Zia menelepon Zidan.

***

AN

Mau mulai belajar lagi konsisten update satu bab per minggu. Bisa aja sih dobel apdet kalo dapet keajaiban 100 komen di bab ini (tapi gak mungkin wakakak)

Alasan kenapa aku pake pov Zia, biar ceritanya gak cepet tamat. Kalo pake pov Zidan bubar sudah. Penentuan mau pake pov apa sebelum nulis itu perlu banget kalo kalian mau tahu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro