Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

ZIZI 02- Hari Pertama

02- Hari Pertama

Sebenarnya Zia sudah lama penasaran dengan Zidan. Bisa dikatakan Zia ingin mengenal lebih jauh lantaran cowok itu bisa memainkan segala macam alat musik. Zia ingin sekali menguasai alat musik, terutama gitar. Meskipun saat kelas sepuluh Zia pernah memainkan alat musik itu. Namun kata Salza, Zia belum bisa nyambung ke instrumen.

Niat tersebut belum pernah terealisasikan lantaran sudah tahu sifat Zidan yang seperti itu. Jujur saja Zia tidak tahan bertatap muka dengan cowok pendiam setingkat Zidan. Apalagi jika dia duluan yang selalu memulai percakapan. Zia lebih suka cowok yang humoris.

Akan tetapi demi tas impiannya, Zia harus kuat menghadapi Zidan. Zia harus bisa membuat Zidan bertekuk lutut padanya.

❤❤❤

Tiba di sekolah, Zia langsung pergi ke kantin karena tadi tidak sarapan. Maminya sudah berangkat ke tempat kerja, sementara katering langganannya sedang libur. Zia sendiri tidak bisa masak.

Rupanya Sherly dan Aura sudah ada di kantin. Makanan keduanya sudah tandas.

Usai memesan makanan, Zia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Sosok Zidan yang ia cari tidak ada di sudut mana pun.

"Zidan kalo pagi nggak pernah ke kantin, ya?" tanya Zia entah kepada siapa.

"Menurut sumber yang gue percaya, Zidan tuh nyaris nggak pernah ke kantin. Dia selalu bawa bekal dari rumah," jawab Sherly.

"Terus kalo jam istirahat atau jam kosong, dia di kelas aja gitu? Apa nggak bosen?"

"Zidan anaknya kutu buku, Zi. Paling keluar kelas kalo mau buang hajat doang." Kali ini giliran Salza yang bersuara. Saat SMP, Salza pernah satu kelas dengan Zidan.

Salza dan Sherly memang sudah berteman sejak SMP dan baru bertemu Zia saat SMA. Sedangkan dengan Zidan, hanya sekadar teman sekelas.

"Tapi apa nggak bosen baca buku terus?"

"Tiap orang kan beda-beda, Zi," sahut Salza.

"Dan gue harus deketin cowok kayak gitu? Apa nggak ada cowok lain di sekolah ini?"

Sherly meletakkan ponselnya di meja. "Justru cowok tipe Zidan yang menantang. Kalo lo berhasil, lo akan disebut primadona."

Zia mendengkus.

"Mumpung masih ada waktu lima belas menit, lo ke kelasnya Zidan, gih," kata Sherly.

"Makanan gue belum nyampe kali, udah disuruh pergi aja."

Beberapa detik kemudian, mie ayam pesanan Zia datang. Dengan cepat Zia melahap makanan tersebut meski masih panas. Dalam waktu tujuh menit, Zia menandaskan semangkuk mie ayam.

"Gila lo, Zi. Lo makan apa kesurupan?" cetus Salza.

"Itu namanya seni makan yang cepet."

Zia bangkit. Lantas pamit pada kedua temannya. Langkahnya mantap keluar dari kantin, menuju kelas XII IPS 4, tempat Zidan berada.

Sesampainya di sana, Zia mengatur napasnya terlebih dulu. Kemudian merapalkan doa dalam hati. Setelah itu baru Zia mantap memasuki ruang kelas Zidan.

Zidan ternyata duduk di pojok belakang dekat jendela. Kedua matanya serius memindai kata-kata dari buku yang ia pegang. Zia sempat membaca judul tersebut. Judulnya Arkais.

What? Zidan baca novel ternyata? Emangnya boleh ke sekolah bawa novel?

Zia kembali mengatur napas. Entah kenapa ia jadi ragu mendekati Zidan. Gimana nanti kalo gue dikacangin?

"Siapa di sana?"

Zia terkesiap. Dia nyaris terjengkang saking kagetnya mendengar suara Zidan yang serak-serak basah.

"Lo nggak kenal gue?"

Zidan mendongak. Mengamati cewek yang berjarak satu meter darinya. "Nggak."

"Serius? Gue Zia. Satu sekolah tau kali siapa gue. Selebgram di sekolah ini."

"Gue jarang main sosmed. Lagian, buat apa ngebanggain follower lo yang nggak guna? Buang-buang waktu aja!"

Kalimat Zidan membuat darah Zia berdesir. Dan setelah itu, tidak terdengar lagi suara selain cuitan burung yang bertengger di pohon belakang kelas.

Zia geram.

Tuh kan gue dikacangin. Pantas saja para cewek di sekolah ini nggak ada yang berhasil. Zidan memang dingin dan irit kata!

Ketika Zia ingin bicara lagi, bel tanda masuk mengintrupsinya. Zidan menutup novelnya lalu dimasukan ke dalam tas.

"Ngapain masih berdiri di situ? Keluar sana!" ketus Zidan.

Mengambil langkah seribu, Zia keluar dari kelas Zidan. Menyisakan tanda tanya besar di kepala beberapa siswa yang baru saja masuk ke kelas.

♥♥♥

Tak terasa pelajaran demi pelajaran dilewati. Kini tiba saat siswa-siswi SMA Aksara kembali ke rumah masing-masing. Zia yang merasa kepalanya mau pecah setelah mengikuti pelajaran matematika itu bergegas merapikan alat tulisnya. Sebagian bukunya akan Zia masukan ke loker karena buku tersebut masih digunakan esok hari.

Zia beranjak menuju loker yang letaknya di antara kelas XII IPS 2 dan XII IPS 4. Sesampainya di sana, Zia membuka pintu loker, meletakkan bukunya lantas mengunci  pintunya kembali. Sejenak Zia teringat cokelat silverqueen misterius beberapa bulan yang lalu. Setiap kali Zia ke loker pasti selalu ingat.

Menghela napas, Zia membalikkan tubuhnya. Pada saat yang sama netranya menangkap sosok Zidan yang baru saja keluar dari kelasnya.

"Zidan!!!" Zia berlari menyusul cowok itu. Tidak peduli beberapa siswa yang menatapnya aneh. Sementara cowok itu tetap pada posisinya. Berjalan pelan tanpa menoleh ke arah Zia walaupun hanya dua detik.

"Gimana tadi? Susah nggak pelajarannya?" Zia membuka komunikasi.

"B aja."

"Serius? Oh ya gue lupa, lo kan pinter. Nggak pernah keluar kelas, baca buku terus. Jelas lo ngerasa b aja."

Krik, krik, krik.

Zia kehabisan bahan obrolan. Ya, dia kan sudah jujur dari awal. Zia memang tidak begitu suka dengan cowok pendiam.

Akhirnya Zia memilih tetap mengikuti cowok itu. Walaupun sebenarnya Zia tahu Zidan akan pergi ke mana. Zia ingin tahu kenapa setiap hari Zidan selalu satu mobil dengan Ulil dan Shila. Ulil adalah teman satu kelas Zidan, sedangkan Shila adalah adik kandung Ulil yang masih kelas sepuluh.

Zidan dan Zia sudah sampai di tempat tujuan. Ulil sudah berdiri di depan BMW-nya. Zia baru menyadari kalau perjalanan dari kelas menuju parkiran terasa lambat. Padahal biasanya Zia menempuh perjalanan selama sepuluh menit.

"Hai Zia! Tumben bareng sama Zidan." Ulil menyapa Zia.

"Kebetulan tadi kita ketemu di kelasnya Zidan."

"Oh. Eh, kita duluan ya, Zi."

"Iya. Hati-hati."

Zia menyaksikan Ulil membukakan pintu untuk Zidan. Begitu Zidan sudah masuk, Ulil menutup kembali pintu mobilnya. Zia tersenyum miris.

Gila. Si Zidan udah kayak raja aja. Timbang buka sama nutup pintu mobil aja sampai dilayanin kayak gitu. Kok Ulil mau jadi temennya. Kalo gue sih ogah.

***
Done
020219

Published
110819

***

Next Part ....

"Ngapain lo jalan di belakang gue? Minggir!"

♥♥♥

A/N

Sori ya kelamaan. Akoh pikir bab 2 udh di unggah, ternyata belum wkwkwk.

Sebenarnya udh nulis sampe bab 5, cuma karena hpku rusak trus lupa di copy ke wp jadi ya hilang tanpa bekas.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro