Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

- 28 -

Rasa sakit akibat kram di leher itu yang membangunkan Trista pagi-pagi buta, sekitar pukul lima. Dia tidak bisa menggerakan kepalanya selama beberapa saat, dan setelah rasa sakit itu berlalu dia baru menyadari bahwa dirinya tengah berbaring dalam keadaan tidak nyaman; kepalanya bersandar menekuk di pinggiran sofa, sementara tubuhnya merosot di lantai dalam posisi setengah duduk. Segera saja Trista ingat bahwa dirinya masih berada di rumah pohon. Lampunya masih menyala, jendelanya masih terbuka, dan sisa-sisa kertas pembungkus hotdog masih berserakan di sekelilingnya, menguarkan aroma tipis saus barbekyu. Trista mengulum mulutnya yang kering, mendapati dirinya sangat haus dan hendak bangkit ketika sesuatu menahannya.

Jantung Trista seketika anjlok ketika melihat kepala Cliff masih berada di pundaknya. Cowok itu tertidur pulas, mendengkur pelan, dan kedua tangannya memeluk perut Trista seolah dia bantal. Gadis itu tidak bisa bergerak. Cliff berbaring rapat di sebelahnya dan mustahil untuk bangkit tanpa menyebabkan cowok itu terbangun. Di sisi lain, leher Trista sudah pegal bukan main dan tenggorokannya serasa dipenuhi pasir.

Trista menegakkan duduknya sedikit. Cliff tidak bereaksi, dengkurannya hanya terhenti selama beberapa detik sebelum dimulai lagi.

"Cliff." Trista memanggil pelan. Lagi-lagi tidak ada reaksi. Trista memperhatikan wajah Cliff yang hanya berjarak lima senti dari wajahnya. Ini pertama kalinya dia melihat ekspresi abangnya saat terlelap dalam jarak yang sangat dekat. Dia juga dapat melihat dengan sangat jelas bulu mata cowok itu yang tebal mengagumkan.

Ragu-ragu, Trista mengangkat tangan kirinya yang bebas dan menyentuh rambut Cliff. Rasanya halus, cukup halus untuk ukuran cowok. Dia menyibakkan helai-helai yang menjatuhi mata Cliff seraya bergumam, "Rambutmu sudah perlu dipotong..."

"Mm-hm... tahu kok."

Tangan Trista seperti tersetrum saking kagetnya. Cliff menguap. Cowok itu kemudian membuka matanya menatap Trista. Sudut-sudut bibirnya terangkat sedikit membentuk senyuman separuh mengantuk.

"'Met pagi." sapanya serak.

"P-pagi." jawab Trista terbata-bata. Cliff masih memandanginya, membuat Trista salah tingkah dan buru-buru mencari topik untuk menyelamatkan diri.

"Kau selalu pakai gelang itu ya?" tanya gadis itu. Cliff bingung sebentar.

"Maksudmu ini?" dia melirik gelang anyam tali di pergelangan tangan kanannya—yang ngomong-ngomong, masih berada di pinggang Trista—"Kau menyadarinya? Yeah. Selalu kupakai, sejak sembilan tahun yang lalu. Warnanya tadinya putih, sekarang sudah cokelat sepenuhnya."

Trista meluruskan kakinya, dan sepertinya gerakan itu membuat Cliff tersadar karena dia mengangkat kepalanya dari pundak Trista, juga tangannya yang melingkari pinggang Trista. Tindakan itu—entah bagaimana—melegakan sekaligus mengecewakan.

"Sori, aku membuatmu pegal ya?" tanyanya, rambut di sisi kiri kepalanya gepeng akibat posisi tidurnya barusan. Imut sekali.

"Yeah, lumayan." sahut Trista, yang merupakan kebohongan besar karena faktanya lehernya pegal bukan main. Mereka saling berpandangan selama beberapa detik, sebelum akhirnya Cliff berdeham dan Trista mengalihkan tatapannya.

"Jendelanya." Cliff bangkit dan menarik daun jendela, "Lupa ditutup."

Trista dengan kikuk mulai mengumpulkan sampah-sampah hotdog dan gelas. Syukurlah masih ada sisa es lemon di dasar gelas, yang segera diteguknya.

"Erm, aku akan kembali ke rumah." Trista berdiri dan membetulkan blusnya yang tertekuk-tekuk. Dia bisa merasakan Cliff tengah mengawasinya.

"Oke." kata cowok itu, "Kau bawa kunci cadangan kan? Mom dan Dad pasti sudah mengunci pintunya waktu pulang, mengira kau sudah ada di kamar."

"Tentu!" Trista mengambil tas tangannya yang terbawa ke situ dan menepuk-nepuk salah satu kantungnya seperti orang bodoh, "Selalu siap di sini. Eh... kalau begitu sampai nanti."

Cliff tersenyum lembut, "Yeah. Sampai sarapan nanti."

0


Rasanya tes aljabar di Senin pagi sudah tidak lagi begitu penting. Claire yang nyerocos di lobi tentang gebetan barunya yang dia kenal di situs chatting tidak juga menarik perhatian. Trista akhirnya tahu bagaimana perasaan Claire saat dia masih jadian dengan cowok itu. Bagaimana rasanya seolah tidak penting memikirkan hal lain selain Cliff.

Cliff yang selalu bersin-bersin tiap pagi.

Cliff yang punya guratan-guratan kecil di sudut matanya saat tertawa.

Cliff yang diam-diam menggemari musik country. Dia pernah tak sengaja ketahuan memutar CD lama Tim yang sebagian besar country banget.

Apakah ini karma? Tidak, bukan. Seharusnya Trista tidak perlu mengkhawatirkan masalah karma karena, teknisnya, Cliff adalah kakaknya. Hukum karma semacam ini selazimnya tidak berlaku pada kakak-beradik.

Dia bahkan yakin hampir gila ketika mendapati dirinya mencuri-curi pandang setiap beberapa detik ke arah loker Cliff pagi itu, dan yakin bahwa dia sudah gila betulan ketika mendapati dirinya jengkel melihat Cliff ngobrol akrab dengan Kelly Hicks, senior mantan ketua klub teater. Dia cukup yakin Kelly sedang menanyakan keadaan Cliff pasca insiden pukul-pukulan di lapangan futbol tempo hari, karena cewek itu kini menunjuk-nunjuk bekas luka Cliff dengan ekspresi khawatir.

Tetapi kejengkelannya seketika terputus ketika menyadari ada yang sedang berdeham-deham kecil di belakangnya.

Trista berbalik dan melihat Lucas berdiri di sana, di hadapannya, memakai atasan kemeja garis-garis biru-putih cerah ala pelaut dan celana tiga perempat warna khaki. Kaus kakinya setinggi betis, berwarna putih bersih, dan dia juga mengenakan sepatu kulit warna senada.

Lucas, dengan hidung yang masih diperban, tersenyum pada Trista, "Hai." sapanya ceria.

Lucas Freewell Si Nyentrik telah kembali.

Trista masih terlalu kaget dengan kemunculannya yang tiba-tiba-juga metamorfosanya kembali-sehingga tidak mampu berbuat banyak selain menyunggingkan senyum tercengang seraya balas mengucapkan, "Hai..." dengan intonasi naik yang aneh. Lucas tampaknya menyadari kecanggungan di antara mereka, karena senyumannya berubah agak kikuk setelahnya.

"Jadi..." Trista berusaha mencairkan suasana, "Kau kembali."

"Yeah." Lucas mengangguk, dan tersenyum lagi. Rasanya mengherankan telah sejenak melupakan betapa manisnya senyuman itu, "Si Aneh telah kembali."

Trista melirik ke sekelilingnya selama beberapa saat, orang-orang memperhatikan Lucas, beberapa menyeringai, seperti dulu.

"Aku memikirkan banyak hal." ucap Lucas, mata birunya menatap Trista. "Aku memikirkanmu dan kata-katamu."

Koridor cukup ramai. Dan Trista mulai gelisah.

"Kau benar." kata cowok itu lagi, "Dan aku cuma idiot."

"Kapten Freewell! Sudah kembali dari tugas melaut?!" seorang cowok berseru menyapanya, seketika gerombolan temannya terbahak-bahak. Lucas tidak repot-repot menoleh. Dia tetap memandangi Trista.

"Maafkan aku, Trissy." Lucas berujar. "Maafkan. Aku. Trissy."

Dia melakukan itu lagi. Cowok itu berbicara seperti orang bodoh, memberi titik pada setiap kata.

Melihat Trista yang tidak bereaksi-tepatnya Trista tidak tahu harus bereaksi seperti apa-Lucas menambahkan, "Apa. Kau. Masih. Menganggap. Hidungku. Bagus?"

Trista mendengus geli. Dia ingat memang pernah sekali mengatakan itu kepada Lucas.

"Apa?"

"Apakah." ragu-ragu Lucas menggamit jari-jari Trista, "Aku. Masih. Boleh. Mmm. Menyukaimu?"

Sejujurnya, tidak ada perkataan yang lebih manis dari itu dan tidak ada yang lebih menggembirakan selain melihat Lucas kembali 'normal' dalam caranya sendiri. Cowok itu akhirnya menyadari bahwa dia tidak perlu berusaha membuktikan apapun kepada Trista. Dia tahu bahwa tidak ada gunanya mencoba menjadi sesuatu yang bukan dirinya, bila itu hanya menyiksanya.

Gadis itu memandangi jemari Lucas, lalu mendongak untuk ganti menatap wajah cowok itu, lengkap dengan senyumnya yang kekanakkan dan mata birunya yang berbinar penuh harap.

Trista menyukai Lucas, karena sikapnya, karena ketulusannya, karena kepercayaan dirinya untuk kembali ke Redville sebagai dirinya sendiri dan masa bodoh dengan apa kata orang. Dan kepiawaiannya merangkai kata-kata yang selalu sukses meluluhkan hati Trista.

Maka Trista mengangguk. Senyuman Lucas mengembang menjadi tawa lebar yang menghiasi wajahnya. Cowok itu mendekap Trista, di tengah-tengah keramaian koridor, seperti yang dulu Lucas Si Aneh sering dan biasa lakukan tanpa lihat-lihat situasi.

Namun, seberapapun besarnya rasa suka Trista terhadap Lucas, seberapapun inginnya dia untuk balas mendekap Lucas dengan segenap hatinya, ada hal yang membuatnya ragu. Secuil kepedihan menghantam dadanya ketika dia balas memeluk cowok itu. Bukan, bukan secuil. Itu perasaan yang besar, hanya saja Trista terlalu pengecut untuk mengakuinya.

Seperti biasa, Claire merupakan orang pertama yang tahu masalah Trista dan Lucas yang baikan. Tentu saja Trista masih sering menghubungi Lucy atau mengiriminya e-mail, tetapi untuk urusan-urusan 'aktual' semacam ini, cewek itu berada ratusan mil jauhnya, sementara Claire praktisnya berada lebih dekat.

"Yah, setidaknya kau dapat gentleman versi yang agak eksentrik, tapi tergila-gila padamu. Sementara aku dapat gentleman versi kebalikannya...." komentar cewek itu siang harinya di kantin. Rambutnya sudah kembali pirang bergelombang, ngomong-ngomong. Dan bajunya sudah kembali cerah ceria. Claire memberikan lirikan penuh arti ke satu titik jauh di balik bahu Trista. Trista mengikuti arah pandangannya dan menemukan Cliff yang sedang duduk menyantap makan siangnya bersama Ethan Dodson, Ted Kyle, dan dua orang lainnya yang Trista tidak kenal. Grup cowok keren.

"...aku dapat versi hot yang mencampakkanku." sambung Claire sedih.

Trista memperhatikan Cliff. Cowok itu sedang mengunyah sandwich-nya. Keempat temannya sedang terbahak-bahak seru, namun dia entah mengapa kelihatan kurang antusias.

Cliff tiba-tiba mendongak, matanya tak sengaja bertemu dengan mata Trista. Dengan suhu pipi dan tengkuk yang mendadak meningkat, Trista cepat-cepat mengalihkan pandangannya, pura-pura sedang mencari entah-siapa di balik kepala Cliff.

"Ngomong-ngomong ke mana cowokmu?" tanya Claire sambil mencomot keripik kentangnya. Trista mengangkat bahu. Jantungnya masih berdegup heboh akibat bertemu pandang dengan Cliff barusan.

"Dia bilang dia kepingin ke ruang lukis. Mungkin makan di sana."

"Heran deh." Claire menggeleng-geleng. Dia menatap Trista dengan sorot kenapa-sih-kau yang menyebalkan itu dan bertanya, "Kok bisa ya kau jatuh cinta pada cowok kayak Lucas? Kalau dipikir-pikir, dia selalu kelihatan sendirian ke mana-mana. Dan dia juga sempat mengalami masa-masa labil demi menyenangkanmu dengan berubah jadi normal, maksudku..."

Sebetulnya, Claire, Trista berkata dalam hati, kau juga pernah menjelma menjadi Emily The Strange versi pirang demi menyenangkan Cliff. Jadi, menurutku kalian sama-sama sempat mengalami 'masa-masa labil'.

Masalah kembalinya Lucas ternyata berdampak agak melebihi dugaan Trista. Ke mana-mana Lucas diikuti tatapan meremehkan yang kebanyakan datang dari kaum cowok. Dan tatapan-tatapan itu menjejali Trista tanggapan publik Redville High mengenai Lucas yang kurang lebih begini;

Lucas Freewell itu aneh.

Kepribadiannya gonta-ganti setiap hari, penampilannya norak dan kelakuannya ajaib.

Dan kepribadiannya yang terbaru-yaitu menjadi normal lengkap dengan sok ikut uji coba masuk tim futbol-adalah yang paling parah.

Dia membuat seolah-olah mereka yang betulan berniat ikut uji coba terlihat seperti bagian dari candaan, karena orang se-tidak-mungkin Lucas saja mampu ikut tes.

Padahal semua orang tahu uji coba itu tidak benar-benar ada. Dan semua orang tahu si brengsek Jake Reed-lah yang cari-cari perkara. Ini membuat 'kehidupan SMA' menempati urutan teratas dalam daftar Hal Yang Patut Dibenci milik Trista untuk saat ini, dengan 'Jake Reed' di urutan kedua.

Bahkan Trista khawatir dampak itu baru awalnya. Dengan masih absennya Jake, Lucas paling tidak masih selamat dari intimidasi antek-antek cowok itu. Dan Mr. Smith sudah tahu siapa biang keladi dari ini semua sehingga belum ada yang berani mengerjai Lucas karena telah membuat bos idiot mereka terkena skors. Tetapi siapa tahu apa yang akan terjadi kalau Jake masuk nanti? Segala sesuatunya bisa saja terjadi.

Dan segala kekhawatiran yang menumpuk di otaknya ini tampaknya tercermin jelas pada ekspresi Trista sore harinya sepulang sekolah, karena ketika berjalan di koridor yang ramai menuju lobi, tiba-tiba saja seseorang menghentikannya.

"Hei... ada apa?"

Cliff. Rupanya Cliff yang baru saja berlari-lari menyusulnya dan menarik sikunya. Tampang cowok itu betul-betul cemas, seolah dia sedang bersiap untuk mendengarkan siaran pengumuman pembatalan pertandingan tim sepak bola favoritnya.

"Apanya? Kenapa?" Trista bertanya balik persis seperti idiot betulan.

"Kau." Cliff berkata tajam. Nadanya tegas dan datar, pertanda dia benar-benar sedang serius dengan pertanyaannya. "Kau aneh seharian ini. Seperti orang linglung. Ada apa?"

Cliff memperhatikanku seharian ini? Trista lega dia hanya berucap dalam hati, bukannya meneriakkan itu keras-keras.

"Aku terlihat linglung?" Trista alih-alih bertanya. Bahu Cliff turun.

"Kau yakin kau baik-baik saja?" tanya Cliff lagi.

Trista menggumam pelan, "Yeah."

Cliff masih memandanginya, seolah meragukan jawaban Trista.

"Jika ada apa-apa, beritahu aku, oke?"

Cliff mengangkat tangannya dan mengacak rambut di puncak kepala Trista kemudian berbalik hendak pergi.

"Uh... Cliff?" panggil Trista.

Cowok itu menoleh.

Trista tidak berani menatap mata abangnya, dia memandangi ujung sepatu ketsnya sambil berkata, "Tadi Luke dan aku sudah saling bicara, dan dia meminta maaf padaku, jadi...yeah. Kau tahu..."

Butuh beberapa detik bagi Cliff untuk bereaksi. Dan reaksi yang dilakukannya hanyalah mendengus, "Dia sudah mengajakku bicara tadi. Dia minta maaf soal ini..." dia menunjuk lebam di wajahnya, "...juga berterima kasih padaku. Menurutnya dia-lah sebab timbulnya permasalahan antara aku dengan Jake Reed. Kayak aku nggak punya masalah dengan orang itu sebelumnya saja."

Trista tercengang mendengarkan pernyataan yang diutarakan Cliff barusan.

"Sudahlah." cowok itu menunduk memandangi ranselnya yang sedari tadi masih dijinjingnya dan belum sempat disampirkan karena sibuk mengejar Trista, "Lucas cowok baik. Aku nggak akan ikut campur masalah kalian lagi. Aku percaya padanya."

Cliff akhirnya menyampirkan ranselnya ke bahu dan berbalik pergi melewati pintu lobi. Trista berdiri diam saja di sana, terus memperhatikan ke kejauhan hingga punggung Cliff tidak lagi bisa dilihatnya karena terhalang lalu lalang orang. Dan bersamaan dengan itu, Trista berkaca-kaca.

0

Luke Si Aneh telah kembali.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro