Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

- 13 -

"Cliff kelihatan kesal terus sejak sore tadi. Dia nggak menyukaiku atau apa sih?" bisik Claire ketika Cliff baru saja berlalu melewati mereka di dapur rumah keluarga Frauss, ketika hendak mengambil jus di kulkas. 

Trista hanya mengangkat bahu, "Mungkin cuma perasaanmu."

"Apa dia ngeri melihat dandananku? Sudah kuduga ini bukan ide bagus..." Claire menggigit bibirnya paranoid, sambil terus mengawasi punggung Cliff yang hilang di balik pepohonan halaman belakang.

"Kau seksi banget hari ini, jadi nggak mungkin dia kesal gara-gara itu. Ah, ketemu." Trista menyerahkan dua bungkus keripik kentang pedas kepada Claire dan menutup pintu buffet. Kemudian, dia mengajak Claire naik ke kamarnya.

"Tris, apa kau tahu ngapain Cliff pergi ke balik pepohonan itu?" Claire bertanya sementara Trista menutup pintu kamarnya.

"Eh, meditasi... atau hibernasi... semacam itulah."

Claire melongo sebentar menanggapi jawaban Trista barusan, dan setelah memutuskan untuk melupakan saja masalah hibernasi Cliff, dia beralih memperhatikan seisi kamar Trista. Kemudian dia mendesah sambil duduk di tepi ranjang, "Apa aku orang pertama yang bilang bahwa kau keren?"

Trista sampai-sampai harus menoleh menatap cewek pirang itu untuk mengetahui apakah ekspresinya bersungguh-sungguh saat dia mengucapkan itu.

"Woah, kau nggak sedang merayuku supaya aku mau membantu menyelesaikan esai entah-apamu kan...?"

Claire mengibaskan ekor kudanya seraya mendelik jengkel, "Aku serius. Kau ini si cewek pindahan. Tampangmu juga nggak jelek-jelek amat..."

"Sori?"

"...punya abang luar biasa ganteng, dan ditaksir cowok paling nyentrik seantero Redville High." Claire melanjutkan, "Aku nggak menemukan alasan mengapa cewek sepertiku nggak kepingin jadi kau."

Mungkin tepat bila saat ini Trista berpikir bahwa Claire Madison tidak memiliki cermin di rumahnya. Bayangkan saja, saat ini Trista sedang berdiri di hadapan cewek paling hot dan langsing, dengan wajah tanpa cela, rambut pirang panjang memukau, bulu mata lentik, dan bibir yang sanggup membuat cowok waras manapun bertekuk lutut, namun cewek serba-sempurna ini baru saja menyatakan secara tidak langsung bahwa dia iri terhadap Trista.

Dan semisal semua pernyataan Claire mengenai Trista memang benar-bahwa Trista adalah cewek yang sangat beruntung-maka apakah dia akan tetap berpendapat sama bila mengetahui masa lalu Trista?

Karena kehilangan ingatan kan sama sekali tidak keren.

"Pertama-tama." Trista meluruskan, "Aku yang nggak bisa menemukan alasan mengapa cewek sepertiku nggak mau jadi kau. Kau super hot, super seksi, super...astaga, kau nggak pernah ngaca seumur hidup atau apa?"

"Tapi fisik nggak menjamin segalanya, buktinya Cliff nggak pernah melirikku lebih dari sedetik." Claire menggeleng-geleng.

"Suasana hati Cliff hanya sedang jelek. Sedikit berusaha lagi dan kau pasti bisa merebut perhatiannya." Trista berusaha meyakinkan seadanya sambil menyodorkan bungkusan keripik pada Claire, "Dan ngomong-ngomong, apakah Cliff memang segitu hebatnya?"

"Kau bercanda?!" sembur Claire dengan mulut penuh keripik, "Kaupikir aku nggak dengar apa yang kalian ributkan tadi di dekat tempat parkir? Cliff jelas-jelas bersikap protektif terhadapmu soal Lucas, dan itu manis sekali..."

Trista memutar bola matanya, "Kau hanya belum tahu duduk perkaranya..."

"Yeah, dan memang itu yang kepingin kuketahui." Claire mendadak serius, "Ada apa dengan Lucas? Apa yang dia lakukan sampai kau menangis?"

Trista merasa dirinya seperti ikan yang berhasil dijerat masuk ke dalam jaring. Claire pintar sekali membawa percakapan menuju topik yang Trista tidak ingin singgung-singgung.

"Eh... bukan hal besar kok." elak Trista.

"Oh, kalau begitu kau tipe cewek yang menangis hanya karena 'bukan hal besar' ini?" kata Claire skeptis.

Dan jaringnya sudah diangkat ke darat dan membuatnya megap-megap kehabisan napas.

"Well?" desak Claire keras kepala, "Atau kau tipe yang memang selalu menggunakan istilah 'bukan hal besar' untuk mendeskripsikan masalah-masalah yang kaualami seperti..."

"Claire." Trista mulai jengah, "Bisakah kita nggak membicarakan ini sekarang? Lucas nggak melakukan apa-apa, sungguh. Hanya saja... aku nggak tahu apakah ini hal yang tepat untuk kubicarakan ke orang lain."

Sejujurnya, Trista merasa tidak puas hanya mengatakan itu kepada Claire. Dia ingin menumpahkan semuanya di depan wajah Claire kalau dia bisa. Nyatanya, mulutnya seolah terkunci. Bibirnya tetap rapat meski di kepalanya sedang berkecamuk berbagai hal.

Dia tidak yakin apakah mengatakan pada Claire mengenai pembicaraannya dengan Lucas di lapangan basket kemarin adalah hal yang tepat. Dia tidak yakin apakah memberitahu Claire soal amnesia-nya merupakan hal yang tepat. Dia tidak yakin apakah membagi masalahnya dengan Claire merupakan hal yang tepat. Trista belum pernah berbagi apapun yang menyangkut emosinya kepada siapapun, kecuali dengan Diana dan Lucy. Atau dengan kura-kuranya, Zero. Atau dengan Cliff, hanya dua puluh empat jam yang lalu.

"Oh." Claire menampakkan ekspresi kecewa seolah dia baru melihat pengumuman di televisi yang mengatakan bahwa konser band favoritnya ditunda karena alasan cuaca buruk. "Oke. Kalau begitu, kapan sekiranya kau siap membicarakannya? Besok? Lusa?"

Inilah salah satu bukti mengapa tidak mencurahkan segala isi hatinya kepada Claire itu merupakan tindakan yang benar. Claire benar-benar tidak peka.

"Claire." Trista menatap Claire lurus-lurus. Dia berusaha membuat suaranya terdengar sedatar dan seserius mungkin agar cewek cantik-tapi-sayangnya-agak-bodoh ini dapat menangkap maksudnya. "Aku benar-benar tidak ingin membicarakan hal ini pada siapapun, oke?"

Claire mendesah dan menggabrukkan kepalanya ke atas bantal.

"Kau mirip banget Klo, sih." katanya pada langit-langit, "Nggak bisakah kau mengatakan saja semuanya sekarang agar pikiranmu enteng? Tahulah, seperti yang selayaknya cewek-cewek manapun lakukan di era modern ini. Curhat."

Trista hanya mengangkat bahu "Mungkin aku tipe kuno yang lebih suka menyimpan masalahku sendiri di dalam kepala?"

Claire menanggapi perkataan Trista dengan memutar bola matanya dramatis. Ketika pandangannya tertumbuk pada sebuah kotak kaca di sudut kamar, Claire bertanya, "Itukah Zero?"

Trista beranjak ke sudut dan mengambil kandang kaca dari atas meja. Kura-kura di dalamnya sedang tidur.

"Yeah, Zero Yang Hebat. Zero, ucapkan salam pada pengagum barumu." kata Trista dengan nada menyindir.

"Hai, sobat." Claire mengangkat Zero untuk mengelus cangkangnya, "Berapa umurnya? "

Zero menjulurkan kepalanya ke luar untuk melihat siapa yang sudah membangunkannya dari tidur siangnya. Trista berpendapat itu oke-oke saja, pasalnya kerjaan Zero sepanjang hari memang hanya makan, berjemur, dan sisanya tidur.

"Entahlah. Hadiah ulang tahunku yang ke sebelas dari ib...bibiku."

"Apa ini?"

Trista melihat apa yang ditunjuk Claire, "Oh, itu yoyoku."

Claire mengangkat alisnya tinggi sekali, "Bukankah seharusnya ini sudah jadi fosil?"

Trista diam saja. Rasanya bakal percuma mencoba menjelaskan bahwa ada beberapa barang yang kelihatannya sepele, namun punya nilai historis tinggi, termasuk yoyo itu.

"Aku sudah lama berpikir ingin punya peliharaan. Menurutmu apa yang bagus untukku?" tanya Claire lagi.

Bila menilai fisik Claire yang ekstra-cheerleader dari atas ke bawah pada penampilan sehari-harinya-dandanannya hari ini adalah pengecualian-maka Trista hanya bisa menyimpulkan satu hewan peliharaan yang cocok bagi cewek itu.

"Anjing pudel."

"Diam."

"Aku serius. Imejnya cocok denganmu..."

"Sssh."

"...atau kau bisa coba cihuahua?"

"Ssssh! Aku mendengar sesuatu!" Claire menekap mulut Trista untuk menghentikan celotehannya dan keduanya sama-sama menajamkan telinga. "Suara gitar?" tebaknya, "Sepertinya dari arah jendela."

Claire bangkit menghampiri jendela dan menyibakkan gordennya. Pemandangan halaman belakang yang luas dibatasi pepohonan pun terlihat jelas. Suara gitar itu semakin jelas setelah Claire membuka kaca jendela.

"Apa itu sebuah rumah pohon?!"

Trista jadi ikut-ikutan bangkit dan melihat apa yang ditunjuk Claire. Dari sini, rumah pohon dari balik pepohonan ternyata terlihat cukup jelas.

"Oh. Yeah. Di situlah Cliff berhibernasi." kata Trista asal sambil duduk lagi.

Sambil masih memegangi gorden, Claire berbalik dan melongo seolah-olah dia baru saja mendengar Trista mengatakan bahwa Cliff punya sepasang sayap di punggung.

"Ini-hal-terkeren-yang-pernah-ada." ujar Claire lambat-lambat, "Astaga. Cliff main gitar di sana?"

Trista mengangguk, "Tentu saja! Untuk apa dia gabung band sekolah?"

"Dan dia tidur di rumah pohon itu?"

Trista mengangguk lagi, "Terkadang."

"Astaga." Claire terduduk di tepi ranjang dengan pandangan menerawang saking terpananya, "Hal terkeren yang pernah ada."

"Apa?" Trista kali ini yang melongo, "Punya abang yang tidur rumah pohon itu keren buatmu?"

Claire menoleh pada Trista dan berkata dengan nada mencela, "Aku melihatnya dari sudut pandang seorang cewek, tahu. Harus berapa kali kukatakan padamu kalau Cliff jadi topik-bawah-radar itu bukan tanpa alasan. Dia hot dan nggak banyak tingkah. Dan sekarang kutemukan lagi satu poin yang bisa membuatnya semakin menggemaskan..."

Claire menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya berkata dengan dramatis.

"Dia tidur di rumah pohon."

Bahkan hingga beberapa jam setelah Claire pulang, Trista masih kesulitan memahami apanya yang 'menggemaskan' dari seorang cowok yang tidur di rumah pohon. Kecuali mungkin Claire berjiwa bagai Jane-nya Tarzan.

Trista semakin menggeleng-geleng membayangkan apabila Claire diberitahu soal kebiasaan Cliff mengarang lagu saat berhibernasi di rumah pohonnya. Oh, betapa 'menggemaskannya' hal itu.

0

Treehouse is cute, Tris.
Mohon vote & comment :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro