Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

part 5

Belajarlah untuk mencintai seseorang seujung kuku, walau kecil dan selalu dipotong namun ia akan selalu tumbuh..

"DEWA....!!! perbicaraan kita tadi belum selesai" teriak wanita itu.

Nenek memberi isyarat kepada kedua security untuk melepaskan wanita yang sesuka hati berteriak-teriak didalam rumahnya.

Pakaian wanita itu bisa dibilang sangat kekurangan bahan. Dia memakai mini dress berwarna hitam dengan potongan yang begitu pas ditubuhnya, ditambah dengan sepasang high heels silver untuk menunjang bentuk tubuhnya.

Bagi Zaza, wanita itu cukup cantik dan menarik. Tapi tidak dengan sikapnya. Ibunya Zaza pernah berkata bagi perempuan yang tidak bisa menjaga tutur katanya sama saja dia adalah seekor binatang.

"Ada perlu apa mencari Dewa?"

"Bukan urusan anda nenek tua" jawabnya tak suka. "DEWA... KELUAR KAMU !!!" Teriaknya lagi.

Cukup sabar Gill menahan emosinya, semakin dia lihat wanita ini semakin menyerupai iblis. Ia tidak tahu dari mana ayahnya bisa mengenal perempuan seperti ini.

"CUKUP !!! ADA URUSAN APA KAU DENGAN AYAH SAYA???" Sahut Gill tak kalah kuat.

Wanita itu menatap Gill lalu mencibir laki-laki itu. Baginya Gill hanya seorang laki-laki ingusan yang mencoba ikut campur hubungannya dengan Dewa.

"Jangan ikut campur. Tidak ada hubungannya dengan mu"

"Jika masih berhubungan dengan ayah jelas ada urusannya dengn saya juga !!!"

"RENA..."

"Dewa, akhir kamu keluar juga. Urusan kita belum selesai. Ayolah jangan cepat membuat keputusan" bujuknya dengan wajah yang manisnya melebihi gula batu.

"Urusan apalagi?" Tanya Dewa. Dirinya sudah rapih dengan pakaian kerja dan sebuah koper besar.

Tentu saja Dewa bukan ingin pergi bersama dengan perempuan itu, tapi memang dia ada urusan pekerjaan diluar kota.

"Ayolah sayang..." rengek wanita yang bernama Rena.

Gill rasanya ingin muntah mendengar rayuan dari Rena. Bahkan dimatanya perempuan ini tidak ada cantiknya sedikit pun.

"Sorry Rena, saya sudah bilang. Saya tidak ingin memulai hubungan yang tidak halal dengan seorang wanita. Lagi juga kita ini baru kenal. Dan sayangnya saya tidak mau memulai hubungan serius dengan wanita yang menjadi penggemar saya di media sosial" jelas Dewa.

Nenek yang mendengar jawaban dari Dewa setuju dengan anak laki-lakinya itu. Memang dia meminta Dewa untuk menikah lagi, tapi bukan dengan perempuan seperti ini. Cukup satu kali anaknya salah memilih pendamping hidup, tidak akan ada kesalahan yang kedua.

"Hm.. Dewa. Gak bisa begitu. Aku ini cinta sama kamu, aku ini penggemar kamu. Aku mengerti kamu. Harusnya kamu sadar. Selama ini aku selalu setia menjadi penggemar mu. Apalagi yang kurang?"

Dewa diam, dia tidak menjawab pertanyaan Rena. Tapi dari tatapan matanya dia tahu Rena tidak tulus mengatakan cinta untuknya.

"Bu, kalian kok kayak anak kecil yang lagi ngomong cinta sih" kekeh Zaza.

Dia sedari tadi mencoba memahami apa yang terjadi antara Pak Dewa dengan wanita itu. Lalu satu hal yang mampu dia pastikan, wanita ini sangat menginginkan pak Dewa.

"Jangan ikut campur anak kecil!!!" Maki Rena.

"Bagaimana Zaza gak mau ikut campur, kalian ribut didepan anak kecil seperti kami. Harusnya kalau anda merasa dewasa, tidak ada yang namanya meributkan hal yang nyatanya sudah jelas berakhir" bela Gill.

"Sudah-sudah, Kasa, Zaza. Kita masuk saja. Biarkan orang dewasa ini menyelesaikan masalah mereka" bujuk nenek.

Sepeninggalnya Zaza, Gill dan nenek, Rena mencoba mendekati Dewa namun dia berusaha menghindar.

"Rena, saya masih menghargai mu karena kamu adalah wanita. Coba tolong mengerti jika saya tidak ingin memulai apapun dengan mu" tegasnya.

"Tapi mas, kamu kenapa begitu. Bukannya..."

"Bukannya apa? Memang benar kan saya tidak pernah memberikan harapan. Apalagi saat saya mendengar kamu mengatakan cinta, memang tahu apa kamu soal cinta pria dan wanita?"

"Aku tahu.." jawabnya dengan penuh percaya diri. "Cinta itu takut kehilangan"

Dewa membuang pandangannya menatap hal lain, dia rasanya ingin tertawa namun dia merasa tidak sopan bila menertawakan jawaban dari Rena.

"Kalau mendengar dari jawaban mu, berarti cinta hanya sebuah emosi sesaat. Dimana jika tidak memilikinya berarti tidak cinta, apa begitu maksud mu?"

"Tidak Dewa, bukan itu!!"

"Lantas? Kamu berucap cinta tapi tidak mampu mengartikan kata yang terdiri dari lima huruf tersebut. Harusnya kamu malu dengan jawaban mu tadi"

Dewa memandang Rena dari atas hingga bawah, lalu tersenyum dengan raut wajah yang tidak bisa dijelaskan. "Rena, saya bukan laki-laki muda yang baru mengenal cinta. Saya sudah memiliki seorang anak yang bahkan usianya tidak kecil lagi. Apa kamu tidak malu berucap cinta kepada saya?"

"Kenapa harus malu? Bukannya cinta tidak memandang usia"

"Justru karena itu. Harusnya kamu sadar dengan siapa kamu bicara. Bukan asal berucap saja"

"Aku sadar Dewa. Jadi please kasih aku kesempatan untuk buktiin aku bisa menjadi istri yang baik, karena aku mengenal siapa kamu"

"Sudahlah, saya harus pergi. Ingatlah Rena, bahagia bukan berarti memiliki orang yang kita cintai. Namun bahagia ialah mencintai orang yang kita miliki karena Allah. Dengar, karena Allah bukan karena napsu !!!"

Dewa menyeret kopernya keluar dari rumah dan meninggalkan Rena yang masih diam. Bagaimana bisa Dewa tidak tertarik kepadanya sedikit pun.

****

Dari arah dapur, Zaza nampak menggebu-gebu membicarakan masalah Rena dengan Dewa. Menurutnya sangat lucu diumur keduanya yang sudah bisa dikatakan dewasa, mengapa begitu bodoh dalam menyelesaikan masalah cinta.

Apa cinta memang begitu sulit..

"Nek, emangnya menyelesaikan masalah orang dewasa dengan masalah seumur Zaza beda? Kok kayaknya menurut mereka tadi, Zaza kayak anak kecil banget" gerutunya.

Walau mulutnya terus mendumal karena kesal, namun tangannya tak pernah berhenti membersihkan sayuran yang hendak dia masak.

"Sama kok Za, tapi orang dewasa biasanya mempersulit masalah mereka. Padahal bisa dengan cepat selesai, malahan menjadi menumpuk dan bercampur dengan masalah lainnya." Jelas nenek.

Gill yang duduk disebelah nenek juga ikut mendengarkan, walau tatapannya terus tertuju pada layar ponselnya.

Dia sedang membicarakan dengan Ray mengenai schedulenya. Memang tidak begitu padat, namun harus tetap terkoordinasi dengan baik.

"Oh begitu nek. Zaza nanti kalau udah seumur mereka gak mau ah kayak begitu. Iya gak Gill?"

"Aku ikut kamu aja Za" jawab Gill santai.

"Sekarang kalian bisa berkata begitu. Coba buktikan nanti bagaimana" kekeh nenek.

"Nenek kok doainnya begitu, yang jelas Zaza nggak akan menjadi wanita yang bermulut hewan itu"

"Biar bagaimana pun, yang namanya orang hidup pasti punya masalah, Za. Tapi yang membuatnya berbeda adalah cara menyelesaikannya saja. Maka dari itu perdalam ilmu agama mu, agar ketika kamu mengalami masalah bisa kamu selesaikan dengan baik sesuai dengan ketentuan Allah."

"Emangnya ada nek yang kayak gitu?"

"Gak ada, nenek ngasal aja" celetuk Gill.

"Ya ada dong" sahut nenek sembari melotot tajam pada Gill. "Sini nenek kasih tahu, ada beberapa langkah dalam menyelesaikan masalah menurut islam. Semua ini terdapat dalam surat-surat yang tertulis didalam Al-Qur'an. Contohnya,

Bila tengah di terpa permasalahan berat, maka janganlah panik, namun berlakulah lebih tenang, serta hal semacam itu sesuai dengan saran Rasullulah SAW, didalam sabdanya Bila engkau hadapi satu perkara, maka pelan-pelanlah (tenanglah), sampai Allah bakal memberikan kepadamu jalan keluarnya" (HR Bukhari)

Lalu bila sedang diperhadapakan dengan masalah berat, maka sebaiknya kita memohon petunjuk dengan shalat istikharah serta diikuti dengan puasa sunnah. "Karenanya, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya aku ingat (juga) kepadamu serta syukurlah kepada-Ku serta janganlah kamu memungkiri nikmatku" (Qs Al Baqarah (2) : 152).

Walau mempunyai permasalahan yang berat, maka sebaiknya janganlah pernah menyimpang dari ajaran Islam." Sebenarnya bila kamu bersukur, pasti kamu akan menambah (nikmat) kepadamu, bila kamu memungkiri (nikmatKu), maka sesungguhnya azab-Ku benar-benar pedih" (Qs Ibrahim : 7).

Sedikit demi sedikit seharusnya kamu pahami semua ini. Jikalau nanti kedepannya mengalami masalah yang sulit, kamu tahu apa yang seharusnya kamu lakukan" jelas nenek.

Gill mencibir semua yang dikatakan nenek. Tidak seharusnya nenek menghasut Zaza seperti dulu dirinya dihasut oleh nenek dengan agama-agama yang menurutnya tak penting.

Karena baginya, Tuhan tidak pernah adil pada hidupnya.

"Jadi begitu ya nek. Zaza paham, berarti ibu-ibu tadi emang gak punya agama"

"Hus, gak boleh gitu."

"Bukannya gak punya agama, tapi gak tahu malu" sahut Gill.

Mereka tertawa bersama, mengisi waktu sore yang akan menjemput malam. Sekali-sekali membicarakan orang lain untuk mendapatkan pelajaran dari sifat orang tersebut tidaklah salah.

****

Makassar, malam hari..

Hari sudah lewat tengah malam, Dewa terlihat masih begitu sibuk dengan laptop yang setia menemaninya. Benda mati itu seakan sudah menjadi saksi bagaimana perasaan laki-kaki itu saat ini.

Banyak sekali coretan kata demi kata yang Dewa ceritakan pada laptopnya itu. Hingga kata tersebut terangkai menjadi kalimat kemudian menjadi sebuah paragraf.

Kadang sudut bibir Dewa tertarik ingin tersenyum memikirkan objek yang menjadi tulisannya kali ini.

Jika pada buku-buku sebelumnya yang dia tulis adalah sebuah kepahitan, akan kah kali ini sebuah bukti perasaan manis yang tengah dia rasakan.

Bagi Dewa, kata adalah ekspresi jiwa. Jikalau pena sudah bicara dan kata menjadi buahnya, maka setiap pujangga akan menghambakan dirinya dalam dunia imaji. Agar kelak goresan pena dapat mempertemukannya dengan Sang Khalik. Dan menyuluhi perjalanannya menggapai tangan cinta.

Begitulah yang dia rasakan kali ini. Dia tidak ingin terburu-buru menamakan perasaan yang tengah tumbuh perlahaan didalam hati dan pikirannya. Karena semua yang diputuskan terburu-buru akan menghasilkan yang tidak baik.

Setelah cukup lama menulis, Dewa membaca kembali atas apa yang dia tulis, dari semua kata-katanya menyiratkan dia tengah bertanya akan sebuah pertanyaan yang masih sulit untuk dia pahami.

Apa dia tengah jatuh cinta?

Bertemu dengan orang-orang dalam keramaian dunia. Aku masih terdiam namun memiliki keinginan untuk mengejar kesempatannya. Suara ribut orang-orang seperti sebuah kaleng yang sedang dipukul sekuat-kuatnya.

"Tuhan, kami manusia selalu mencarimu, dimanakah istanamu berada, apakah di puncak langit yang tak mungkin kami gapai, sampai kapan dunia ini menjadi tempat yang sempit."

Peluh orang yang bergerak hadirkan diam. Seresah aku, dan laju hidup di saat ini yang menulis angka yang tak terhitung lagi. Teringat kata hatiku malam ini, katanya disana adakah rasa cinta dapat terpenuhi. Apakah diri harus mencari jiwa-jiwa bumi untuk dibawa dalam kebersamaan.

Cinta untuk kembalikan hidup pada gemilang abadi terlalu jauh. Jauh ketika kami akan benar-benar kembali.
Namun tiada kesalahan dalam impian sang lelaki, yang tidur untuk cintanya, melukis rembulannya, menyimpan bisik-bisik saudaranya dimanapun berada.

Ingin selalu terbangkan angannya ke cakrawala untuk menutup pelarian jiwa-jiwa yang putus asa. Mengharap laju waktu ini benar-benar mengerti harapan manusia.

Di sisiku, yang selalu letih bila hari membentang, hidup di sini, mencari jalan, membiarkan cintaku tumbuh berkembang tetap berkembang. Memahami Tuhan diantara semua tempat yang dilewati hidup siapapun. Menunggu biar kapanpun hidup akan tiba seperti kecintaanku.

Dewa mengalihkan pandangannya pada sebuah sebuah map berwarna biru.

Map yang berisikan sebuah proposal seseorang yang akan menuntunnya untuk menemukan jawaban atas semua pertanyaannya kali ini.

Tangannya terulur mengusap deretan huruf yang berjajar membentuk sebuah nama pada bagian depan map tersebut.

Zalika Mahira

*****

Beberapa hari kemudian.. Jakarta

"Nenek.. nenek..." teriak Zaza. Gadis itu sedang mencoba pakaian yang baru saja neneknya belikan.

Walau hanya pakaian biasa, namun dia tetap begitu bahagia. Menurut Zaza, dia akan kelihatan cantik dengan pakaian baru itu.

"Bagaimana nek?"

Tubuhnya berputar didepan nenek yang masih mengagumi kecantikan Zaza. "Cantik banget kamu Za, Masya Allah, nenek sampai pangling" sahutnya.

Gill yang baru saja turun dari lantai atas hampir saja terguling ditangga karena menatap tabjuk kepada Zaza.

Cantiknya, batin Gill. Dia tidak pernah sebelumnya mengagumi kecantikan wanita lain selain ibunya. Tapi kali ini dia yakin kecantikan ibunya kalah dengan Zaza.

Gadis itu begitu memikat..

"Nenek, aku malu. Aku kan gak pernah pakai rok" jujurnya.

Rok panjang yang dia pakai di putar-putar hingga mengembang. Hijab polos yang baru saja nenek pakaikan dikepala Zaza semakin mempercantik dirinya.

"Coba dari dulu kamu tinggal disini sama nenek, udah dari dulu kamu cantik begini" ucap nenek.

Gill mendekati Zaza, dia memastikan benar yang tengah dia lihat adalah Zaza-nya.

Tangannya menarik-narik baju dan hijab yang Zaza pakai.

"Za, ini kamu?"

"Gill.." histeris Zaza. Kedua tangannya menutup wajah putihnya. Dia malu..

"Gill jangan ngeliatin aku begitu dong" keluh Zaza.

"Siapa yang ngeliatin kamu? Aku ngeliatin pakaian kamu" Zaza membuka kedua tangannya, dan menatap mata cokelat Gill dengan aneh.

"Emang pakaian ku kenapa? Ini kan bagus"

"Ini gak bagus.. tapi, ini sempurna. Apalagi yang pakai semua ini kamu" jawab Gill.

Zaza melompat kedalam pelukan Gill. Selama hampir dua minggu dia tinggal disini dan mengenal Gill, laki-laki ini sudah seperti separuh dari jiwanya.

Gill itu laki-laki sempurna, dia tampan, dia baik, dia segalanya bagi Zaza. Gill bisa menjadi sahabat, kakak, dan ... kekasih..

Bolehkah Zaza mengklaim Gill seperti itu?

Perhatian dari Gill kepadanya bahkan melebihi dari seorang sahabat, jadi anggap saja laki-laki itu terlalu mengistimewakan Zaza.

"Sudah-sudah. Gak boleh pelukan begitu" protes nenek.

Keduanya terkekeh, bukan bermaksud mencuri-curi kesempatan. Tapi.. mereka hanya menyalurkan sebuah kebahagiaan.

Gill terus saja menatap kagum kepada Zaza. Sejak awal dia tidak salah menilai, Zaza adalah gadis yang istimewa.

Dan dia bangga karena Zaza sudah menjadi bagian dari hidupnya tanpa dia sadari.

Gadis itu tak pernah lepas dari kehidupannya. Kadang jika dia hanya melakukan kegiatan meet up bertemu dengan fans, Gill tak segan-segan mengajak Zaza untuk menemaninya.

Dia tidak ingin tahu ada perasaan apa yang meluluh lantahkan hatinya, yang jelas dia nyaman dengan gadis periang ini.

Gadis unik yang tidak akan pernah dia temukan di kota besar seperti jakarta. Karena itu Gill terlalu protectif kepada Zaza. Dia akan selalu melindungi gadis itu semampu dirinya.

Karena Zaza begitu berharga..

"Dipakai terus ya Za, nanti nenek belikan lagi yang lain. Tapi ingat, ibadahnya diperbaiki. Jangan hanya pakaiannya saja." Perintah nenek.

"Biarin apa nek, yang namanya belajar itu gak langsung bisa kan." Protes Gill.

"Memang benar begitu, tapi kan jika keduanya dikerjakan dengan seimbang akan lebih sempurna. Kamu juga Kasa, ibadahnya diperbaiki, jangan suara aja yang diperbaiki terus"

"Nenek itu ya, gak pernah capek ngomong itu terus" keluh Gill. "Nek, aku itu bukan anak kesayangan nenek itu. Aku ini cucu nenek. Aku Gill, dan aku gak mau disamain kayak..."

"Kayak ayah mu?" Potong nenek. "Kasa, siapa bilang ayah mu dulu laki-laki baik? Dia sama seperti mu. Tapi lihat dia sekarang, semua sudah berubah"

"Kalau nggak berubah kebangetan nek. Dia udah tua. Malu sama umur" cibir Gill.

Sulit rasanya memperbaiki watak cucunya. Karena yang nenek tahu, Ibu Gill yang seharusnya mengajarkan sesuatu hal yang baik malah memilih membiarkan Gill dan sibuk dengan urusannya sendiri.

"Kamu memang mirip dengannya" sindir nenek.

"Cukup nek !!! Jangan bawa-bawa ibu ku lagi. Dia itu ibu yang paling baik bagiku" bela Gill.

"Apa ibu yang paling baik tahu kebiasaan anak satu-satunya?"

Gill diam. Apa yang harus dia jawab jika pada kenyataannya ibu nya memang bukan yang terbaik.

"Setidaknya dia sudah berjuang agar aku bisa melihat indahnya dunia ini. Setidaknya dia berguna telah melahirkan seorang anak laki-laki yang saat ini sudah mampu berdiri diatas kakinya sendiri. Dan setidaknya masih ada orang yang mencintai dia walau suaminya sudah menelantarkannya" lirih Gill.

"ANGKASA !!! Jaga mulut mu"

"Apa yang perlu dijaga? Semua itu benar nek. Jika nenek bisa mengatakan hal buruk tentang ibu ku, setidaknya aku bisa melalukan hal yang sama pada anak mu, nek !!!"

"Gill..." panggil Zaza. Dia bingung mendengar pertengkaran diantara nenek dan cucu ini. Sudah selama ini dia tinggal didalam rumah ini, namun tidak ada satupun yang bersedia menceritakan apa yang terjadi padanya.

"Jika aku bisa memilih, aku lebih memilih ayah ku yang mati dari pada ibuku.." Gill berjalan pergi meninggalkan Zaza yang masih membuka mulutnya karena kaget mendengar perkataan laki-laki itu.

Jadi, Gill ingin Dewa mati?

Terkadang bukan karena kebohongan kamu membenci seseorang, tapi karena sedih menerima kenyataan bahwa ia tak bisa lagi kamu percaya.

Bersambung..
Wah.. pusing ya.. masalah yang dulu pernah ada dikeluarga ini belum kebuka..

Kasian Zaza jadi bingung sendiri..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro