Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Seharusnya***

🌸🌸🌸

"Dia masih tak mengangkat." Yori melepaskan telpon dari telinganya, menatap prihatin temannya yang masih menangis di pojok ruangan sambil menerawang ke luar jendela.

"Sudahlah Natsu, ini semua bukan sepenuhnya salahmu. Kau tidak harus menangisi hal ini." Yori mengelus pundak Natsu pelan kemudian memeluknya.

"Dia membenciku Yori." Natsu menggeleng tak percaya, "dan aku tidak mau jika dia membenciku."

"Dia tidak akan membencimu, percayalah padaku."

"Dia akan pergi meninggalkan kita." Natsu menatap tajam Yori. "Dia benar-benar berbeda."

Yori memeluk kembali temannya. Natsu tampak stress dan depresi. Yori mengerti perasaannya, setelah ibu Natsu tidak ingin menemuinnya lagi, Natsu seperti orang yang putus asa, tidak memiliki pegangan, tidak memiliki harapan, hari-harinya ia habiskan dengan melamun dan melamun.

Namun, di samping Nishimura, Matsu selalu ada untuknya, dia yang menenangkan Natsu dengan sikapnya yang dewasa dan hangat. Mengatakan bahwa Natsu tidak akan pernah sendirian.

Matsu akan selalu ada untuknya.

Sekarang Yori meragukan hal itu, terkadang sebuah persahabatan terasa istimewa ketika sahabat itu sudah saling memisahkan diri, memilih dunianya sendiri. Dan saat sudah berpisah, mereka akan mengenang kembali tentang persahabatan yang dulu ia anggap abadi, dan saat itulah mereka memiliki memori kehilangan serta menyadari betapa berharganya persahabatan mereka dulu.

"Dia bahkan tidak mau membukakan pintu atau sekedar mendengarkan penjelasanku." Yori merasakan bahunya basah oleh air mata.

Natsu tidak siap untuk merasakan kehilangan ataupun perpisahan untuk yang kesekian kalinya.

Natsu tidak siap untuk merasakan bahwa dia memiliki persahabatan yang istimewa. Sebenarnya Yori sendiri sudah mengetahui kesedihan Natsu saat mendengar Matsu akan ke Tokyo, dan itu membuatnya tidak siap melepaskan. Namun, dia berpura-pura merelakan keputusan Matsu. Matsu sendiri sudah mengetahui hal itu dan pada akhirnya Matsu memutuskan untuk tinggal.

Sekarang Yori meragukan hal itu.

Mungkin dia yang paling tidak pintar di antara kedua temannya, tapi dia juga mengerti tentang hal ini. Meskipun Matsu nanti akan pergi meninggalkannya, tetapi Yori yakin Matsu tidak akan pernah membenci Natsu, walaupun Natsu menjadi alasannya untuk pergi.

Hidup kadang digunakan hanya untuk mengingat, bagi siapa yang pernah merasa bahagia dan kehilangan dia akan mempunyai memori untuk mengenang.

Setiap orang mempunyai kenangan masing-masing, dan hal itulah yang justru membuat mereka tidak merasakan kehilangan.

"Aku akan membuatkan teh." Yori melepaskan pelukannya, Natsu kembali bersandar pada tembok, "oh iya, Natsu." Panggil Yori sekali lagi, "pergi atau tidaknya Matsu, percayalah, dia tidak akan pernah membencimu."
Natsu hanya diam sampai Yori menghilang dari pandangannya.

"Natsu, kau tidur?" Yori yang membawa cangkir dan teko dari dapur meletakkannya diatas meja.

"Oh, sudah tertidur?" Yori membawakan selimut lalu menyelimutnya ke tubuh mungil Natsu. Dia terdiam setelahnya, memerhatikan jalanan yang dipenuhi kelopak bunga berguguran. Tersenyum.

"Terima kasih, aku telah menjadi bagian dari kenangan kalian nantinya." Dia berbisik kepada dirinya sendiri.

🌸🌸🌸

Untuk yang keempat kalinya, Yori menelpon dirinya. Matsu tahu Natsu pasti sedang berada bersamanya sekarang.

Dia sedang tidak ingin berbicara, baik kepada Natsu ataupun Yori sekalipun. Yang ia inginkan hanyalah melupakan semuanya, dan memulai yang baru.

Untuk sekarang, dia sedang tidak ingin melihat wajah siapapun, dia tidak peduli dengan acara perpisahan nanti malam.

Di sana pasti ada Natsu dan satu orang lagi yang tak ingin dia sebutkan namanya. Jika Matsu datang, mereka akan mengejek kembali dirinya.

Matsu benci. Dia benci berpura-pura baik kepada Natsu selama ini, dia benci hanya menjadi pendengar, dia juga ingin bercerita, dia juga ingin diajarkan Yori membuat syal. Dia ingin memberikan Syal untuk orang itu, dia juga ingin menangis mengungkapkan segala kesah saat syalnya ditolak. Tapi semua itu tidak berarti lagi.

Setidaknya Matsu merasa lega dengan semuanya yang terungkap.

Semua kebohongan dan kebusukan yang tersimpan.

Cepat Matsu mengambil kardus di bawah tempat tidurnya, ia memulai mengambil beberapa barang di ruangan itu tanpa peduli dengan apa yang tersisa darinya.

Ia mulai mencari, satu per satu. Dimulai dari laci dekat tempat tidur mereka bardua.

Matsu menemukan jepitan rambut yang tadi dilemparkannya, jepitan dengan ukiran bunga sakura itu, jepitan yang ia beli di bazar musim dingin bersama Natsu dan Yori.

Dengan air mata yang kembali menetes, Matsu memasukkan jepitan itu kedalam kardusnya. Lanjut memeriksa laci satu persatu. Dia tidak dapat menghentikan semua ini, kenangan ini hanya mengingatkannya akan kebohongannya sendiri yang begitu menyakitkan.

Buku diary berwarna putih dan hitam terlihat di hadapannya, Matsu ingat ini hadiah dari Natsu tiga tahun yang lalu. Natsu memberikan ini agar mereka dapat mengisi momen-momen mereka di Kyoto dan di SMA selama mereka menjalani kehidupan tanpa orang tua.

Perlahan Matsu membuka buku diarynya yang berwarna hitam dan mendapatkan foto Kamura pada lembar pertamannya. Seketika Matsu menutupnya kembali, tidak kuat untuk melanjutkan.

Selanjutnya ia membuka diary milik Natsu yang berwarna putih dan mendapatkan foto mereka berdua pada lembar pertama. Matsu menutup diary berwarna putih itu lalu memasukannya ke dalam laci semula. Sementara diary hitamnya, dengan terpaksa ia masukkan ke dalam kardus.

Matsu mengelap air matanya mencoba merasa kuat. Dia melanjutkan ke laci yang lain.

Gelang persahabatan? Matsu memungutnya perlahan, gelang yang di berikan Yori kepada mereka berdua tepat pada saat festival kembang api dua tahun yang lalu. Hari itu juga memperingati ulang tahunnya Natsu. Yori memberikannya agar persahabatan mereka salalu terjaga.

Matsu mengambil gunting yang juga ada di laci itu, lalu memotong gelangnya, memutuskan talinya, dan memasukannya ke dalam kardus.

Pandangannya teralihkan kepada syal hijau tua pada laci yang sama. Ia mengambilnya kasar, pemberian Natsu dan Yori saat ulang tahunnya yang ke enam belas. Matsu memasukkannya ke dalam kardusnya.

Matsu berlari ke arah lemari, memasukkan setiap baju yang dia beli bersama Natsu ke dalam kardus, melampiaskan emosinya dengan menarik-nariknya kasar.

Lalu terduduk lemah, membiarkan tangis kembali menguasai dirinya.

Setelah berusaha bangkit, Matsu membawa kardus tersebut keluar dorm. Pergi ke area belakang menuju ke tempat pembuangan.

Tanpa menoleh ataupun memikirkannya dua kali, Matsu langsung menghamburkan seluruh isi kardus ke dalam wadah tersebut, menyalakan korek api dan membakarnya.

Matanya yang berair kini telah kering, menerawang kosong api yang mengabukan satu demi satu barang tersebut.

Lelah.

Matsu kebali ke dalam dormnya, menatap sekeliling ruangan, setiap detail demi detail, setiap pojok demi pojok, setiap sudut demi sudut. Semua memiliki kenangan dengan Natsu.

Di mana Natsu menangis saat bulan Desember dan Matsu mencoba menenangkannya. Di mana Natsu sering menatap bintang ketika sedang bersedih. Di mana mereka berdua merayakan ulang tahun ke enam belas dan ke tujuh belas. Semua terasa membekas. Dan Matsu menjambak rambutnya tidak terima dengan satu sudut, yaitu di balik pintu.

Matsu mundur perlahan dari pintu, seolah ada yang mengancamnya. Hingga punggungnya menyentuh meja dan tangannya tak sengaja menjatuhkan suatu benda. Sebuah bingkai foto.

Perlahan Matsu mengambil bingkai tersebut dari lantai, dan melihat foto dirinya bersama Natsu dan Yori pada saat ulang tahun Natsu dengan latar kembang api musim panas.

Matsu melihat retakan kaca nampak jelas pada gambar dirinya dan Natsu.

Dengan sesenggukkan, ia mendekap bingkai foto itu.

🌸🌸🌸

Sekali lagi Yori mengencangkan ikat rambutnya sambil menatap bayangannya dari cermin. Di sana dia juga dapat melihat bayangan temannya yang masih pada posisi lima jam sebelumnya.

"Natsu kau yakin tidak mau pergi? Nanti semua orang menenyakan hal ini, kenapa penyelenggara justru tidak datang di saat acara yang ia bentuk? Bagaimana aku akan menjelaskannya nanti?"

Tidak mendapat respon dari Natsu, Yori berdecak pelan dan membalikkan posisinya menghadap temannya.

"Sekarang apa? Berjam-jam kau hanya meratapi semuanya. Sudahlah Natsu, menangis itu tidak ada gunanya. Memangnya dengan menangis kau dapat merubah masalah yang sudah terjadi seperti ini? Kau justru harus tegar untuk menghadapi semua."

Natsu terdiam, memandangi gemintang yang mulai bertaburan.

"Natsu!!!" Yori merengek. Terdengar dari luar bunyi klakson mobil memanggil. Yori berjalan jinjit menuju jendela lalu mengintip di balik gorden kamarnya.

"Itu Kobayashi!" Yori berteriak. "Natsu, Kobayashi sudah menunggu di bawah, ayo bersiaplah!"

"Kau pergi saja Yori, aku tunggu di sini."

"Ya ampun," Yori memutar bola matanya jengkel, "bagaimana caranya agar kau mau pergi?"

"Matsu!" Jawab Natsu tanpa menoleh. Yori kembali berdecak.

"Oh, ayolah Natsu! Matsu mungkin juga pergi ke sana. Mungkin saja dia tidak mengabari kita, tapi aku tahu dia sebenarnya berniat untuk pergi. Ayolah Natsu, kumohon!" Yori mengatupkan tangannya di depan dada. Lagi, klakson mobil terdengar di luar. Natsu masih tidak menanggapi.

Yori menghembuskan napas menyerah.

"Kau tahu Natsu," Yori duduk di depan Natsu, "sebenarnya hari ini aku dan Kobayashi jadian." Hal itu terdengar tidak mengejutkan Natsu sama sekali. Yaori menghela napas pelan, "sebenarnya aku juga ada di posisi yang tidak menguntungkan, aku ingin tahu apa reaksi kalian berdua nanti setelah mendengar kabar aneh ini. Seperti apa reaksi Tsuda dan Itsumo saat mendengar dua orang yang sering bertengkar di kelas tiba-tiba berpacaran. Aku juga ingin berbagi cerita dengan kalian berdua."

"Kalau bisa aku juga ingin menceritakan tentangku dan Nishimura hari ini kepada kalian berdua. Tapi apa yang terjadi ...," Natsu menggeleng pelan, "waktu justru mengkhianati, Matsu ternyata menyukai Kamura dan menyangka Kamura menyukaiku karena cemburu dengan sikapnya yang lebih kepadaku."
Berdua mereka terdiam, lalu Natsu kembali berbicara.

"Seharusnya kita sudah mempunyai jalan cerita kita masing-masing, Yori. Kau dan Kobayashi, aku dan Nishimura, serta Matsu dan Kamura. Namun apa boleh buat..." dengan dada yang tersengal Natsu menganggkat bahu pelan. "ceritamu, kebahagiaanmu, ceritaku, kebahagiaanku, tidak mengejutkan seperti ekspektasi kita sebelumnya. Dan rahasia Matsu...justru yang menjadi bom di antara kita."

Natsu tersenyum, Yori tahu senyum paksaannya hanya untuk menyangkal kenyataan bahwa Natsu menahan emosi sedihnya.

Satu hal sikap manusiawi manusia yang sulit mengontrol emosi.

"Aku tidak tahu Yori," Natsu kembali terisak, "ketika dia berdiam diri mengabaikanku, ketika dia dengan mudahnya berkata aku bukan temanmu, rasanya...rasanya..."

"Aku tahu, aku mengerti...." Yori menepuk-nepuk bahu Natsu yang menutup wajah tangisnya dengan kedua telapak tangan.

Tinn ... Tinnn ....

Lagi, terdengar bunyi klakson mobil Kobayashi. Yori langsung berjalan cepat ke arah jendela lalu membukannya lebar-lebar.

"Sebentar lagi!!" Yori berteriak dari atas.

"Berapa lama lagi?"

"Kubilang sebentar!" Yori memberikan kode kepada Kobayashi bahwa ada masalah di dalam. Kobayashi mengacungkan jempol sambil berkata, "Cuma memberi tahu, sebentar menurut perempuan itu berarti sangat lama bagi laki-laki."

"Terserah!" Yori menutup kembali jendela.

"Natsu aku harus pergi!" Yori merapikan kuncir rambutnya lagi, "maksudku, kita harus pergi."

Natsu menggeleng.

"Kau ingin masalahmu selesai bukan? Untuk itu kau harus pergi, setidaknya jika Matsu tidak datang, kau bisa menyelesaikan masalah kalian dengan Kamura." Yori menarik lengan Natsu secara paksa.

"Aku tidak yakin." Jawaban Natsu membuat Yori berkacak pinggang.

"Jika tidak yakin baiklah. Duduklah terus di sini sampai air matamu mengering dan segala masalahmu terselesaikan sudah."

"Baiklah, kalau begitu aku pergi, tapi..."

"Nah, begitu dong!" Yori menjentikkan jari lalu menarik Natsu berdiri secara paksa.

"Lho, mau ngapain? Kok malah duduk di sini?" Natsu mengerutkan dahi mendapati Yori justru mendorongnya di kursi meja rias.

"Ya iyalah, tidak mungkin kan kau pergi dengan seragam sekolah tadi siang plus dandanan non make up."

"Aku tidak peduli!" Natsu berdiri lalu berjalan keluar, Yori hanya bisa mengekorinya.

"Natsu, tapi ini perpisahan kelas!"

"Tujuanku bukan itu." Natsu menuruni anak tangga rumah Yori lalu berpamitan dengan ibu Yori setelahnya.

"Jadi kau ingin pergi dengan mata bengkak itu?" Yori berusaha menahan temannya sekali lagi.

"Sekali lagi kukatakan, Aku tidak peduli!"

🌸🌸🌸

Y

U

K

I

-SPRING-


Halo-Haloo!!!
Gimana ceritanya??

Semoga suka dan terusblanjut yaa👋👋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro