Gadis Musim Panas & Gadis Musim Dingin***
❄❄❄
"Untung saja aku yang pertama kali dihukum." Bisik Matsu ke telinga Natsu setelah ia kembali memasuki kelas. Matsu, Tsuda, serta Kobayashi dapat menarik napas lega karena hukuman mereka hanya lari sepuluh putaran, karena hukuman hampir setengah siswa sisanya berdiri di luar kelas dengan kaki terangkat dan tangan menjawir telinga masing-masing. Termasuk Yori pastinya.
"Hei, kamu yang baru masuk!" Bu Yoshida menunjuk Tsuda yang tiba-tiba berhenti saat berjalan ke tampat duduknya. "Iya kamu! Maju ke depan, bacakan puisi milik tuan Kamura Nisigaki."
Tiba-tiba Natsu langsung menoleh ke belakang, melihat Kamura. Pria itu terlihat biasa saja, seharusnya untuk ukuran orang yang tidak bisa membuat puisi, tubuhnya menegang sekarang. Tidak salah jika tadi Natsu menendang lututnya.
Anehnya Matsu yang terlihat menegang, dan anehnya lagi Natsu juga menegang. Ada perasaan yang tidak enak muncul di benaknya.
"Ya ampun, romantis sekali puisinya Kamura-kun!" Tsuda berbicara tiba-tiba setelah memegang puisinya Kamura. Lagi Natsu menoleh ke arah pria itu. Ekspresinya datar.
"Ini pasti khusus untuk Natsune-chan, Ya kan?" seketika sisiwa di kelas kembali menyerbu mereka berdua dari jendela dengan tatapan ingin tahu.
Wajah Natsu memerah, jantungnya mulai berdegup kencang. Sudah ia duga, semoga tidak ada kesalah pahaman lagi.
"Judulnya juga 'Gadis Musim Panas' ini kan sesuai dengan namamu 'Natsu' artinya musim panas." Tsuda kembali mengoceh. Wajah Natsu memerah, tangannya mulai dingin bergetar, sedikit ia melirik Kamura meminta bantuan penjelasan, namun ekspresinya masih sama. Datar. Berbeda seratus delapan puluh derajat jika berdekatan dengan Natsu secara langsung.
"Apa-apaan ini? Memangnya ada apa dengan Natsu dan Kamura?" Bu Yoshida melototi Tsuda, namun anak itu justru menjawab secara entengnya, "mereka berdua berpacaran bu!" perkataan Tsuda barusan disambut baik oleh seisi kelas terutama siswa yang berdiri di luar kelas. "Iya mereka berpacaran," "mereka memang sering terlihat bersama," "sifat Kamura lebih hangat kepada Natsu," "dugaanku benar, surat-surat itu ...."
Natsu menutup telinganya dari teman-teman di kelasnya yang mulai bising-bising membicarakannya, membicarakan hal yang mengada-ada. Sedangkan anak laki-laki itu...yang menjadi objek pembicaraan, hanya melipat kedua tangan di depan dada denagn ekspresi yang tidak berubah.
Bu Yoshida juga sama, ia malah memerhatikan Natsu dan Kamura secara bergantian. Menyebalkan, menyebalkan, menyebalkan.
"Semua yang kalian katakan itu tidak benar!" Seseorang berteriak. Seseorang baru saja menyelamatkan dirinya, Natsu menoleh dan mendapatkan Matsu yang membelanya, ia membisikkan 'Gomen Nasai' dan dibalas tepukkan kecil di lengannya.
"Lagipula mau berpacaran atau tidak, itu bukan urusan kalian." Matsu menatap tak suka kepada teman-teman di kelas, Natsu tak pernah melihat tatapan Matsu yang seperti ini.
"Natsu sudah menyukai orang lain, apakah perkataanku dua minggu yang lalu belum jelas bagi kalian? Mengapa kalian masih menggossipi dua orang yang sudah jelas-jelas berteman." Terdengar beberapa penekanan pada perkataan Matsu tadi.
Semuanya terdiam.
Matsu seketika mengangkat tangan, dia mengajukan diri untuk membaca puisi Natsu. Untuk membuktikan pada siswa kelas bahwa puisi Natsu bukan untuk Kamura, melainkan untuk Nishimura.
Namun, ketika menerima kertas puisi dari Bu Yoshida, Matsu justru mematung.
"Natsu-chan!" Suara Matsu dari depan tiba-tiba menyita Natsu, "apakah puisi ini benar-benar untuk Nishimura-kun?"
❄❄❄
Jam makan siang. Natsunawa Oichi sudah berjanji akan membelikan kopi kalengan sebagai tanda terima kasih untuk aksi heroik temannya hari ini. Matsunewa Yanao. Dia terus berjalan di lorong sekolah mencari finding machine sembari mengingat hal yang dibicarakannya dengan Matsu setelah membaca puisi.
Saat itu wajahnya terlihat berkerut keheranan, "apakah benar itu puisi untuk Nishimura?" tanyanya sambil berbisik meskipun Bu Yoshida sudah meninggalkan kelas, pelajaran selanjutnya Geografi, dan Bu Yoshida lanjut mengajar di kelas sebelah 3-B.
"Kau pikir aku membuat puisi untuk siapa lagi?" Natsu merapikan perlengkapan pelajaran Sastra Jepang.
"Kau serius dengan hal itu?" Matsu kembali bertanya, namun tak mendapatkan jawaban apapun. Mendengus kesal lalu bertanya lagi, "Natsu, kau mau menyerah?"
Natsu menghembuskan napas berat, memutar bola matanya. Pertanyaan itu lagi.
"Tentu saja semua akan brubah." Natsu masih fokus pada buku Sastranya, ia tak berani menatap langsung mata Matsu.
"Kok begitu?"
"Begitu apanya?"
Matsu mengacak rambutnya kesal. Hal itu membuat Natsu menjadi heran.
"Jika memang begitu, kamu harus mengatakannya kepada Nishimura. Harus!" Matsu menegaskan nada bicaranya. Natsu terdiam, merenung sebentar, apa yang dikatakan Matsu ada benarnya.
"Ya."
Matsu menahan napas, "yaampun Natsu Chan, itu jawabanmu?"
"Apakah isi puisi itu tidak jelas Matsu?" Natsu kali ini menatap mata temannya.
"Baiklah sudah jelas. Tapi mengapa?" Natsu kembali memejamkan mata. Ia berusaha tenang di depan temannya meski rasa sakit dihatinya tak dapat berbohong.
"Gadis itu bukan aku." Natsu memaksakan senyuman hambar. Matsu terdiam, tangannya menepuk-nepuk pelan bahu Natsu.
"Kau tahu Natsune-chan.." Matsu mencoba menenangkan, inilah hal yang Natsu sukai saat mempunyai sahabat sepertinya, "bukan hanya aku yang tadi kaget, Yori bahkan lebih kaget dariku, apalagi Yamaguchi mengingat nama itu yang kau sebut-sebut."
"Sebenarnya kami semua mendukung hubungan kalian." Matsu berkata lembut. "Kami yakin kau masih memiliki kesempatan, Natsu. Berusahalah sedikit lagi!"
Natsu mendesah, menatap temannya berterima kasih. Matsu tersenyum melihatnya.
"Hanya saja, aku rasa ada satu orang yang tadi tersenyum saat mendengar puisimu." Matsu melirik ke arah Kamura yang ternyata juga sedang memerhatikan mereka berdua.
"Dia tadi malah tersenyum-senyum dari ekspresinya yang datar. Kurasa Kamura memang menyukaimu."
"Oh ya ampun jangan membuat kekacauan lagi." Natsu mnoleh ke arah Kamura, ekspresi pria itu berubah menjadi canggung lalu memalingkan wajah.
Sebenarnya Natsu kadang merasa dongkol dengan sikap Kamura yang terkadang cuek tak peduli seperti tadi contohnya. Natsu ingin Kamura normal seperti siswa lainnya meskipun beberapa orang beranggapan bahwa sifat seperti itu selalu penuh kejutan.
Bagaimana dengan puisi? Pembohong, menjengkelkan.
"Matsu akan ku belikan kau kopi kalengan kesukaanmu nanti." Natsu menawarkan, Matsu hanya melambaikan tangan, tidak usah. Namun, keputusan Natsu sudah bulat, teman sepertinya memang patut diberi hadiah sedangkan untuk Yori ataupun Kamura wajib diberi pelajaran.
Dan Tsuda? Hah sudahlah, Natsu sudah menyerah.
"Apakah ada hal yang membuatmu menarik perkataanmu dan kembali berharap kepad Nishimura?" Matsu tertawa mencoba bercanda.
"Ada, tapi semua mustahil." Natsu meladeni temannya.
"Saat dia menyatakan cinta padamu?" mereka berdua tertawa.
"Atau memelukku sekarang juga." Natsu menambahkan. Paling tidak gurauan ini meringankan bebannya. Terima kasih Matsune-chan, kau juga layak menjadi alasanku mengapa pergi ke Kyoto. Bisik Natsu dalam hatinya.
❄❄❄
Natsu sudah menggenggam Kopi kalengan, kopi hitam. Sama seperti yang disukai Nishimura. "Nishimura?" Natsu hampir menjatuhkan kopi kalengan itu, mendapati Nishimura yang langsung menarik tangannya pergi. "Mau kemana?"
"Ada yang perlu dibicarakan!" dia menggenggam erat tangan Natsu, membuat Natsu terpakasa harus mengikutinya.
Ada yang perlu dibicarakan? kamu harus mengatakannya kepada Nishimura. Harus! Matsu ada benarnya, ini semua harus dibicarakan dengan Nishimura, dan waktunya tepat sekali. Dia harus menyelesaikan masalah ini. Meski Matsu tadi menyarankan untuk berjuang sedikit lagi, tapi Natsu juga diberi pilihan untuk membicarakannya langsung pada Nishimura jika ingin melepaskannya.
Natsu juga ingin terbebas meski ini menyakitkan.
"Ada yang ingin aku katakan." Serentak mereka berbicara setelah sampai di taman belakang sekolah. Natsu berdeham sementara Nishimura menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.
"Ka-kamu duluan deh!" Nishimura mempersilakan Natsu berbicara duluan.
"Nishimura-kun saja duluan, emangnya ada hal penting apa?" Lagi, Nishimura menggaruk kepalanya. Tidak biasanya Nishimura secanggung ini di depan Natsu, hal itu membuat Natsu mengerutkan dahi.
"Duduk dulu!" Pinta Nishimura yang duduk di bangku taman dan meminta Natsu duduk di sampingnya.
Natsu duduk di samping Nishimura, ia menjaga jarak, keduanya memerhatikan hamparan rumput yang luas meskipun beberapa tumpuk tipis salju masih ada di sana. Pohon sakura masih belum berkembang karena belum sampai ke musim semi.
Natsu diam, mengatur detak jantungnya yang mulai berdentum tak karuan. Ia akan mengatakannya, hal yang tak pernah ia inginkan sebelumnya akan ia sampaikan sekarang.
"Jadi, aku dulu yang bicara?" Nishimura kembali mengulur waktu, Natsu mengangguk sekali sambil menatap lurus ke depan.
Baiklah Natsu akan mengatakannya setelah masalah Nishimura selesai.
"Kamu masih ingat di belakang taman sekolah SMP dulu?"
Deg.
Benar saja, Natsu langsung terdiam.
"Saat aku membuatmu menangis dulu." Natsu merasa Nishimura sedang menoleh ke arahnya, namun Natsu tak dapat membalas tatapannya. Tidak untuk sekarang.
"Aku pindah ke sini, karena urusan kerja Oto-san!" Terdengar helaan napas dari pria tersebut, "hari itu rasanya aku juga ingin sekali menangis, namuan air mataku tak pernah jatuh. Aku tak mau pindah."
Detak jantung Natsu semakin menguat, ia mencengkram rok-nya sekencang-kencangnya. Dia ... apa maksud dari semua ini?
"Aku pikir, aku akan menemukan dunia baru di Kyoto nanti, dunia yang berbeda, dunia tanpa seorang Natsunawa Oichi, dunia Tanpa syal yang harus kutolak, dunia tanpa senyum manis yang terkadang membuatku jengkel."
Rasanya Natsu ingin segera menutup telinganya. Ia tidak ingin mendengarnya lagi, dia sudah berjanji akan mengakhirinya hari ini. bukankah itu juga yang selama ini diinginkan Nishimura? Namun, hatinya bagaikan pengkhianat yang memberontak, dan jantungnya? Rasanya setiap detik denyutnya semakin bertambah.
Natsu dapat mendengar suara detak jantungnya sendri. Dan semuanya harus diakhiri hari ini.
"Aku pikir, hari-hariku di Kyoto akan terasa hambar. Tapi, setelah ku tahu bahwa kau ada di sini ... rasanya musim dingin akan terasa hangat, karena Natsu ada di sini."
"Hentikan Nishi-kun!" Sergah Natsu, membuat Nishimura terkaget dan menoleh heran ke arahnya. Gadis itu meringkuk dengan kedua tangan yang menutupi kedua telinganya erat-erat. Tubuhnya terlihat bergetar. Matanya melotot kosong ke bawah. Dia tampak menyedihkan.
"Natsu ...." Nishimura menatapnya tak percaya.
"Jangan ceritakan hal itu lagi, aku mohon!"
Tatapan Nishimura melunak, perlahan Nishimura meraih tangan Natsu lalu melepaskannya pelan dari telinganya. Natsu menatap Nishimura tak percaya, matanya terlihat berair namun tak menangis. Nishimura tersenyum lembut menggengam tangan Natsu.
"Bu Yoshida tadi menceritakan hal yang terjadi di kelasmu saat jam mengajarnya di kelas kami." Natsu masih terdiam, Nishimura melanjutkan, "kau menulis puisi tentangku, sebelumnya aku pikir kau akan mengatakan padaku untuk berhenti."
Detak jantung Natsu mulai bereaksi lagi, dia tahu? Tangan hangat Nishimura masih menggenggam tangan Natsu yang bergetar.
"Aku mau membuat puisi untuk Natsu-chan!" Natsu mencoba mencerna apa yang dikatakan Nishimura barusan, "izinkan aku membuat puisi tentangmu!" Nishimura menggenggam lebih erat jemari Natsu.
Natsu hanya dapat menatap mata Nishimura, ia tak tahu harus berkata apa.
"Aku ingin membuat tentang gadis di musim dingin!"
Jantung Natsu berdetak begitu kencang sehingga ia tidak bisa mendengar panggilan dari Nishimura selanjutnya.
"Natsu Chan ...." Nishimura memanggil.
"Hmm?" Natsu tidak terlalu jelas mendengar panggilan Nishimura barusan, namun ia juga melihat kecanggungan dari diri laki-laki itu.
"Bolehkah aku memelukmu?" Pertanyaan yang semakin menulikan indra pendengaran Natsu.
Belum sempat Natsu memberikan respon ataupun jawaban, Nishimura langsung menarik lengannya dan membiarkan Natsu berada di dalam dekapannya.
Ada apa ini? Seharusnya tidak seperti ini. Natsu bingung atas apa yang terjadi pada Nishimura dan apa yang terjadi padanya. Seharusnya dia mengakhiri semuanya sekarang, sudah jelas hari itu Nishimura mengatakan bahwa Karin gadis yang manis, atau secara tak langsung dia menyukai Karin dan meminta Natsu untuk berteman saja.
Tapi kenapa? Natsu sendiri juga tak bisa membohongi perasaannya.
Hangat, Natsu dapat merasakan detak jantung Nishimura...ya, ini yang pertama kalinya. Mungkin Matsu tidak salah, dia akan berusaha sedikit lagi.
By : Natsunawa Oichi
Sayounara
Ada beberapa senja yang membuatku meneteskan air mata,
Senja bersamamu dan senja kepergianmu.
Begitu mudah musim panas menentukan segalanya
dan mudah pula bagi musim dingin menghancurkannya.
Semuanya terjadi begitu lama. Dalam tempo waktu yang cukup singkat.
Aku berteriak pada matahari hari itu. Menggumamkan kalimat putus asa dan ingin menyudahinya.
Akan tetapi, kau punya ribuan cara tuk menahanku terikat bersamamu.
Namun aku adalah aku. Aku bukan gadis manis itu.
Maka dari itu, di akhir kepingan salju pada lindungan langit Kyoto. Kuucapkan padamu, selamat berlari, Nishimura Kaito.
❄❄❄
-WINTER-
Keep reading🤭🤭
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro