Antara Tokyo dan Kyoto***
❄❄❄
Setelah hari itu, hari dimana Matsu membacakan puisi milik Natsu di depan kelas, hari dimana teman-temannya menatapnya kaget terutama Yori dan Yamaguchi, dan hari saat Natsu mendengar detak jantung pria itu yang tidak beraturan untuk pertama kalinya, Natsu kembali mencoba.
Dan, setelah Natsu mengabarkan ia tidak jadi mengatakan hal itu kepada Nishimura, kelegaan nampak di wajah teman-temannya. Yori dan Matsu mengatakan teruskan perjuanganmu dan Natsu mengangguk mantap.
Natsu tak ingin menceritakan perihal itu kepada siapapun, tentang dirinya dan Nishimura di taman belakang, tentang dirinya dan hatinya yang tiba-tiba mati rasa tak dapat menyampaikan tujuan Natsu sebenarnya.
Minggu-minggu akhir di SMA-nya dihabiskan Natsu untuk fokus pada kelulusannya dan tes masuk universitas nanti. Universitas apa yang Natsu pilih? Dia belum tahu, namun mengingat dirinya yang merupakan sisiwa yang hanya pintar di beberapa bidang saja, membuatnya harus berusaha lebih keras untuk mencukupkan nilainya. Tentu nantinya Natsu ingin masuk ke universitas yang terbaik di Jepang. Sebut saja yang terdekat misalnya Kyoto University.
Tidak sembarang sisiwa bisa masuk ke sana, tapi untuk ukuran Kamura Nisigaki pasti hal itu tidak perlu menjadi masalah yang besar. Jika ia malas belajar untuk tes pun itu tidak masalah, pria itu pasti akan diterima meski tanpa tes sekalipun, mengingat nilainya yang membuat mata Natsu melotot keluar, hampir tidak ada nilai dibawah sembilan pada rapornya.
Saat Natsu bertanya bagaimana caranya bisa seperti itu, dia hanya menjawab "Belajar." Jawaban yang sangat lumrah jika ditanyakan kepada orang-orang jenius lainnya.
Menurut Natsu, Kamura bisa masuk ke uiversitas terbaik di Tokyo sekalipun jika dia mau. Dan sepertinya temannya itu memang akan pindah ke Tokyo, setelah dia mendapat surat rekomendasi ke sana.
"Bagaimana menurutmu?" Kamura menatap Natsu datar saat itu, dia terlihat biasa saja saat melihat surat rekomendasi itu. Berbeda sekali dengan Natsu yang begitu antusias.
"Sugoi!" Natsu langsung menyambar surat itu tanpa melihat Kamura. "ini kereeen! Kamu dapat rekomendasi? Tokyo? Universitas Tokyo?" Natsu menatap tak percaya pada Kamura, lawan bicaranya hanya tersenyum tipis.
"Tapi aku tidak heran sih kalau Kamura-kun yang mendapatkannya! Aku baru heran kalau Yori yang menerimanya."
Kamura tertawa kecil mendengar pernyataan dari Natsu barusan.
"Kamura-kun nanti mau ambil jurusan apa? Pasti bingung kan, soalnya di sana jurusannya lengkap."
"Belum tahu! Lagi pula kenapa harus bingung-bingung sih, kita kan masih belum ujian kelulusan, jadi kita belum terjamin lulus atau enggak."
"Kalau Kamura sih aku yakin pasti lulus!" Natsu mengembalikan surat itu ke Kamura, "Orang tuamu pasti bangga. Kamura nanti waktu di sana jangan lupa dengan kami yah!"
"Kami? Bukannya kamu?" Kamura bergrurau.
"Terserah deh! Pokoknya nanti waktu di sana mulailah bersosialisasi dengan orang lain supaya nanti punya teman." Natsu tersenyum, Kamura tak memasang ekspresi apa-apa.
"Oichi-chan tidak mau ikut ke Tokyo? Eh, maksudnya tidak mau mendaftar ke sana?"
"Aku? Ke Tokyo?" Natsu langsung tertawa geli, Namun Kamura diam, wajahnya terlihat serius membuat Natsu menghentikan tawanya. "Aku di Kyoto saja harus mati-matian, kalau ke Tokyo aku mungkin sudah terkubur hidup-hidup." Natsu mencoba kembali bergurau. Namun sama saja, Kamura masih terlihat serius, sepertinya dia sedang tidak bermain-main.
"Aku tidak sepintar Matsu, Kamura!" Natsu berkata pelan, "kami mungkin selalu bersama-sama tapi Matsu selalu lebih unggul dariku. Jika kau ingin menawarkan hal seperti itu, kau bisa menanyakan Matsu, menurutku ia berpeluang ke sana."
Kamura masih diam, dahinya berkerut, alisnya masih bertautan. Natsu menelan ludah.
"Jika aku ...."
"Bagaiman jika Nishimura?" Kamura memotong cepat, membuat Natsu terperanjat terutama yang ia tanyakan membawa nama orang itu, "bagaimana jika Nishimura yang pergi ke Tokyo? Apakah Oichi-chan juga akan pergi ke sana?"
Sekali lagi Natsu menelan ludah.
❄❄❄
Natsu menghempaskan tubuhnya ke futon, ia lelah dari tadi menunduk ke arah meja, membaca buku biologi yang terlalu banyak istilah bahasa latin yang harus dihapalkan.
"Melelahkan!" Ia menoleh ke arah temannya. Ternyata Yori juga tak lebih hanya menekan-nekan pena dengan sorot mata yang juga kosong ke arah buku.
"Yori-chan!" panggilnya, "kau bagai mana?"
Yori menoleh lesu kearahnya, menutup buku dan ikut merebahkan diri disamping Natsu. "Fisika memang tidak dapat dimengerti. Lagian siapa orang yang membuat rumus-rumus dan teori menyebalkan semacam itu? Terbuat dari apa otak mereka?"
"Kalau Fisika sedikit banyakanya aku mengerti, namun biologi? Begitu banyak yang harus dihapal."
Yori menoleh. "Bukankah kau lumayan di Biologi?"
"Yah, tapi untuk teori saja, untuk bahasa ilmiahnya sulit di telaah."
"Kalau aku sih jika ada soal menggunakan kata ilmiah aku jawab menggunakan perasaan saja." Yori tidak peduli.
"Pantas saja kau selalu remedial."
"Ugh, bukan lagi Natsu, Ibuki Sensei saat itu memintaku mengulang sebanyak tiga kali unuk ulangan Plantae dan empat kali untuk Protista."
Terdengar Natsu terkekeh di sebelah.
"Lagi pula Matsu sekarang kemana? Jika dia ada di sini, sedikit banyaknya dia bisa selesaikan sepuluh soal Fisika ini."
"Aku juga tidak tahu. Sejak siang tadi dia sudah menghilang, di dorm pun tidak ada, makanya aku ke rumahmu, belajar sendirian itu gak enak."
"Natsu ada benarnya, paling tidak aku mengerti sedikit tentang Impuls."
"Masih cuma Impuls? Momentum? Mereka berdua saling berkaitan loh." Natsu menatap tak percaya temannya.
"Sebenarnya siapa sih yang menemukan teori tentang Momentum dan Impuls? Lagian apa gunanya menghitung jumlah waktu yang di bawah satu detik, manusia saja bernapas kurang lebih satu atau dua detik, waktu sepersekian detik itu tidak ada gunanya."
Natsu tersenyum mendengarkan omelan Yori yang itu-itu saja tentang pelajaran.
"Kalau begitu, ganti pelajaran saja, bagaimana Matematika?" Natsu mengutuk dirinya sendiri seketika, mengapa tadi ia katakan pelajaran itu? Reaksi Yori pasti...
"Oh ya ampun Natsu-chan, dunia ini terlalu sempit untuk orang yang menghitung sebegitu jauhnya. Manusia menggunakan matematika hanya sebatas pertambahan atau pengurangan. Geometri, Trigonometri, dan Aljabar itu sedikit sekali fungsinya di kehidupan ini. Aku pun tidak tahu besar nanti saat menjadi ibu rumah tangga kapan harus menerapkan fungsi Trigonometri dalam kehidupan sehari-hari, jika saja Trigonometri dapat membantuku memasak, membersihkan rumah, atau mencuci pakaian, pastilah..."
"Kupelajari itu hingga denyut nadi tak berdetak. Aku tahu itu." Natsu memotong. Setelah itu tidak ada, tidak ada lagi yang mereka lakukan. Hingga akhirnya Yori tertidur dan Natsu melanjutkan belajarnya.
"Hmm, Implus dan Momentum juga Trigonometri ya?" Natsu mengusap-usap bibirnya. "Pelajaran itu, sebenarnya aku bisa tapi Matsu pasti lebih mengerti."
Natsu meraih telepon mencari kontak temannya.
"Tidak diangkat. Dia sebenarnya kemana?" Natsu mengulang menelpon, namun tidak ada jawaban. Hingga selesai percobaan yang keempat, ia melemparkan telponnya ke futon, dan melanjutkan membaca.
Ia kembali melihat tulisan yang bercetak miring dan sulit disebutkan oleh orang-orang awam, hingga akhirnya dia menyerah lagi. Ia kembali merasa sendiri.
"Yori-chan?" pangil Natsu sambil mendekati temannya yang pulas tertidur, "Yori-chan bangun!"
"Apa?" Yori menggeliat di atas futon dengan mata yang masih tertutup.
"Nilai Matematikamu kurang kan? Ayo kuajari Trigonometri!"
"Malas Natsu!" Yori menarik selimut, menyembunyikan kepalanya di baliknya. Natsu menghela napas panjang. Meskipun salju sudah hilang, suhu tetap terasa dingin.
Dia menatap kosong keluar.
Trrt ... trrrttt ...
Mendengar ponselnya berbunyi, Natsu langsung mengambilnya.
Matsunewa Yanao.
Langsung saja Natsu menjawab teleponnya cepat. "Moshi-Mosi, hei Matsu kemana saja kau hari ini? Kami dari tadi menelponmu, tapi tak kau angkat, kami membutuhkanmu di sini! Yori sampai tertidur." Natsu langsung mencecar penelpon, tidak ada jawaban dari ujung sana.
"Kau sekarang dimana? Kami sedang ada di kamarnya Yori, cepatlah kau kesini! Yori butuh bantuanmu!"
Masih belum ada jawaban.
"Halo? Matsu, kau masih di sana kan? Kau sedang apa? Matsu jawablah."
"Moshi-Moshi Oichi-chan ...." terdengar suara serak laki-laki yang menjawab. Natsu mengerutkan dahinya.
Tunggu dulu ... Oichi?
"Ka-Kamura Kun?!!"
❄❄❄
"Kau jahat sekali!" Natsu membersihkan seprai malamnya. "Yori menunggumu tadi, sampai tertidur-tidur."
Tak ada jawaban dari Matsu, gadis itu hanya diam menatapi bintang dari jendela.
"Tadi dia belajar ...."
"Fisika? Matematika?" Matsu menjawab ketus setelah dari tadi berdiam diri saat sampai di dorm. Natsu terperanjat, mematung cukup lama, menatapi temannya yang aneh hari ini. siang menghilang, sore baru pulang dengan keadaan yang mengherankan.
"Matsu-chan ...." Natsu berkata lirih, dia takut apa yang terjadi pada temannya hari ini.
"Apa Natsu? Apa kali ini?" Matsu menatap Natsu tajam dan dingin, membuat seprai yang sedari tadi digenggamnya tiba-tiba jatuh.
"Matsu-chan kau ...."
"Natsu, kau itu juga pintar, kau tidak perlu aku untuk belajar! Aku tak ingin kalian bergantung terus kepadaku. Lagipula kenapa menelponku terus?" Matsu berjalan mendekat membuat Natsu mundur beberapa langkah.
"Matsu kau ini kenapa?"
"Oke-oke-oke!" Matsu mengangkat sebelah tangannya, mengisyaratkan untuk berhenti. "Aku yang salah Natsu, aku minta maaf." Suara Matsu lebih terkontrol sekarang. "Aku minta maaf seharusnya aku mengajari kalian tadi, aku sebelumnya sudah berjanji!"
Natsu yang sedari tadi berdiri terdiam, hanya memandangi temannya dengn tatapan heran. Matsu yang biasanya bersikap tenang dan dewasa, tapi hari ini begitu sensitif.
"Apa yang membuatmu semenyeramkan ini Matsu?" Natsu bertanya dengan suara dan tubuh yang gemetar, "ini pertama kalinya kau bersikap aneh setelah dua belas tahun kita saling mengenal."
"Apa maksudmu Natsu? Sekarang kau yang menyalahkanku?"
"Jika Yori sudah ada di sini, dia pasti sudah lama menangis." Natsu bersedekap.
"Aku hanya tidak suka ...." Matsu hanya mendesah dan berhenti.
"Kau menghilang tadi siang, kami mencemaskanmu, kau tidak mengangkat telpon sama sekali, dan saat kau menelpon yang mengangkat ...," Natsu menghela napas, "Ternyata kau di rumahnya. Apa alasanmu yang sebenarnya hingga tidak mau memberi tahu kami? Dan saat pulang kau tiba-tiba marah, emosi." Natsu menggeleng pelan.
"Kau tidak mengerti Natsu aku ...'"
"Jelas aku tidak mengerti!!" Tekan Natsu, "apa sebenarnya yang terjadi? Ada apa sebenarnya? Kenapa kau di rumah Kamura?"
"Kami belajar, kami membahas masalah pelajaran dan..."
"Belajar apanya? Kenapa setelah selesai belajar langsung marah-marah tidak jelas?" Natsu menghentakkan kaki. Matsu menarik napas memejamkan matanya.
"Itu karena kau dari tadi menyalahkanku, Yori tak mengerti ini, Yori tak mengerti itu, kenapa kau tak datang, kami kesulitan dalam belajar."
"Ya jelas kami memarahimu! Paling tidak kau memberi kabar kalau kau pergi.."
"Aku bukan tak ingin member ...,"
"Apa kau pikir kami tak cemas hah! Kau pikir saat kau menghilang begitu saja kami hanya diam? Padahal kau sendiri yang meminta kami untuk belajar bersama hari ini."
"Natsu, dengar—"
"Kau pikir kami bisa belajar sementara kami memikirkanmu ada dimana dan kau ...."
"KAMI MEMBAHAS MASALAHMU, MEMBAHAS TOKYO !!!!" Kali ini Matsu berteriak sekencang-kencangnya, terdengar penghuni dari dorm lainnya berjalan ke arah dorm mereka.
"Ap-apa? Aku tidak mengerti?"
"Kau tidak akan pernah mengerti Natsu!" Matsu berjalan ke arah pintu karena terdengar ketukan dari luar yang memanggil nama mereka. Pasti mereka yang mendengar keributan dari sini.
Matsu menjelaskan kepada orang-orang di luar bahwa tidak tidak terjadi apa-apa padanya dan Natsu, hanya masalah kecil. Setelah orang-orang itu pergi, ia menutup pintu dan kembali menemui Natsu.
"Jika kau ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, tanyakan kepada Kamura besok pagi!" Matsu berkata dingin, sebelum akhirnya menjatuhkan diri ke futon dan menarik selimut hingga kepala dengan posisi yang membelakangi Natsu.
Natsu hanya bisa membisu, masih tidak mengerti apa yang baru saja terjadi. Matsu? Kamura? Natsu? Dan Tokyo?
Sekarang Natsu merasa tatapan Kamura saat itu benar-benar serius.
❄❄❄
-WINTER-
Masih terus bergerak🐠🐠
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro