Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Tempat Tinggal Baru

Andrea duduk di tempat duduk yang tercantum sesuai yang tertera pada  tiketnya, ia kemudian mengambil earphone lalu memasangnya dikedua telinga. Mendengar musik klasik nyatanya mampu menyihir Andrea sehingga ia memejamkan mata dengan cepat. Mark yang berada di samping Andrea pun tersenyum ketika melihat Andrea sudah terlelap menyelami alam mimpi.

"Malang sekali kamu, An," batin Matk.

Mark membiarkan Andrea tidur dengan tenang. Sementara itu dirinya menyibukkan diri dengan ponsel dan juga tabnya.

Sepanjang perjalanan Andrea tertidur, hingga ia tak sadar saat ini ia sudah berada di sebuah mobil yang akan membawanya menuju ke sebuah desa.

Drrrt drrt drrt

Sebuah panggilan masuk  di ponsel Mark, ia buru-buru mengangkatnya.

"Hallo, Tuan."

"Mark, apa kalian sudah sampai?" tanya Patrick dari seberang sana.

"Belum tuan ini masih di perjalanan."

"Bagaimana keadaan putriku?"

"Alhamdulillah baik-baik saja, Tuan."

"Syukurlah, kalau begitu segeralah pulang ke Jakarta jika kamu sudah mengantarkan Andrea ke tempat tinggalnya. Ada sesuatu yang penting yang ingin ku bicarakan."

"Baik, Tuan. Setelah ini saya langsung kembali ke Jakarta."

"Aku tunggu ke datanganmu Mark."

"Baik, Tuan."

Bip, suara panggilan telepon terputus. Mark menoleh ke belakang, ia mendapati Andrea mengusap-usap matanya dengan ekspresi yang kebingungan.

"Non Andrea kenapa?"

Andrea menggeleng sebagai jawaban. "Kaget aja, mengapa aku tiba-tiba sudah berada di dalam mobil. Om, gendong Andrea ke mobil ya?" tanya Andrea sembari mengusap-usap matanya.

Mark hanya menjawabnya dengan anggukan kepala, dan kembali memfokuskan pandangannya menuju jalanan sembari memberi petunjuk kepada sopir taxi.

"Ya ampun kenapa gak bangunin Andrea sih, Om?" tanya Andrea tak enak hati.

"Maaf, Non. Tapi melihat tidur pulas non Andrea saya jadi ridak tega untuk membangunkan non Andrea," jelas Mark.

"Hemm terima kasih ya, Om. Maaf kalau Andrea ngerepotin Om," ucap Andrea tak enak hati.

"Tidak, Non. Itu sudah menjadi bagian dari tugas saya."

Andrea membuka jendela kaca mobilnya, ia melihat ke sisi jalanan nampak deretan persawahan dan gunung yang membentang di sepanjang perjalanan. Sesekali ia mendapati seseorang sedang berjalan atau bahkan mengayuh sepeda tua, yang menarik di pandangannya adalah pakaian yang mereka kenakan. Sepertinya itu sangat familiar, ya … Andrea melihat beberapa petani mengenakan blangkon untuk menutup kepalanya serta ada beberapa petani perempuan lainnya mengenakan kain jarik sebagai bawahan pakaiannya. "Jawa" hanya itu yang bisa Andrea ketahui namun tepatnya dimana ia belum bisa memastikan.

"Om, kita dimana sekarang? Emm maksud Andrea ini daerah mana?" tanya Andrea penasaran.

"Gunung Kidul, Jogja," ucap Mark singkat.

Andrea mengangguk-anggukkan kepala mengerti. Andrea kembali melihat ke arah jalanan. Ia sangat menikmati pemandangan indah yang memanjakan matanya.

"Indah sekali," gumam Andrea.

Setelah melewati beberapa belokan Mark mengarahkan si sopir untuk menghentikan mobilnya.

"Nona, kita sudah sampai," ucap Mark kemudian.

Andrea mengernyitkan dahinya. Ia melihat sebuah rumah bernuansa jawa klasik di depannya. Ia langsung berjalan keluar mobil mengikuti kemana arah pergi Mark.

"Sugeng rawuh," ucap seseorang laki-laki dengan suara halus yang berarti selamat datang.

"Enggeh, matur suwun Pak. Meniko putri nipun Pak Patrick ingkang badhe manggen wonten mriki," ucap Mark santun.

Andrea menggaruk-garuk kepalanya tak mengerti. "Om, itu tadi artinya apa?" tanya Andrea penasaran.

"Itu tadi artinya iya, terima kasih pak. Kenalkan ini putri Pak Patrick yang akan tinggal di sini," jelas Mark kepada Andrea.

"Oh gitu," ucap Andrea sembari terkikik.

"Monggo pinarak mlebet," ucap Tejo mempersilahkan tamunya masuk ke dalam.

Tejo menunjukkan dimana letak kamar Andrea, ia lantas memberikan kunci rumah tersebut kepada Andrea.

"Loh kamarnya kok cuma buat aku aja, kamar om Mark dimana?" tanya Andrea heran.

"Maaf Non, saya akan kembali ke Jakarta hari ini juga, tetapi Non Andrea jangan khawatir karena nanti akan ada teman yang akan menemani non Andrea agar tidak kesepian," jelas Mark.

"Yahhhh," keluh Andrea.

"Sebentar lagi mungkin orangnya akan datang, oh ya, selama tinggal disini non Andrea jangan pergi pergi sendirian. Ajak Bu Narni atau Sifa ya?"

"Mereka yang akan menemani Andrea di sini, Om?"

Mark mengangguk membenarkan. "Oh ya satu lagi Pak Imam akan menyusul kemari besok, jadi selama Pak Imam belum datang saya harap Non Andrea tidak bepergian dulu," jelas Mark.

"Papa kirim supirnya ke sini juga?"

"Iya Non, Nyonya yang minta agar Tuan mengirim Pak Imam kemari."

Andrea mengangguk anggukkan kepalanya mengerti. "Mama memang terbaik," ucap Andrea tersenyum tipis.

Pintu rumah diketuk, Mark segera keluar dan melihat siapa yang datang. Seorang Wanita paruh baya dan seorang gadis seumuran dengan Andrea berdiri di depan pintu. Mark yang melihat langsung memintanya segera masuk ke dalam rumah.

"Bu Narni, Sifa kenalkan ini Non Andrea," ucap Mark menunjuk Andrea.

Andrea pun tersenyum tipis sembari menjabat tangan Narni dan Sifa secara bergantian.

"Oh ya Bu Narni, saya titip Non Andrea ya, saya harus segera pergi. Kalau ada apa apa langsung kabari saya saja Bu," ucap Mark santun.

"Enggeh, Pak."

"Om, salam buat Mama ya?"

"Baik, Non. Saya permisi dulu."

Andrea masuk ke dalam kamar ketika Mark sudah pergi. Ditemani oleh Sifa yang dengan setia memijit kaki Andrea.

"Non, Andrea kenapa pindah ke Jogja? Bukannya di Jakarta lebih enak ya?" tanya Sifa membuka pembicaraan.

Andrea terdiam sejenak, seketika pikirannya melayang jauh kebelakang. Bayangan tentang malam panas itu kembali muncul. Air mata Andrea hampir saja tumpah namun cepat-cepat ia menahannya.

Andrea menghela nafas panjang sebelum ia mulai menjawab pertanyaan Sifa.

"Ceritanya panjang Fa, semua ini karena kesalahanku sendiri, malam itu membuat hidupku hancur dan berakhir aku harus berada disini sampai bayiku lahir," beber Andrea.

"Bayi?" ulang Sifa.

Andrea menganggukkan kepala lalu tersenyum. "Iya, aku hamil Fa."

"Masyaallah, kok bisa? M-maksud Sifa kenapa bisa sampai begini Non?" tanya Sifa penasaran.

"Laki-laki pengecut itu mencampakkanku begitu saja, sebelumnya ia bahkan memintaku untuk menggugurkan kandungan ini dan aku memilih untuk mempertahankannya."

"Astaga, jahat sekali dia."

"Ya begitulah, Fa. Makanya kamu harus hati-hati ya."

"Enggeh, Non." sahut Sifa dengan logat jawanya.

"Sifa, umurmu berapa?"

"Umur saya 18 belas Non."

"Oh berarti seumuran dengan aku ya, kamu kelas dua SMA ya?" tanya Andrea yang dibalas anggukan kepala oleh Sifa.

"Oh ya kalau mau ke dokter kandungan atau ke rumah sakit gitu jauh tidak?" tanya Andrea kepada Sifa.

"Lumayan sih, Non. Mungkin dua puluh menit dari sini."

"Begitu ya? Baiklah besok temani aku ke dokter ya, Fa."

"Wah Non Andrea mau periksain keadaan dedek bayi ya? Hmm Sifa jadi gak sabaran pengen lihat besok," ucap Sifa antusias.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro