Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Suami Istri

Sejak pertemuan keluarga itu, Andrea sama sekali tidak bertemu dan tidak diperbolehkan memegang ponsel untuk bertukar kabar dengan Rey hingga hari pernikahan tiba. Andrea tidak tahu mengapa itu dilakukan, tetapi dia tetap mematuhi perintah ibunya. Meski akibatnya dia merasa tidak tenang sepanjang malam karena ingin tahu bagaimana kabar Rey saat itu. 

"Tidurlah, Sayang. Rey baik-baik saja, dia menitipkan salam untukmu. Sekarang tidurlah dulu. Besok adalah hari pernikahanmu. Jangan sampai kamu mengantuk pada saat acara." Suara itu berasal dari ambang pintu kamar Andrea. Siapa lagi, itu adalah suara Lusi yang tidak sengaja melihatnya sedang duduk melamun di tepian ranjang. 

"Iya, Ma." Andrea segera membaringkan tubuhnya, menarik selimut tebal bergambar karakter kartun favoritnya kemudian mencoba memejamkan mata. 

Tidurnya cukup lelap malam ini setelah mendengar jika Rey baik-baik saja dan dia menitipkan salam untuknya. Hatinya pun tak lagi gelisah seperti malam sebelumnya. 

Pukul lima pagi, saat itu langit masih petang dan hawa masih terasa dingin, Lusi bangun dan merapatkan mantelnya. Dia berjalan ke arah ruang tamu, dia melihat MUA yang dia sewa telah datang, duduk menunggu disana bersama dengan Bi Nar dan putrinya.

Lusi segera menuju kamar Andrea yang tampak masih gelap dan tidak ada pergerakan di dalamnya. 

"Andrea, bangun. Periasnya sudah datang," tutur Lusi.

Suara sang ibu segera membuat Andrea membuka mata. Andrea menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, ia  bangkit dari tempat tidur secara perlahan lalu berjalan menuju ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum ia di make up.

Saat ini dia duduk di kursi meja rias dengan tenang, membiarkan si perias melaksanakan tugasnya dengan leluasa. Hampir satu jam setengah waktu yang dibutuhkan untuk merias wajah Andrea. Saat ini perias meminta Andrea untuk berdiri untuk berganti pakaian. 

Sebuah gaun pengantin berwarna putih tulang dengan potongan melebar ke bawah sangat pas melekat di tubuh Andrea. Gaun pilihan sang ibu itu benar-benar membuatnya seperti putri kerajaan hari ini. Bahkan kehamilan Andrea hampir tersamarkan dengan potongan dan model gaunnya. 

Andrea benar-benar tampil memukau, parasnya yang cantik dengan make up flawless serta penataan rambut yang epik membuat dirinya semakin paripurna. 

"Cantik sekali putri Papa," pujinya ketika melihat Andrea berjalan keluar kamar dan menghampirinya. 

Andrea tersenyum, dia terharu mendengar pujian dari ayahnya. Meski ini bukan pertama kali sang ayah mengatakan hal yang sama kepadanya. Andrea memeluk ayah dan ibunya secara bergantian lalu mengucapkan terima kasih serta permintaan maaf sebelum mereka berangkat menuju gereja. 

Mobil membawa Andrea dan keluarganya menuju ke sebuah gereja yang tak terlalu jauh dari rumah yang ia tempati. Andrea duduk bersama ibunya di kursi penumpang, sedang sang ayah bersama Mark duduk di depan. 

Tidak ada mobil yang mengiringi mereka, hanya ada dua mobil saja. Mobil pengantin yang dia tumpangi dan mobil lain ditumpangi oleh Pak Imam, Bi Narni, Syifa dan dua orang warga setempat beserta seorang RT. 

Sesampainya di pelataran gereja, mereka turun dan masuk ke dalam gereja menyisakan Andrea bersama dengan sang ayah yang akan masuk saat acaranya sudah dimulai. Mereka duduk di dalam mobil sekitar sepuluh menit kemudian seorang pemandu memberi arahan mereka untuk segera masuk. 

"Kamu sudah siap, Sayang?"

Andrea menganggukkan kepalanya, tangannya seketika terasa dingin dan dadanya berdebar-debar. 

Pintu gereja dibuka, ruangan gereja itu disulap bak ballroom yang berhiaskan dekorasi bunga yang ditata begitu epik sehingga memberikan kesan megah dan mewah. Andrea digandeng oleh sang ayah menuju ujung jalan ke arah altar. Langkah demi langkah Andrea begitu mendebarkan, ini adalah hari yang sangat spesial untuknya dan Rey. Selangkah lagi mereka akan menjadi suami istri.

Bisa Andrea lihat, sosok yang sedang berdiri dengan gagah mengenakan jas berwarna sama seperti gaun yang ia kenakan. Sosoknya terlihat sangat tampan dengan senyuman tipis yang menghiasi wajahnya. 

"Rey, aku serahkan tanggung jawabku untuk menjaga dan melindungi Andrea kepadamu. Jaga dan sayangi dia seperti apa yang kami lakukan kepadanya." Ayah Andrea memberi pesan kepada Rey sebelum dia menyatukan tangan Andrea dengan tangan Rey. 

"Aku akan berusaha melakukan yang terbaik seperti apa yang Papa dan Mama lakukan kepada Andrea selama ini." 

Begitu Rey menjawab ucapan Ayah Andrea, tangan Andrea dilepaskan dari genggaman tangan sang ayah dan diulurkan kepada Rey yang kemudian menggenggamnya erat menuju Altar. 

Keduanya melangkah beriringan dengan tangan yang bertautan menuju Altar. Seorang pendeta berjalan mendekat dan memulai acara pemberkatan pernikahan itu dengan khidmat hingga mereka dinyatakan sah sebagai sepasang suami istri. 

"Selamat atas pernikahanmu, Sayang. Mama dan Papa turut bahagia." Lusi memeluk putrinya sebelum mereka berpisah karena Andrea akan tinggal bersama Rey di rumah pribadinya sedangkan dirinya sendiri pun harus kembali ke Jakarta. 

***

"Ini kamar kita," ucap Rey membukakan pintu sebuah kamar dengan nuansa abu-abu. 

Andrea melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar tersebut kemudian duduk di pinggiran ranjang sembari mengedarkan pandangannya ke segala sudut ruangan. "Manly banget ya kamarnya," tuturnya tersenyum lembut. 

Rey mengedikkan bahunya dan berkata, "Ya beginilah, namanya juga kamar pria. Mama yang atur-atur ini semua dulu. Aku pribadi sih gak terlalu ribet sama suasana kamar dan dekorasinya. Aku juga jarang menempati kamar ini karena paling aku pulang hanya untuk tidur sebentar saja. Selebihnya hidupku di rumah sakit bersama pasien-pasienku."

Rey melangkahkan kaki dan menempelkan bokongnya di samping Andrea, ia meraih pipi Andrea dan menatapnya lekat. "Jika kamu tidak suka, kamu bisa mengubahnya sesuka seleramu nanti. Sekarang segeralah mandi dan mengganti bajumu. Kita harus mengantar Mama dan Papa ke bandara dulu. Mereka akan segera pulang karena adikku yang perempuan sudah mendekati tanggal melahirkan."

Tanpa membantah dan bertanya lebih Andrea segera beranjak dari sana, mengambil pakaiannya dari dalam koper dan berjalan menuju kamar mandi. 

"Kamu mau masuk ke dalam kamar mandi pakai gaun, Sayang? Gak di lepas dulu gaunnya?" tegur Rey sedikit heran melihat Andrea masih mengenakan gaun. 

Andrea menghentikan langkahnya, pipinya bersemu merah mendengar teguran Rey. "A-aku-" ucapnya gugup. 

Rey mengulum senyum, dia bergerak menghampiri Andrea dan melingkarkan lengannya pada tubuh Andrea. "Kenapa? Kita kan sudah sah menjadi suami istri?"

Andrea menggigit bibir bawahnya pelan kemudian berkata. "A-aku masih belum terbiasa, Kak."

Rey mengendurkan pelukannya, ia meraih bahu sang istri lalu membalikkan tubuhnya sehingga mereka saling berhadapan satu sama lain. 

"Mulai sekarang kamu harus membiasakannya, Sayang." Rey berkata dengan suara rendah, dia memiringkan kepalanya, meraih tengkuk Andrea dan memagut bibir ranum yang sedari tadi menggodanya. 




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro