Restu
Semua orang membelalakkan mata sempurna mendengar ucapan Reyfan. Begitu juga dengan Andrea ia menatap nanar ke arah Rey. Ia tak percaya jika Rey mengatakan itu di hadapan keluarganya.
Sementara ayah Andrea yaitu Patrick, ia menatap tajam ke arah Rey. Ia ingin menguji seberapa besar nyali pemuda di hadapannya saat ini.
“Apa kamu sadar dengan apa yang baru saja kamu ucapkan?” tanya Patrick menatap Rey dengan mata elangnya.
Rey tersenyum lembut lalu menganggukkan kepalanya, ia sama sekali tidak gentar dengan tatapan Patrick kepadanya.
“Dan kamu tau siapa Andrea itu? Dan bagaimana keluarganya?” tanya Patrick dengan senyuman smirk-nya.
Rey menggelengkan kepalanya. “Saya tidak mempermasalahkan siapa Andrea dan siapa serta bagaimana keluarganya, Om.”
Patrick menganggukkan kepalanya, jawaban Rey cukup menarik hatinya. “Apa pekerjaanmu?”
“Saya hanya seorang dokter bedah, Om. Tetapi saya memiliki usaha kecil yaitu beberapa cabang cafe dan juga bisnis travel. Saya memang tidak kaya raya dan bergelimang harta saat ini tapi saya memastikan anak dan istri saya tidak akan kekurangan nanti,” jelas Rey yang kembali menghangatkan hati Patrick. Sungguh Patrick sangat tertarik dengan kepribadian serta pemikiran Rey saat ini namun ia masih belum yakin untuk melepaskan putri semata wayangnya kepada orang yang baru saja ia kenal.
“Berapa usiamu?”
“Usia saya memasuki tiga puluh tiga tahun, Om.”
“Kamu itu tampan, mapan dan juga tanpa cela. Umurmu pun sudah matang, mengapa kamu memilih Anak saya? Padahal banyak perempuan cantik diluar sana yang mungkin dengan sukarela mau menjadi istrimu,” tutur Patrick memperhatikan manik mata Rey mencoba mencari keraguan disana namun ia tak menemukannya.
“Saya mencintai Andrea, Om dan hati saya memilihnya.” Rey menjawab sesuai apa yang ia rasakan sebenarnya tanpa mengurangi atau melebih-lebihkan semuanya.
“Apa kamu serius dengan ucapanmu itu anak muda?”
“Saya sungguh-sungguh dengan ucapan saya, Om.”
“Apa kamu sudah tau kondisi Andrea saat ini? Dia saat ini sedang hamil,” tutur Patrick memastikan.
“Saya sudah tau semuanya, Om dan saya ikhlas menerimanya,” jawab Rey dengan mantap.
“Beri satu alasan mengapa kamu ingin menikah dengan Andrea sehingga aku memberimu restu untuk menikahi putriku?” Patrick mengajukan satu pertanyaan lagi untuk meyakinkan hatinya sendiri.
“Mungkin ini terdengar aneh, tetapi berkata demikian adanya, Om. Saya jatuh cinta sama Andea sejak pertama kali kami bertemu, Om. Saya tidak memiliki alasan khusus mengapa saya bisa jatuh cinta sama Andrea tapi hati saya berkata bahwa Andrea adalah sosok perempuan yang saya cari dan dia adalah jawaban dari penantian saya.”
Patrick menganggukkan kepalanya. Ia tersenyum lalu mengulurkan tangannya kepada Rey yang membuat kulit di dahi rey mengerut. Namun Rey buru-buru menjabat tangan Patrick dan membalas senyumannya.
“Aku percaya kamu orang yang baik, Nak tapi semua keputusan ada di tangan Andrea. Jadi bertanyalah selebihnya pada Andrea. Kami akan merestuimu jika Andrea menerimamu.”
“Terima kasih banyak, Om.” Rey bernafas lega, setidaknya ia sudah mengantongi restu dari orang tua Andrea.
Rey bergerak ke arah Andrea, ia berlutut di bawah Andrea dan menyatakan perasaannya kepada Andrea. Andrea tertegun, ia bingung ingin menjawab apa. Disatu sisi ia inginmenerima karena ia menyukai Rey tapi disisi lain ia ingin menolak karena memikirkan hal yang akan terjadi kedepannya. Trauma dalam menjalin hubungan membuat Andrea susah untuk memulai hubungan yang baru dengan Rey.
“Kak,” ucap Andrea lirih dengan mata berkaca-kaca.
“Aku serius dengan apa yang aku ucapkan, Andrea. Bagaimana pendapatmu?” tanya Rey menatap manik mata Andrea.
Andrea menggelengkan kepalanya perlahan, sembari meneteskan air mata. “K-Kak, a-aku ....” ucap Andrea terbata.
Rey mengambil tangan Andrea lalu menggenggamnya erat, matanya menatap mata Andrea dengan teduh. “Mungkin ini terlalu cepat untukmu, aku tidak memaksamu untuk menjawabnya sekarang. Aku akan memberikanmu waktu untuk berpikir,” ucap Rey lembut.
“Tolong pikirkan baik-baik permintaanku, mungkin sulit bagimu menerimaku tapi aku mohon sama kamu untuk tidak menutup pintu hatimu,” pinta Rey dengan tulus yang membuat sesuatu dalam hati Andrea menghangat.
Andrea tidak bisa berkata-kata lagi, ucapan Rey seolah menghipnotis dan membuatnya bungkam. Rey menyadari akan apa yang dirasakan Andrea saat ini, ia pun memohon ijin untuk pamit pulang karena hari sudah terlalu malam.
“Om, Tante, dan semuanya saja, saya permisi pulang karena ini sudah sangat larut malam,” ucap Rey yang beranjak dari posisinya.
“Nak, jangan pulang! Menginaplah disini, Tante khawatir terjadi sesuatu padamu karena jalannya sangat sepi dan juga gelap.”
“Tapi, Tan ....”
“Benar itu, Rey sebaiknya kamu menginap saja malam ini disini.” Kali ini Patrick angkat bicara yang membuat Rey tidak bisa menolaknya.
Rey menganggukkan kepalanya lalu tersenyum lembut. “Terima kasih atas tumpangannya malam ini, Om, Tante,” ucap Rey santun.
“Bi, tolong siapkan kamar untuk Rey ya?” pinta Lusi kepada pembantunya.
“Baik, Nyonya.”
Rey masuk ke dalam kamar yang disiapkan untuknya, pun dengan anggota keluarga yang lain yang masuk ke dalam kamar mereka masing-masing.
Tapi tidak dengan Andrea, baru saja ia masuk ke dalam kamarnya tapi ia keluar lagi. Ia merasa haus dan lapar malam ini. Ia pun berjalan menuju dapur memasak mie instan dan membuat segelas susu hamil rasa coklat favoritnya.
Ia memakan mie dengan lahap dan menegak susu hamilnya hingga tandas, dari kejauhan Rey yang hendak ke kamar mandi pun memperhatikan apa yang sedang Andrea lakukan.
“Sedang apa dia?” batin Rey.
“Dia membuat mie?” gumamnya.
Rey melangkahkan kaki mendekati Andrea begitu Andrea telah menuntaskan rasa laparnya. Ia menarik lengan Andrea lalu mendudukkan Andrea kembali.
“K-Kak,” ucap Andrea gugup.
Rey mengambil tisu di atas meja lalu mengusap sisa makanan yang berada di sudut-sudut bibir Andrea. Andrea terkejut dengan perlakuan Rey. Ia pun reflek meraih tangan Rey.
“Kenapa?” tanya Rey heran.
Andrea menggelengkan kepalanya. “Andrea bisa melakukannya sendiri, Kak.”
“Baiklah, segeralah tidur tidak baik perempuan hamil tidur terlalu malam.”
Andrea menganggukkan kepalanya. “Iya, Kak.”
Rey beranjak dari tempat duduknya hendak menuju kamar mandi namun Andrea menahannya. “Aku mau, Kak,” ucap Andrea cepat yang membuat Rey membalikkan tubuhnya dan memeluk Andrea.
“Katakan sekali lagi, Andrea. Aku ingin mendengarnya,” pinta Rey lembut.
“Aku bersedia jadi istri, Kakak,” cicit Andrea melepas pelukan Rey lalu menundukkan kepala .
Rey terkekeh mendengar ucap Andrea, ia gemas melihat rona wajah Andrea yang merah. Ia pun mengangkat dagu Andrea menyejajarkan pandangan keduanya.
“Terima kasih, ya? Aku sangat bahagia mendengarnya. Besok aku akan membawa mu bertemu dengan orang tuaku.”
“Kamu kenapa?” tanya Rey melihat perubahan wajah Andrea yang terlihat sendu.
“Aku takut, Kak,” ucap Andrea polos yang membuat Rey semakin gemas.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro