Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Periksa Kandungan

Andrea mengangguk kecil sembari melempar senyum tipis. "Aku juga sangat ingin mengetahui bagaimana keadaannya," ucap Andrea tak kalah antusias.

"Kamu bisa bawa motor kan?" tanya Andrea.

"Saya?" ucap Safa menunjuk dirinya sendiri.

"Iya, kamu siapa lagi Safa?" ucap Andrea memutar bola matanya jengah.

Safa terkekeh, ia buru-buru menganggukkan kepala. "Bisa kok, Non."

"Bagus! Besok kita naik motor saja ya? Aku ingin sekali naik motor," pinta Andrea.

Sifa melebarkan matanya menatap Andrea heran. "Non Andrea belum pernah naik motor?"

Andrea menoleh menatap Sifa gemas. Ia terkikik geli melihat ekspresi kaget Sifa. "Belum pernah. Makanya mumpung aku disini kamu harus ajak aku jalan-jalan naik motor ya?"

"Jalan-jalan kemana, Non?"

"Hmmm terserah kamu, yang penting ajak aku keluar rumah. Mungkin ke tempat-tempat yang bagus di sini."

"Tempat wisata maksud, Non Andrea?"

"Iya, gimana? Kamu mau kan? Nanti aku traktir kamu makan deh, mau ya?" ucap Andrea dengan puppy eyes-nya.

"Ya pasti mau to, Non." Kali ini logat jawa Sifa muncul lagi yang membuat Andrea tertawa.

Sifa yang menyadarinya pun buru-buru mengubahnya, ia  mengikuti gaya Andrea berbicara. "Ihh Non Andrea jangan ketawain Safa dong, Safa kan tadi kelepasan," ucap Safa sembari mengerucutkan bibirnya.

"Hahaha … habisnya kamu lucu sih, Fa." Andrea kembali tertawa melihat Sifa cemberut.

"Memangnya Non Andrea mau Sifa ajak ke tempat wisata yang seperti apa besok?" tanya Sifa kemudian.

"Ya terserah kamu aja deh, Fa yang penting tempatnya bagus dan tidak terlalu jauh dari sini. Ke tempat makan, taman, atau tempat yang sekiranya indah pemandangannya menurutmu."

"Kalau ke pantai saja bagaimana? Di dekat sini ada beberapa pantai sih, Non."

"Boleh, itu ide yang bagus."

"Ya sudah besok Non Andrea mau berangkat periksa jam berapa? Biar Sifa pasang alarm hehe."

"Hah! Pasang alarm?" tanya Andrea heran.

"Iya soalnya Sifa susah bangun pagi, dan lagi Sifa lupaan orangnya," ucap Sifa nyengir kuda.

"Astaga, benar-benar kamu."

"Jadi, kita berangkat jam berapa, Non?" ucap Sifa mengulangi pertanyaannya.

"Jam berapa ya? Pagi aja deh, Fa biar kita puas jalan-jalannya."

"Jam sembilan saja ya, Non?"

"Iya, jam sembilan juga gak papa."

Tok tok tok

Pintu kamar Andrea diketuk dari luar. Sifa pun bangkit dari duduknya dan melihat siapa yang datang.

"Sifa, Non Andrea ono endi?" ucap Narni menanyakan keberadaan Andrea kepada Sifa.

"Wonten, Buk lha niku." (Ada, Bu. Itu lho.)

"Siapa, Fa? Suruh masuk saja!" seru Andrea yang saat ini sedang mengecek ponselnya.

"Kulo, Non." ucap Narni santun. (Saya, Non.)

Sifa bergerak mendekati sang ibu lalu berbicara lirih. "Buk, Non Andrea mboten saget boso Jowo loh," ucap Safa mengingatkan sang Ibu. (Buk, Non Andrea gak bisa bahasa Jawa lho.)

Narni menepuk jidatnya pelan, sembari mengulum senyum. "Oh iyo yo, Ibuk lupa e." (Oh iya ya, Ibuk lupa.)

"Maaf ya, Non Ibu lupa kalau Non Andrea gak bisa bahasa Jawa," ucap Narni tak enak hati.

Bibir Andrea melengkung, sebuah senyuman tipis tercetak di wajahnya. "Iya, Bu. Gak papa kok."

"Bu Narni kenapa cari Andrea?" tanya Andrea kemudian.

"Oh iya, sampai lupa. Itu, Non. Anu ada tamu di depan," ucap Narni kepada Andrea.

"Tamu?" ulang Andre mengernyitkan dahinya.

"Enggeh, Non."

"Ya sudah, ayo kita temui," ajak Andrea beranjak dari tempat duduknya.

Andrea meletakkan ponselnya di atas nakas lalu merapikan penampilannya. Ia lantas berjalan keluar menuju ruang tamu. Sementara Sifa dan Narni mengikutinya dari belakang.

"Ini, Non tamu nya," ucap Narni menunjuk seorang pria paruh baya yang sedang kursi ruang tamu.

"Oh, ini namanya Pak Imam, Bu. Beliau ini sopirnya Papa yang diutus Papa buat antar Andrea kemana-mana selama di sini," jelas Andrea kepada Narni.

"Oalah, gitu to, saya kira tamu soalnya tadi mau ketemu Non Andrea gitu katanya."

"Pak Imam," sapa Andrea santun.

"Non Andrea, ini titipan dari Nyonya." Pak Imam menyodorkan sebuah paper bag berlogokan sebuah toko kue terkenal di Jakarta.

"Wah, cookies," ucap Andrea dengan mata berbinar. "Terima kasih, Pak Imam."

"Sama-sama, Non."

"Oh ya Pak Imam istirahat saja dulu ya? Pak Imam pasti capek kan? Bawa mobil dari Jakarta ke Jogja."

"Iya, Non. Lumayan."

"Ya sudah, istirahat saja dulu, Pak, biar ditunjukin Bu Narni dimana kamar Pak Imam."

"Baik Non, terima kasih."

"Mari saya antar, Pak." Narni berjalan menuju kamar yang sudah disiapkan untuk Pak Imam.

Sementara itu Andrea dan Sifa kembali ke kamar Andrea. Sesampainya di kamar Andrea langsung menyambar ponselnya yang terus saja berdering. Ia tersenyum ketika melihat nama "Mama" muncul di layar ponselnya. Ia langsung menggeser tombol warna hijau dan menempelkan ponselnya pada daun telinga.

"Mama," seru Andrea.

"Sayang, Mama rindu," ucap seseorang dari seberang sana.

"Sama, Andrea juga rindu sekali dengan Mama. By the way terima kasih ya Ma buat cookiesnya. Mama tau aja kalau Andrea lagi pengen makan itu hehe."

"Sama-sama, Sayang. Oh iya besok kamu periksa ya? Mama sudah minta sahabat mama carikan info dokter kandungan yang bagus. Dan katanya di RSIA Allaudya bagus, Nak," tutur Lucy lembut.

"Iya, Ma. Tadinya memang Andrea ada rencana mau periksa kandungan besok. Iya biar besok Andrea ke sana, Ma."

"Iya, Sayang. Ya sudah, Mama tutup dulu ya telponnya."

"Iya, Ma."

"Bip" suara sambungan telepon terputus. Andrea meletakkan kembali ponselnya diatas nakas lalu ia merebahkan tubuhnya di sofa.

"Fa, aku capek," keluh Andrea kepada Sifa yang duduk di sebelah Andrea.

"Non Andrea mau dipijitin?" tanya Sifa.

Andrea menggelengkan kepala lemah. "Aku tidur aja deh Fa, kamu juga istirahat saja Fa," ucap Andrea yang kini berjalan menuju ranjang.

Andrea merebahkan tubuhnya di atas ranjang berukuran sedang dengan kasur busa. Meski tak seempuk kasurnya di Jakarta namun nyatanya Andrea tertidur dengan pulas di atasnya.

Pagi harinya, Jam delapan lewat dua puluh menit Sifa sudah berada di kamar Andrea dengan pakaian rapi, menunggui Andrea yang masih bersiap.

"Ayo, Fa!" ajak Andrea yang saat ini berjalan mendekat ke arah Sifa.

"I-iya Non," ucap Sifa terbata.

Bukannya segera berdiri, Sifa justru duduk terbengong melihat kecantikan Andrea saat ini. Ya, Andrea terlihat sangat cantik dan fashionable.

"Cantik sekali," batin Sifa.

Andrea mengernyitkan dahi, ia lantas melambai-lambaikan tangan di depan wajah Sifa yang membuat sang empunya segera tersadar.

"Fa? Kamu kesambet?" tanya Andrea heran.

"Bukan ihh, Sifa lagi lihatin bidadari," celetuk Sifa.

"Bidadari? Dimana? Jangan ngaco deh, Fa!" ucap Andrea begidik ngeri.

"Iya bidadari, bidadarinya itu Non Andrea," ucap Sifa yang membuat keduanya terkekeh.

"Astaga, Sifa! Kamu ada-ada saja. Yuk kita berangkat?"

Sifa dan Andrea keluar dari rumah lalu berpamitan kepada Narni dan Imam.

"Non Andrea biar Bapak saja yang antar," ucap Imam menawarkan diri.

Andrea menggeleng. "Kali ini biarkan Andrea pergi sama Safa ya Pak, Pak Imam kan masih capek," ucap Andrea berkilah.

"Tapi Non...."

"Ayolah Pak, tenang saja, Andrea akan jaga diri kok."

"Ya sudah, tapi kali ini saja ya, Non?"

Andrea mengangguk antusias. "Iya, Pak."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro