Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Kecelakaan

Drrrt drrt drrt

Sebuah panggilan masuk dengan nama "Mom" terpampang di layar ponsel Rey. Rey menghela nafas dalam lalu menetralkan hatinya sebelum menggeser tombol gulir hijau di layar ponselnya.

"Bismillah," ucap Rey dalam hati.

"Assalamualaikum Ma," sapa Rey kepada sang ibu.

"Waalaikum salam, Sayang. Rey jadi gimana? Kapan kamu mau ngenalin calon kamu ke Mama?" tanya Sang Mama antusias.

Rey memejamkan mata sejenak, ia menghirup udara dalam-dalam. "Maaf, Ma calon Rey belum bisa ketemu Mama, sabar ya, Ma. Insyaallah nanti kalau sudah longgar Rey kabari Mama," ucap Rey yang terpaksa berbohong.

"Maafin Rey, Ma," batin Rey sedih.

"Its ok, gak papa yang penting segera kenalin calon kamu ke Mama ya? Ingat Rey, usiamu sudah matang sudah saatnya kamu menikah," ucap Mona menasehati sang putra.

"Iya, Ma."

"Ya sudah, Mama tutup dulu teleponnya, Assalamualaikum."

"Waalaikum salam."

Rey menyimpan ponselnya kembali ke dalam saku celana. Kali ini ia bangkit dari duduknya,ia melangkahkan kaki meninggalkan pantai menuju ke area parkir. Ia masuk ke dalam mobil lalu mengendarai mobilnya pelan menyusuri jalan berkelok menuju ke rumahnya. Namun niatnya urung kala merasakan perih di perutnya. Bibirnya mencebik ia lupa jika perutnya sama sekali belum terisi makanan sejak semalam. Ia pun membelokkan mobilnya ke sebuah restoran cepat saji. Belum sempat ia masuk ke pelataran restoran memarkirkan mobilnya, ia melihat sebuah motor yang hendak menyebrang diserempet oleh sebuah minibus. Ia buru-buru menepikan mobilnya dan melihat apakah ada korban yang terluka.

Rey berjalan cepat mendekati si pengendara motor, terlihat dua orang gadis jatuh tertimpa motornya. Gadis yang mengendarai motor terlihat masih bisa berdiri sementara gadis yang dibonceng terlihat tidak sadarkan diri.

"Non Andrea, Non Andrea bangun!" seru gadis itu sembari mengguncang pelan tubuh temannya yang tak sadarkan diri.

Tangisannya terdengar pilu, sepertinya ia benar benar ketakutan saat itu. Rey yang iba pun segera membopong gadis itu ke tepian.

"Kau tidak apa-apa? Kau bisa tepikan motormu sendiri? Biar aku yang menggendongnya ke tepi," ucap Rey yang dibalas dengan anggukan kecil.

Rey memeriksa gadis yang pingsan itu, tidak ada yang terluka, ia menduga jika gadis itu hanya shock saja.

"Om, boleh minta tolong tidak? Tolong antar saya dan majikan saya ke RSIA Allaudya saya takut ada sesuatu yang terjadi dengan kandungan Non Andrea," pinta gadis tersebut dengan nada khawatir.

"APA? Jadi dia hamil? Baiklah ayo kita ke rumah sakit!"

Rey membawa Andrea masuk ke dalam mobilnya, sementara Sifa mengendarai motornya mengikuti mobil Rey dari belakang. Sepanjang perjalanan Rey terus merapalkan doa berharap semoga gadis yang tak sadarkan diri ini baik-baik saja.

"Dokter Rey," sapa salah seorang suster.

"Suster Ana, apakah dokter Nina ada?"

"Ada di ruangannya, Dok," sahut Suster Ana.

"Baiklah, tolong panggil kemari."

"Baik, Dok."

Rey langsung membawa Andrea masuk ke dalam ruangan periksa kandungan sembari menunggu Dokter Nina datang. Sementara Sifa, ia dengan wajah khawatir dengan setia menunggui Andrea di sampingnya.

"Siapa namamu?" tanya Rey kepada Sifa.

"Sifa, Om," jawab Sifa sembari menangis sesenggukan.

"Sifa sebaiknya kamu tunggu…." ucap Rey menggantung sembari melihat ke arah Andrea yang sedang terbaring.

"Non Andrea, Andre Om namanya," ucap Sifa seolah mengerti apa maksud Rey.

"Ah iya, sebaiknya kamu tunggu Andrea di depan saja," ucap Rey kemudian.

Sifa mengangguk, dengan langkah berat ia meninggalkan ruangan tersebut lalu duduk di kursi tunggu.

"Ya Allah, semoga Non Andrea dan dedek bayi baik-baik saja," gumam Sifa yang terus mendoakan Andrea.

Selang beberapa menit Dokter Nina datang memeriksa keadan Andrea lalu memberitahu jika keadaan Andrea dan bayinya baik-baik saja.

"Kenapa Andrea bisa dengan kamu Rey?" tanya Nina menyelidik.

"Jangan bilang dia dan kamu…." ucap Dokter Nina menggantung.

"Ckk apa sih Nin," ucap Rey berdecak kesal. "By the way, thanks ya buat bantuannya," ucap Rey terkekeh.

Dokter Nina memutar bola matanya jengah. Ia lantas mengancam Rey. "Awas ya kalau sampai gak cerita, aku pastikan kamu gak akan hidup tenang!" ucap Dokter Nina seraya mengayunkan kakinya pergi.

Rey hanya menggeleng dan terkekeh menanggapi ucapan Dokter Nina. Tangan Andrea yang berada di genggaman Rey mulai bergerak. Atensi Rey kini tertuju pada Andrea, ia mengamati mata itu diam-diam juga mulai bergerak dan sedikit demi sedikit terbuka.

"Awh … ssh …." desis Andrea merintih kesakitan di bagian lutut kakinya.

"Kamu sudah bangun? Mana yang sakit?" tanya Rey khawatir.

Andrea menggeleng lemah. "Nggak ada kok, hanya bagian sini terasa sakit," keluh Andre sembari menunjuk ke arah lutut.

Rey pun melihat lutut Andrea, dilihatnya bagian lutut itu sedikit membiru. "Tak apa, nanti saya kasih obat biar lukanya cepat sembuh."

"Kamu, Dokter?"

Rey mengangguk membenarkan dengan sigap Rey mulai mengoleskan krim salep itu ke bagian lulut Andrea. Andrea sedikit kesakitan ketika lututnya tanpa sengaja tersenggol Rey terlalu keras.

"Aww," pekik Andrea.

Andrea dengan reflek memegang tangan Rey yang hendak mengolesi salep lagi. Pun dengan Rey, ia pun reflek memandang Andrea. Mata mereka saling menumbuk, satu detik, dua detik, tiga detik hingga hampir satu menit. Ada sebuah perasaan teduh kala ia memandang wajah Andrea. Sesuatu di dalam hatinya pun menghangat dibuatnya.

"Maaf saya tidak sengaja," ucap Rey kemudian.

"Hemm, gak apa apa kok, Dok."

"Kalau boleh tahu teman saya dimana, Dok?"

"Ada di depan, saya memintanya menunggu di depan."

"Iya Dok."

"By the way, terima kasih Dok sudah menolong saya," ucap Andrea kepada Rey tulus.

"Sama-sama," sahut Rey tersenyum tipis.

"Baiklah kalau begitu saya pamit pulang dulu ya, Dok?" ucap Andrea beranjak dari brankar.

"Iya, hati-hati di jalan. Ini salepnya, semoga lekas sembuh."

"Terima kasih, Dok. Permisi," pamit Andrea.

Baru saja hendak melangkahkan kaki tubuh Andrea sudah kehilangan keseimbangan akibat kaki Andrea yang bengkak. Beruntung saja Rey dengan sigap menangkapnya.

Masih dengan posisi Andrea dalam pelukan Rey, mata mereka kembali beradu. Kali ini mereka merasa ada yang salah dengan jantung mereka karena detaknya dua kali lebih cepat.

Sepersekian detik selanjutnya dengan spontan Rey menggendong Andrea ala bridal style, Andrea yang reflek pun segera mengalunglan kedua lengannya di leher Rey.

"Di daerah mana rumahmu?" tanya Rey kepada Andrea.

"Di daerah A," jawabnya.

"Baiklah, biar aku antar kamu pulang saja," ucap Rey yang entah mengapa langsung diangguki oleh Andrea tanpa penolakan sedikit pun.

Rey membawa Andrea keluar ruangan dan mengantarnya pulang. Andrea sangat berterima kasih kepada Rey atas bantuan yang telah diberikan kepadanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro