Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

-Sebelas-

Shinta sudah duduk di kursi penumpang sebelah sopir. Perempuan itu hanya membisu, diam mengarahkan pandangan ke arah jendela. Sementara Eugene tak hentinya berceloteh tentang banyak hal seolah dua lelaki itu memang sepasang ayah dan anak.

"Yu, teman perempuan cantik di sekolah ... siapa?" tanya Yujin iseng. Mendengar pertanyaan aneh yang keluar dari bibir Yujin, mau tidak mau Shinta menoleh, memberikan tatapan maut mematikan pada lelaki kekar itu.

Yujin terkikik. Ternyata siasatnya berhasil membuat ibunya Eugene berpaling kepadanya. Namun, Yujin hanya memasang aksi bersikap biasa dan mengerling saja pada wanita yang menatap nyalang kepadanya.

Eugene mengetuk bibirnya. Matanya bergulir ke atas kanan, seperti mengerahkan seluruh kemampuan otaknya untuk berpikir. "Ata ...."

"Ata?" Yujin menjawab dengan mengangguk-anggukkan kepala.

Shinta lantas membalas Eugene, "Yu, semua wanita cantik. Seperti halnya semua laki-laki ganteng. Tidak boleh membedakan teman."

"Yu tidak membedakan teman. Tapi menurut Yu, Renata adalah temen Yu yang paling cantik. Kulitnya itu loh Ma, putih sekali. Kaya kapas!"

Yujin menyembur, mendengar kata-kata Eugene. Shinta menepuk keningnya. Tak menyangka anak kelas tiga SD sudah bisa menilai kecantikan lawan jenisnya. Padahal, Shinta tidak pernah mengajarkan deskripsi wanita cantik, dan mengajarkan untuk bermain dengan semua temannya tanpa membedakan.

"Jadi, Mama tidak cantik karena kulit Mama tidak putih?" tanya Yujin menggoda Shinta.

"Siapa bilang Mama tidak cantik, buktinya Papa segera pulang begitu Yu beri foto Mama," kata Eugene.

Kembali Yujin terkikik mendengar jawaban Eugene. Iya, Mamamu cantik. She's so beautiful! Membuatku merasa bersalah karena tidak segera menolongnya.

Entah kenapa mendengar ucapan Yujin, batin Shinta berdesir. Aneh, lelaki itu hari ini baru saja dijumpainya, tetapi sama seperti Eugene, seolah Bae Yujin sudah terikat lama dengan mereka. Lama sekali, sehingga perjumpaan pertama itu seperti perjumpaan dari perpisahan mereka yang begitu lama.

Shinta menarik wajahnya lagi menghadap jendela. Pipinya yang memerah setelah mendengar ucapan Yujin berusaha ia sembunyikan, dan Shinta berharap Yujin tidak menyadari reaksinya yang seperti anak baru gedhe yang menanggapi godaan dari lawan jenisnya

***

Eugene menjadi navigator yang handal dalam perjalanan pulang saat ini, saat bibir mamanya tak ingin membuka menunjukkan jalan. Begitu sampai di depan rumah, Shinta segera turun dan membukakan pintu bagi Eugene.

"Ayo, turun Yu!" ajak Shinta.

"Mama buka gerbang dulu, mobil Papa 'kan mau masuk," kata Eugene.

"Papa mau pulang tugas lagi." Shinta beralasan, tak ingin memperkeruh suasana yang rupanya sudah diluar kendalinya.

"Ga mungkin! Papa kan baru datang, mana mungkin kembali lagi!" Eugene sudah menunjukkan tanda-tanda merajuk yang membuat kepala Shinta mengepulkan asap panas.

"Yu, dengar Mama!" hardik Shinta.

"Yu mau sama Papa! Titik, ga pakai koma!" Lelaki kecil itu kemudian menghentakkan pantatnya, duduk lagi di jok mobil. Kali ini dengan wajah yang tertekuk, Eugene bersedekap, dengan bibir yang mulai maju beberapa senti.

"Shint, sebentar saja-" Shinta membelalak, rahangnya mengeras karena ada suatu ketakutan dalam dirinya. Shinta tak ingin terlibat jauh dalam hubungan bersama lelaki. Cukup Dion yang membuatnya hancur, dan dia tidak akan mengulangi hal yang sama. Dan sebelum benih kenyamanan itu bersemi, dan membuat Shinta terlena, maka Shinta harus memutus rantai itu.

"Please, Pa, jangan tugas lagi ...." Eugene memohon dengan kedua telapak tangan saling bertemu yang terangkat di depan dada.

Melihat ulah anak semata wayangnya, Shinta hanya mendengkus dan akhirnya menutup pintu belakang mobil untuk membuka pagar. Shinta yakin Adyrasha, ayahnya akan kaget setengah mati bila melihat lelaki khayalannya itu nyata.

Adyrasha yang kebingungan anak dan cucunya baru saja datang, karena mereka cukup terlambat pulang, akhirnya bergegas menyambut mereka begitu tahu sosok Shinta memasuki teras.

"Shint, mana Yu?" tanya Adyrasha.

"Tuh, sama Papanya," ujar Shinta dengan nada datar.

"Papa?" gumam Adyrasha. Lelaki itu mengernyitkan alis, memicingkan matanya untuk menangkap bayangan mobil yang memasuki halaman. Disusul sesudahnya lelaki kecilnya turun dan seorang pria tinggi besar keluar dari mobil.

"Siapa, ya?" gumam Adyrasha mengumpulkan ingatannya.

"Kakung!" Eugene berlari menghambur memeluk Kakungnya.

"Cucu kakung sudah pulang, kenapa mukanya kok lecet-lecet semua?" tanya Adyrasha yang memang tidak tahu kejadian perkelahian Eugene dan Angga.

"Iya, tadi Yu berkelahi sedikit dengan Angga," Eugene memberikan cengiran di wajahnya.

Si Kakung hanya geleng-geleng kepala. Pertengkaran itu pasti disebabkan masalah klasik tentang ayah Eugene.

"Kamu pulang sama siapa, Yu?" tanya Adyrasha masih dengan mata menyipit. Wajah lelaki yang mendekat itu terlihat kabur.

"Papa ...." Adyrasha semakin menautkan alisnya, mencerna informasi yang disampaikan oleh cucunya.

"Papa?" Lelaki paruh baya itu mengulangi.

"Iya, Papa pulang ...."

"A ... pa?" Mata Adyrasha membelalak tatkala sosok Bae Yujin sudah ada di depannya. Otaknya kemudian kembali memutar ingatan wajah lelaki muda yang ada di depannya yang pernah di lihat oleh Adyrasha di gawainya.

Tiba-tiba tenggorokan kakek Eugene itu tercekat tak bisa berkata-kata. Bergantian, bola mata yang dibingkai kelopak keriput itu bergulir dari lelaki kecil yang masih nyengir dan mendongak ke lelaki tinggi yang tersenyum manis di depannya.

Adyrasha memberikan tarikan bibir yang terpaksa sehingga membentuk mimik aneh di wajahnya. Dia tidak bisa berkelit dari situasi canggung itu.

"Hai ...."

Lagi, Adyrasha menelan ludah kasar. Lelaki tua pensiunan itu menggosok telinganya meyakinkan sapaan pria yang dipanggil 'papa' oleh cucunya.

"Hai ...," sapa Yujin lagi.

"Hai?" Satu suku kata itu keluar dari bibir Adyrasha mengulang kata yang keluar dari mulut Yujin karena terkejut dengan sapaan aneh Yujin. "Anda?"

Yujin segera mengulurkan tangannya, sedikit membungkukkan badan yang disambut canggung oleh Adyrasha. "Yujin ... Bae Yujin."

Yujin memberikan jabat tangan erat seraya mengguncang-guncangkan badan Adyrasha yang sudah renta, membuat tubuh kakek tua itu bergetar.

"Kok Kakung tanya nama Papa sih? Kakung pikun?" Eugene menangkap kejanggalan pertemuan pertama kedua laki-laki itu.

"Ya ... ya ... ya ... saking lamanya papamu tidak datang, Kakung jadi lupa namanya." Adyrasha tertawa canggung, "Bukan begitu Papa Yu?" Yujin hanya mengangguk-angguk menurut saja.

***

Dari dalam, Shinta mendengar percakapan canggung ketiga lelaki berbeda generasi itu. Shinta yakin ayahnya akan mencak-mencak tak jelas mengetahui dirinya membawa pulang lelaki asing. Sejak kejadian nahas yang terjadi pada putrinya, Adyrasha menjadi protektif dan mudah menaruh curiga pada lelaki yang berada di dekat anaknya. Tak ingin bergabung, akhirnya Shinta masuk ke dalam kamar untuk mengganti baju basahnya.

"Ayo, masuk, Pa!" Eugene menarik masuk Yujin, dan sebelum melalui ayah Shinta, ia membungkuk memberi tanda bahwa dirinya hendak masuk lebih dulu.

Adyrasha masih termangu, mengikuti 'ayah dan anak' yang memasuki rumahnya. DIa bingung harus bereaksi seperti apa. Semua kebohongan itu tiba-tiba nyata. Lelaki khayalan anak perempuannya itu sekonyong-konyong berdiri di depannya. Adyrasha mendesah panjang, dan menggosok wajah keriputnya, berharap apa yang terjadi baru saja hanya mimpi.

Eugene masih menarik Yujin masuk ke dalam rumah. Alih-alih dipersilakan duduk, lelaki kecil itu justru mengajak 'papa'nya melihat koleksi pistol nerf yang dibelikan kakung dan mamanya.

"Pa, Yu punya tembak-tembakan bagus loh!" Eugene masih menarik Yujin yang hanya ikut saja dibawa kemanapun anak SD itu menjelajah ke dalam rumah. "Sini Yu kasih lihat!"

Eugene pun masuk ke dalam ruang keluarga dan bergegas mengajak Yujin ke kamar. Eugene memutar handle pintu dan mendorong pintu lebar-lebar. Betapa terkejutnya Yujin, ketika netranya yang masih normal langsung disuguhi pemandangan Shinta yang hanya berbalut kutang sedang memasukkan kausnya ke dalam tubuhnya. Tangannya ke atas, dan wajahnya masih tertutup kaus, belum menyadari apa yang terjadi. Tubuh Yujin membeku di ambang pintu sedang Eugene langsung menyeruak masuk tak sadar dengan tampilan mamanya.

Ketika kepala Shinta menyembul dari balik kaus, bola matanya membulat mendapati lelaki muda selain anaknya ada di ambang pintu. Wajahnya memerah dan spontan, Shinta berlari ke arah pintu dan membanting pintu hingga menghasilkan dentuman yang keras. Yujin sontak mundur selangkah saat pintu itu tertutup keras.

Wajah Shinta terasa panas, menyadari apa yang terjadi. "Sejak kapan orang itu di situ? Sejak kapan pintunya terbuka? Sialan, pintu itu tidak bisa dikunci!" gumam Shinta terus menerus. Pintu kamar Shinta memang sengaja tidak bisa dikunci karena Adyrasha khawatir Shinta akan mengurung diri dan melakukan hal aneh saat trauma itu menyerang.

Shinta melihat Eugene yang masih terkejut dengan bantingan pintu. "Mama kenapa?"

"Sejak kapan kamu disini Yu? Sejak kapan kamu bawa Om itu kesini?" tanya Shinta.

"Kok Om sih? Papa, Ma ...." ujar Eugene.

"Mama tanya sejak kapan?" Mata Shinta melotot membentak anaknya.

"Sejak tadi ...."

"Tadi kapan?" Shinta berusaha sabar.

Eugene mengerucutkan bibir berpikir, "Pas Mama pakai kaus?"

"Mama kelihatan?"

"Ya iyalah, Ma. Kalau ga kelihatan itu artinya Mama jadi hantu. Hihhhhh ...." Eugene tak menangkap makna 'kelihatan' yang dimaksud Shinta.

Shinta mendesah, merasa percuma bertanya panjang lebar. Namun, Shinta yakin, melihat reaksi Bae Yujin, lelaki itu pasti melihat yang tidak seharusnya dilihat!

"Bae Yujin, hari ini kenapa aku selalu berbuat yang memalukan di depanmu? Kurang asam!" gerutu Shinta.

❤Y_E_S❤

Bae Yujin

B. Eugene

Yuk ikutin ceritaku yang lain

💕Dee_ane💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro