-Enam-
Vote dan Komennya donk, biar authornya senang.
***
Shinta membelalak kala netranya membaca deretan huruf yang merangkai kata 'Eugene's Papa'.
Siapa dia? Berani benar dia mengaku sebagai bapaknya Yu!
Shinta naik pitam, darahnya mendidih hingga ke ubun-ubun. Dia sangat tidak suka area privasinya diinjak-injak, terlebih ada orang asing yang mengaku ayah dari anaknya. Dengan wajah yang garang ingin menghantam siapaun yang ada di depannya, Shinta keluar dari kamar dan mendapati kakek dan cucu itu sedang bersendau gurau di depan televisi.
"Yu, Mama mau bicara sama Kakung sebentar!" Eugene menoleh ke arah perempuan yang melahirkannya, dan berganti menengok Kakungnya dengan pandangan seolah bertanya 'Ada apa dengan Mama'.
Adyrasha hanya mengendikkan bahu saja dan bergegas mengikuti Shinta ke kamarnya. Begitu masuk, Shinta sudah duduk di bibir ranjang, dengan wajahnya yang tertekuk seperti sprei kusut yang tertarik ketika pantat Shinta mendudukinya.
"Pa, lihat ini!" Shinta menyorongkan gawainya dan memberikan pada Adyrasha. Lelaki tua itu menerima smartphone itu. Matanya memicing mengatur akomodasi, dan tetap saja huruf yang ada di layar gadget itu terlihat kabur.
"Papa, tak bisa membaca. Kacamata Papa di luar! Kamu cerita saja yang jelas!" Adyrasha mengembalikan gawai itu kepada Shinta.
Shinta mendesah panjang. Bibirnya sekarang semakin maju beberapa centi. "Pa ... Bagaimana ini? Lelaki itu, lelaki karanganku ternyata nyata. Nama Bae Yujin ternyata ada! Dan, parahnya dia ... dia ... dia ngaku bapaknya Yu!"
Alis Adyrasha terangkat, membuat matanya membuka lebar. "Kenapa tidak kamu beritahu saja ayah Yu yang sebenarnya?"
Shinta menelan ludah. Bayangan masa lalu 8 tahun lebih itu kembali muncul di permukaan.
***
"Shinta, kamu disuruh pulang sama aku loh!" seru Kaka mengingatkan.
"Sorry, Ka. Kak Dion bilang mau jemput. Dia mau bicara sesuatu," ujar Shinta sambil memberesi buku-bukunya. "pamitin sama Dinda ya, Ka!"
Kaka mendengkus tak jelas. Dia teringat, bahwa Om Adyrasha-begitu Kaka memanggil Papa Shinta-berpesan agar Kaka selalu menjaga sepupunya. Dan, malam itu, Kaka melepaskan Shinta karena tugas kelompok yang akan dikumpulkan besok belum ada titik terang penyelesaian.
"Shint, jangan mampir-mampir! Langsung pulang kos, ya!"
"Siap, Bos!" Shinta memberi gerakan hormat kepada sepupunya, lantas berlari keluar rumah, menghampiri Dion, kekasihnya.
Shinta tersenyum pada lelaki yang mampu mencuri hatinya. Lelaki berwajah oriental itu dikenalnya dua bulan lalu saat mengikuti acara festival band di Universitas Atma Jaya. Shinta berkenalan dan sesudahnya Dion memintanya menjadi kekasihnya.
"Kita mau kemana, Kak?" Dion tak menjawab kala Shinta bertanya pada lelaki yang sibuk menyetir di depannya. Wajah Dion tampak muram, tidak seperti biasa.
"Kak?"
Panggilan Shinta membuyarkan lamunan Dion. "Shint, kita menikah yuk!"
"Hah? Menikah?" Shinta terkejut dengan ajakan Dion. "Aku masih 20 tahun, Kak. Lagian aku kan masih kuliah."
"Kamu kan bisa menikah sambil kuliah, Shint!"
"Ga bisa, Kak! Lagian aku belum siap menikah." Elak Shinta.
"Kenapa kamu belum siap?Aku cukupin semuanya buat kamu! Aku udah kerja, usaha keluarga punya cabang di mana- mana."
"Ga bisa, Kak!" Shinta bersedekap tetap mempertahankan pendapatnya.
"Aku mau dijodohin sama anak teman bisnis Papa ...." Shinta terkesiap memandang Dion tak percaya.
"Jangan bercanda, ah ...." Perjodohan bagi Shinta hal yang sudah tak lazim di era milenial seperti sekarang ini.
"Kamu ga sayang aku?"
"Sayang!"
"Lantas kenapa kamu ga mau?"
"Aku ga bi-"
"Itu namanya kamu setengah hati, Shinta!" sergah Dion, membuat Shinta beringsut mundur. Bau alkohol menguar dari mulutnya memenuhi kabin mobil.
"Kakak, mabuk ya?" Dion tidak menjawab, dia hanya melajukan mobil ke tempat sepi di pinggir kota Jogjakarta, di dekat kebun salak yang jarang dilalui orang.
"Kak, kita mau kemana? Ini bukan arah kosku ...." Shinta mulai berfirasat buruk.
Dion melepas seatbeltnya dan dalam gerakan kasar menarik dagu Shinta membuat gadis itu terkejut. Tanpa aba-aba, pria yang usianya 5 tahun lebih tua dari Shinta, melahap habis bibirnya, menciumnya tanpa bisa Shinta melawan.
Berulang kali Shinta mendorong Dion, tetapi lelaki itu begitu kuat merengkuhnya, dan Shinta yang masih terbelenggu sabuk pengaman membuat pergerakannya tak bisa leluasa.
Shinta kalut, kala bibir Dion mencecapnya, menghisapnya dengan kasar. Digigitnya kuat bibir itu, membuat Dion terpekik.
"Shit!!"
Dion menyeka bibirnya dengan telapak tangannya, dan meninggalkan cairan merah saat Dion melihatnya.
"Kak! Kakak mabuk!" Shinta ketakutan. Shinta bisa merasakan aroma alkohol jahat dari napas Dion.
Dion menelengkan kepala ke arah Shinta, seringaiannya sungguh bukan seperti Dion yang dia kenal. Lelaki itu tampak seperti setan dengan matanya yang memerah.
"Please, Kak! Jangan begini. Kamu menakutiku!"
"Shint, kamu memaksaku. Aku tidak suka penolakan! Aku akan membuat kamu mau menikah denganku! Sekali ini aku akan berbuat sesuai dengan apa yang aku inginkan! Aku tidak mau disetir seperti mainan yang bisa dikendalikan seenaknya. Tidak, dengan menentukan siapa yang layak menjadi jodohku!"
Shinta bergidik, memandang Dion yang kesetanan. Dia beringsut, hendak keluar dari mobil, tetapi pintu terkunci membuat Shinta terjebak dengan Dion. Kembali Dion melancarkan aksinya, menerjang Shinta dan menguasai tubuhnya.
Dion menggerayangi tubuh Shinta dengan kasar membuat hati Shinta hancur. Setiap remasan di raganya, meremas batin Shinta hingga remuk tak berbentuk. Setiap hisapan di lehernya, menghisap serta harga dirinya dan menguras kehormatannya sebagai seorang perempuan.
Semakin kuat tenaga Shinta menolak, dan mendorong Dion, lelaki itu semakin menggila mempermainkan tubuhnya. Dan tanpa menghiraukan tubuh Shinta yang belum siap, lelaki itu memaksakan bagian tubuhnya merombak kemurnian Shinta. Membuat gadis itu terpekik nyaring karena rasa sakit di inti tubuhnya dan juga sakit di hatinya.
***
Shinta terengah, seperti ikan kehabisan napas di daratan. Ingatan itu membuatnya linglung.
"Shint ...," panggil Adyrasha. Lelaki tua itu menghampiri dan menepuk pundak Shinta, tetapi ditepisnya kuat tangan yang sudah berkeriput itu.
"Jangan sentuh aku ... jangan! Tolong, kumohon!" Shinta meracau tak jelas, menyadarkan Adyrasha bahwa ucapannya telah membangkitkan traumanya yang telah lama terlelap.
"Shinta, sadar, Nduk! Ini Papa!" Shinta menatap nyalang sang ayah dan berlari ke pojok kamar. Shinta duduk bergelung di lantai memeluk kakinya. Keringat dingin menetes di pelipisnya, napasnya memburu satu-satu.
Adyrasha mendesah. Bagaimana bisa serangan panik itu datang lagi setelah sekian lama tidak muncul? Lelaki yang menjadi ayah gadis itu menyesali ucapannya yang memicu serangan panik Shinta.
"Putri Bapak mengalami serangan panik. Apa yang sudah dialami membuat trauma. Jadi, dia akan menghindari hal-hal yang berhubungan dengan traumanya, yaitu, laki-laki, mobil, aroma parfum tertentu dan nama orang yang memperkosanya"
Adyrasha mendekati Shinta, dan berjongkok di depannya. "Shint, ini Papa. Papamu, ayahmu, lelaki yang membuat kamu hadir di dunia ini, yang menyayangimu dengan segenap hatinya, dan yang mau menerima kamu apa adanya." Mata Adyrasha berkaca, hatinya ikut hancur melihat anaknya yang terkena serangan panik itu. Seolah kepanikan itu ingin juga merongrong batinnya dan merenggut kewarasannya.
Pintu kamar terbuka, Eugene berdiri di ambang pintu dengan tangan masih menggenggam handle pintu. Matanya menatap wanita yang meringkuk ketakutan di pojok kamar. Ini sudah kali sekian Eugene melihat wanita yang melahirkannya mengeluarkan ekspresi seperti itu.
"Eugene, kamu keluar sebentar ya ...," pinta sang kakek yang tidak diindahkan oleh anak lelaki 8 tahun itu. Alih-alih keluar dan menutup pintu kamar seperti yang sudah-sudah, Eugene memberanikan diri masuk, walau Kakung memberikan pelototan tajam.
"Ma ...," panggil Eugene pelan. "Ma ...."
Adyrasha gemas, antara mengurus anaknya atau cucunya. Namun, dia memilih mengamankan cucunya lebih dulu tidak ingin Eugene melihat sisi kelam ibunya.
"Ma ...."
"Eugene ...." Adyrasha menoleh, menatap Shinta yang membalas panggilan Eugene. Namun, Adyrasha tak mudah begitu saja percaya. Dalam keadaaan seperti ini, Shinta tidak bisa berpikir jernih.
"Ma ...." Eugene meronta saat sang kakek menahannya. Eugene menghambur ke badan Shinta, memeluk wanita itu. "Eugene sayang Mama."
***
Paska serangan panik, Shinta pasti akan kelelahan. Adyrasha yang tak lagi kokoh, menguatkan badan rentanya membopong anak gadisnya ke dalam kamar. Eugene hanya bisa menjadi pengamat kala badan ibunya terangkat dan bergelantungan di lengan Kakung.
Adyrasha membaringkan anaknya di kasur king size dan menyelimuti perempuan itu. "Eugene, bobok dulu sama Kakung, ya." Eugene mengangguk.
Eugene yang belum mengerti, hanya bisa mengecup kening ibunya dan berbisik lagi di samping daun telinga wanita itu. "Ma, sehat ya. Jangan tinggalkan Yu! Jangan benci Yu! Yu janji jadi anak baik."
"Ayo Yu, biarkan mamamu istirahat," ajak Adyrasha dengan mengulurkan tangannya dari ambang pintu. Eugene meloncat dengan gesit dari atas tempat tidur, membuat spring bed menggoyangkan tubuh Shinta yang tergolek lemas di atasnya.
Adyrasha sengaja tidak mematikan lampu dan menutup pintu begitu Eugene keluar. Dan ketika bunyi 'klik' pintu tertutup, masih dengan kelopak mata terpejam Shinta menitikkan air matanya sehingga mengalir di pelipisnya.
Maafkan Mama Yu. Mama bukan mama yang baik untukmu!
***
Adyrasha duduk di sandaran tempat tidur. Pandangannya kosong, menatap Eugene yang sudah terlelap begitu cepat. Hatinya selalu terasa teriris-iris saat mendapati Shinta yang terpuruk.
"Maaf, Pak, kami mau melaporkan bahwa lelaki yang bapak maksud, dengan nama Dionisius Tandiokusuma, meninggal di hari kejadian pemerkosaan itu karena mengemudikan kendaraan dalam keadaan mabuk!"
Adyrasha mengusap kasar wajahnya, sesekali memijat tengkuknya yang kini semakin terasa berat. Lelaki itu mengembuskan napas beratnya, berusaha menghalau ganjalan dari dalam hatinya. "Kenapa hidup ini tidak adil? Setelah tindakan keji yang dilakukannya, dan dia bisa pergi begitu saja! Tanpa dia tahu hasil dari perbuatannya, telah menghancurkan buah hatiku yang selama ini aku jaga."
Adyrasha meremas kepalan tangannya. Pemuda yang tak pernah dia lihat wajahnya itu membuatnya berhasil membencinya. Kematian seseorang bernama Dion, membuat kasus ditutup. Walaupun berulang kali Shinta meminta bahwa kasus itu tak perlu dibesar-besarkan, tetapi tetap saja Adyrasha tak terima kehormatan puterinya diinjak-injak begitu saja.
"Papa harus bagaimana Shinta, supaya bisa menghapus kenangan dan mimpi burukmu? Bahkan kamu sudah menutup hatimu untuk semua orang, karena telah dikecewakan oleh orang yang kamu sayangi."
***
Yujin tidak mendapatkan email lagi dari Shinta maupun Eugene beberapa bulan ini. Kebiasaan mendapatkan pesan di ponselnya sudah melengkapi harinya. Pagi itu, sengaja Yujin yang gelisah berkunjung ke kamp pengungsian sementara. Dilihatnya dari jauh anak kecil yang digendong seorang perempuan yang dia tahu pasti bahwa wanita itu adalah Aisyah.
"Aisyah ...," sapa Yujin.
"Letnan ... " sapa Aisyah kembali. Sambil menggendong Musa, anaknya, Aisyah menggeser pantat, memberi tempat pada Yujin untuk duduk.
"Bagaimana kondisi Musa?" tanya Yujin dengan sesekali mencubit pipi gembul anak balita itu. Yujin berpikir ibu Musa sangat telaten merawat bayi itu sehingga Musa bisa tumbuh dengan sehat di masa peperangan yang menyesakkan seperti ini.
"Sudah lebih baik," ujar Aisyah.
"Kamu juga cepat pulih," timpal Yujin, dijawab senyuman di balik cadar Aisyah. "Dimana ayah Musa?" Tiba-tiba Yujin ingin bertanya tentang ayah bayi yang digendong wanita di sampingnya.
"Dia pejuang untuk negara ini." Yujin mengangguk-angguk.
"Apakah dia sering mencarinya?" Yujin semakin penasaran.
"Iya, dia selalu menanyakan ayahnya." Yujin teringat lelaki kecil yang selalu menganggapnya ayah.
Di mana ayah Eugene sehingga anak itu menganggap dirinya ayahnya?
Ingatan Yujin buyar ketika mendengar kekehan kecil dari bayi lucu itu, mengingatkan Yujin alasan dia singgah ke kamp itu.
"Aku mau pamit. Cutiku diajukan," kata Yujin.
"Tiba-tiba sekali ...."
"Aku ingin memastikan sesuatu. Karena aku jatuh cinta dengan wanita yang sama dua kali"
Letnan Bae Yujin, jatuh cinta dengan seorang wanita. Wanita yang sangat terpuruk yang dulu pernah ditemuinya, dan pernah berada dalam rengkuhannya. Gadis yang dianggapnya hanya numpang lewat dalam hidupnya kini menggelitik hatinya, membuatnya ingin bertemu dan memastikan perasaannya. Seolah alam menghempaskan dirinya agar kembali kepada gadis itu.
"Shinta ... Eugene ... nantikan kedatanganku."
❤Yujin❤Eugene❤Shinta❤
💔Dee_ane💔
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro