Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 6. I'm Not Crazy

Sebuah tulip menjadi objek lukisan yang Shirenia buat saat ini. Mata kelabu berkali-kali menatap bunga dan kanvas secara bergantian untuk memastikan tidak ada yang kurang pada karyanya. Sementara itu pikirannya kembali memikirkan ucapan Shaquille tempo hari.

"Apa maksudmu?" Shirenia kembali menatap Shaquille yang rambutnya bergerak lembut mengikuti arah angin. Ia tak peduli lagi dengan udara dingin yang menyelimuti, karena kini semua perhatiannya tertuju pada pria yang telah ia terima kehadirannya. Perasaannya mendadak tidak enak.

Sayangnya Shaquille tak memberikan jawaban apapun. Pria itu hanya tersenyum tipis dan mengajaknya pulang. Saat hendak protes ibunya menelpon, akhirnya Shirenia tidak mendapatkan jawaban apapun sampai sekarang.

"Wah, lukisan yang bagus." Shirenia tersadar dari lamunannya. Matanya melirik Shaquille yang membungkuk tepat di sampingnya, membuat kepala mereka bersebelahan. Shaquille menatap lurus pada lukisan tulip yang hampir selesai itu. Untuk sesaat Shirenia terdiam menatap garis wajah tampan disampingnya sampai Shaquille menoleh dan jarak mereka menjadi begitu dekat.

"Ada apa? Apa kau masih memikirkan ucapan ku tempo hari?" Seperti biasa, Shaquille selalu bisa menebak isi kepalanya dengan tepat. Tanpa dijawab pun Shaquille tahu dia benar.

Pria itu kembali menegakkan tubuhnya dan berdiri di belakang punggung Shirenia. Gadis yang duduk manis itu kemudian mendongak.

"Kau belum menjawab pertanyaan ku," ucapnya menuntut jawaban.

Shaquille terlihat berpikir sebentar. Ia mencoba mencari kata yang tepat untuk mengatakannya, karena walau bagaimanapun itu bukan sesuatu yang sederhana.

"Apa kau pernah dengar kekuatan pikiran?" Shaquille akhirnya memulai dengan pertanyaan.

Shirenia mengangguk ragu.

"Ah, aku tidak tahu harus memulainya darimana. Yang pasti, aku tercipta dari pikiranmu, Shire." Shirenia mengerutkan keningnya bingung.

"Aku tidak mengerti," ungkapnya yang kemudian mengalihkan pandangannya ke depan, tepat ke objek yang dia lukis. Tiba-tiba saja ia teringat akan buku merah usang yang merupakan awal dari segala keanehan ini.

Dengan cepat ia meraih tas yang berada di dekat kakinya. Merogoh tas tersebut mencari buku yang dimaksud. Lalu tak lama kemudian dia mengeluarkan tangannya dengan buku merah yang selalu ia bawa kemana-mana.

"Apa ini ada hubungannya dengan mu?" Shaquille menatap sekilas buku usang yang mirip diary tersebut sebelum kembali menatap Shirenia.

"Ya, tapi itu bukan penyebab keberadaan ku. Buku itu hanya perantara," jelas Shaquille. "Buku ini hanya mampu memicu orang lain untuk meyakini apa yang dia inginkan, selebihnya kekuatan itu ada pada pemegang buku ini. Lebih tepatnya kekuatan pikiran yang dimiliki siapapun yang membaca buku ini," terangnya.

Shirenia semakin mengerutkan keningnya.

"Sudahlah. Jangan terlalu dipikirkan, orang-orang mulai memikirkan yang tidak-tidak tentangmu saat ini." Shaquille mengalihkan pandangannya pada orang-orang yang berlalu lalang di halaman kampus seraya berbisik-bisik mengenai Shirenia yang berbicara sendiri.

"Hey lihat! Ada apa dengannya akhir-akhir ini? Dia selalu berbicara sendiri. Apa dia sudah gila?"

"Mungkin saja. Dia kan memang tidak punya teman, karena itu dia mulai berbicara pada angin. Benar-benar tidak waras."

"Jangan begitu. Kita positif thinking saja, mungkin dia berteman dengan hantu."

"Dasar bodoh! Sepertinya kau kebanyakan nonton film horror. Aku yakin dia bukan indigo."

"Memangnya siapa yang bilang dia indigo?"

"Tidak ada."

Mereka semua kemudian tertawa dan menjauh dari sana. Shirenia hanya bisa terdiam dengan senyum kecutnya. Entah akan seburuk apalagi dia di mata orang lain setelah ini?

"Jangan dengarkan." Terasa remasan lembut di kedua pundaknya. Lalu Shirenia kembali menatap Shaquille dengan kesedihan yang coba ia sembunyikan walau percuma. Karena Shaquille tahu apa yang ia rasakan.

"Berjanjilah, kau tidak akan meninggalkan aku," pinta Shirenia sepenuh hati.

"Hmm." Hanya gumaman itu yang bisa Shaquille keluarkan dari mulutnya. Ia sendiri tidak yakin sampai kapan ia akan hidup.

***

"Shirenia." Yang dipanggil menoleh cukup terkejut dengan kedatangan ibunya. Wanita setengah baya itu terlihat berusaha mengontrol napasnya yang berantakan seperti habis berlari menaiki tangga ke kamar Shirenia.

Sebelah alis Shirenia terangkat sebagai isyarat bertanya.

"Bisa ikut ibu?" tanya ibunya sesaat setelah napasnya kembali normal. Sementara itu kakinya ikut melangkah mendekati sang anak di tepi ranjang.

Shirenia tampak berpikir sejenak sebelum pada akhirnya mengangguk ragu. Pasalnya ada yang aneh dari ekspresi cemas ibunya. Itu terlalu berlebihan untuk dianggap wajar.

"Apa yang terjadi, Bu?" tanya Shirenia saat mereka berjalan memasuki taxi. Ia tidak tahu ternyata ibunya sudah memesan taxi sebelumnya. Kecurigaan pun semakin bertambah.

Tapi ibunya seolah tak mendengar dan memilih mendorong pelan Shirenia memasuki taxi. Hingga diperjalanan pun ibunya tetap bungkam.

"Ibu, jangan buat aku khawatir. Apa ini ada sangkut-pautnya dengan toko kue kita?" tanya Shirenia yang sudah tidak bisa menahan bibirnya sendiri untuk menyuarakan rasa penasarannya.

"Bukan, ini tentangmu." Shirenia menatap tak mengerti. Sedangkan ibunya terlihat fokus menatap jam tangan dan jalanan bergantian.

"Memangnya ada apa, Bu? Aku tidak mengerti apa yang ibu katakan."

"Diamlah! Sebentar lagi kita sampai di rumah kenalan ibu. Kau sakit sayang, dan ibu akan mengobati mu."

Rasa terkejut bahkan tidak cukup untuk menggambarkan perasaan Shirenia saat ini. "Apa? Memangnya aku kenapa, Bu? Aku tidak merasa sakit atau terluka di manapun, jangan mengada-ngada. Ayo kita pulang," celoteh Shirenia yang mulai mengerti situasinya. Apa sekarang ibunya juga menganggap ia gila?

Jangan sampai.

Apa yang terjadi jika ibunya juga tidak mempercayai dirinya? Saat ini, hanya wanita itu yang Shirenia miliki sebagai satu-satunya keluarga ia yang tersisa. Apa jadinya jika ibunya juga tidak percaya padanya?

Sementara Shirenia panik. Shaquille yang sedari tadi duduk di depan tampak santai, ia seolah abai pada percakapan dua wanita lintas usia di belakangnya.

Dia jelas mengerti hal itu, tapi mengajak Shirenia berkomunikasi sekarang bukanlah solusi, itu hanya akan memperumit keadaan.

"Bu, aku baik-baik saja. Aku ingin pulang," ucap Shirenia yang sama sekali tak digubris sang ibu.

"Sayang, jangan pikir ibu tidak tahu. Meskipun ibu jarang di rumah dan bersamamu, tapi ibu tahu semuanya. Kau sering berbicara sendiri belakangan ini. Tidak hanya itu, kau juga selalu makan dengan dua piring nasi, sedangkan yang kau makan hanya satu piring. Ibu bahkan melihat sendiri kau membuang sepiring yang lain ke bak sampah. Jelas ada yang tidak beres denganmu, Shirenia. Percayalah pada ibu, pengobatan ini harus dilakukan agar kau terhindar dari roh jahat."

Shaquille tak bisa menahan diri lagi untuk tertawa terbahak-bahak di depan sana. Roh jahat? Oh ayolah! Dia terlalu tampan dan baik hati. Apanya yang jahat dari itu semua? Ibu kekasihnya memang lucu. Sementara ia tertawa, Shirenia menggigit bibirnya gemas. Ingin sekali ia melempar tasnya ke depan, tepat dimana Shaquille tertawa menyebalkan.

Pada akhirnya hanya lirikan tajam yang bisa ia perlihatkan untuk menegur kekasihnya. Meskipun begitu Shaquille tetap tidak menghentikan tawanya. Sialan! Lihat saja nanti!

Tak lama kemudian, taxi berhenti di sebuah kuil kuno. Shirenia bergidik melihatnya dari jarak lima meter. Kenapa ibunya membawa ia kemari? For god sake! Shirenia sehat luar dalam. Ia tak sedang kesurupan sehingga harus dibawa ke tempat seperti ini.

Apa ibunya hendak melakukan ritual pengusiran roh jahat? Astaga! Selamatkan Shirenia dari kekonyolan ini.

***

To be continue.

A/n: Shirenia yang malang:v sabar ya, Nak. Author sayang Shirenia.

Haloha udah hari keenam nih. Gimana? Mulai pada bosen? Apa makin penasaran sama ceritanya? Yuk ditunggu bab selanjutnya. Silakan komentar jika ada yang ingin disampaikan, kalau perlu tinggalkan vote karena itu gratis. Awokawokawok.

Love you readers.
Terima gaji.

TDWC - Day 6

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro