Bab 4. More Closer
Tuk. Tuk. Tuk.
Begitulah suara bolpoin yang terselip di antara jemari Shirenia bergerak mengetuk-ngetuk bagian atas meja perpustakaan. Dia sedang memikirkan kemana perginya gambaran yang dia buat semalam. Kenapa bisa menghilang? Padahal ia yakin jika semalam dirinya dalam keadaan sadar seratus persen, ia tidak sedang tidur apalagi sedang mabuk. Ya meskipun setelah itu ia tertidur karena tak tahan dengan kantuk yang menyerang. Namun, itu tak membuat dia melupakan aktivitasnya semalam.
Ia menggaruk kepalanya tanpa melepaskan bolpoin di tangan. Tak mau ambil pusing dengan menghilangnya gambar itu, dia akhirnya kembali menuliskan pengalaman anehnya hari ini. Jemarinya dengan lancar mencoret permukaan kertas polos itu dengan tinta hitam.
Diary.
Aku tidak mengerti dengan apa yang terjadi padaku hari ini. Tiba-tiba saja seorang pria asing ada di kamarku bertelanjang dada. Tentu saja aku kaget, tapi aku tidak akan berbohong jika wajahnya benar-benar tampan. Ia sama persis seperti sosok yang aku impikan untuk menjadi kekasihku. Ah ... seandainya saja dia memang nyata, bagaimana jika dia memang pria yang akan menjadi pacarku? Lalu sepulang dari kampus nanti dia datang menjemput ku. Pasti menyenangkan.
Aku tau ini berlebihan. Tapi bolehkah aku berharap yang tadi pagi adalah nyata? Dan sosok itu sungguh ada di dunia.
Shaquille. Jemput aku ...
Shirenia menutup mulutnya yang menguap, ia sudah tak sanggup lagi mempertahankan kesadarannya. Hingga perlahan kepalanya merebah di atas meja dengan mata terpejam damai.
***
Jam tiga sore. Bulu mata lentik bergerak terbuka memperlihatkan manik kelabu yang indah. Shirenia terbangun dengan bingung menatap perpustakaan kampusnya yang sepi. Astaga! Dia ketiduran sejak kapan? Matanya sontak kembali terbelalak menatap jam tangannya.
Dia sudah melewati kelas terakhir hari ini. Bagaimana bisa ia tidur selama itu? Ah sial! Untuk pertama kalinya ia membolos karena ketiduran. Matanya menangkap buku merah usang tertutup di atas meja. Tanpa kata dia meraih buku tersebut dan membereskan barang-barang miliknya yang lain hingga semuanya terkumpul di dalam ransel hitamnya.
Kedua kakinya melangkah keluar dari perpustakaan hendak pulang. Ini sudah terlalu sore, semoga saja ibunya belum pulang. Bisa repot jika wanita penuh kelembutan itu tidak menemukan anak kesayangannya di rumah.
Namun, langkah Shirenia terhenti saat penglihatannya menemukan sosok pria tinggi dengan rambut coklat gelap yang agak berantakan. Sinar matahari sore di musim gugur membuat ujung-ujung rambut pria itu memantulkan kilauan seperti malaikat. Meskipun Shirenia tak bisa melihat dengan jelas karena pria itu membelakangi cahaya, tapi dia tahu itu pria tadi pagi. Bagaimana mungkin dia ada di sini?
"Sayang, kau lama sekali. Aku sudah menunggumu sedari tadi." Belum sempat memulihkan keterkejutannya, pria itu sudah menarik tangannya seenak jidat hingga Shirenia sedikit terseret mengikutinya.
Setelah sadar sepenuhnya, Shirenia berhenti dan menarik tangannya dengan kasar, hingga genggaman mereka terlepas. Pria itu menoleh terkejut dengan reaksi Shirenia.
"Apa yang kau lakukan di sini? Kau mengikuti ku?" tanya Shirenia dengan nada menuntut.
"Bukankah ini yang kau inginkan?" tanya pria itu dengan alis terangkat heran. "Aku ini kekasihmu. Jadi wajar aku menjemput kekasihku, 'kan?"
Deg.
Shirenia mematung kehilangan kata-kata hanya dengan pengakuan singkat pria aneh itu. Diam-diam tangannya mencubit perut demi memastikan ia tidak sedang bermimpi saat ini. Dan ternyata dia memang sadar sepenuhnya. Ini gila! Semuanya terasa tidak masuk akal, bagaimana bisa sosok yang dia gambar menjadi kenyataan?
Selagi Shirenia sibuk melamun, Shaquille berinisiatif menarik lagi pergelangan tangan gadis itu menyusuri trotoar. Belum sampai lima langkah Shirenia dengan kasar melepaskan lagi genggamannya dan menyetop taxi. Gerakannya begitu cepat hingga ia akhirnya bisa duduk di dalam taxi yang melaju meninggalkan Shaquille di belakang sana. Kepalanya menoleh untuk sekedar memastikan bahwa pria aneh itu masih di sana. Setelah yakin pria itu tak mengejarnya, ia kembali mengarahkan kepalanya ke depan dengan hembusan napas lega.
"Kenapa kau meninggalkanku?" Shirenia yang awalnya mulai rileks, sekarang kembali menegang kaku. Kepalanya menoleh lambat ke samping kanan yang seharusnya kosong. Mulutnya terbuka seiring dengan matanya yang membulat terkejut melihat Shaquille ada di sampingnya.
"Nona, Anda baik-baik saja?" Belum sempat bersuara sopir taxi di depan menegurnya. Pria paruh baya itu heran karena penumpangnya tiba-tiba menunjukkan wajah terkejut.
"A-aku baik, Pak." Shirenia kembali mengalihkan perhatiannya pada Shaquille. Bagaimana ini bisa terjadi? Bukankah pria itu tadi masih berdiri di trotoar saat mobil melaju? Tidak mungkin pria itu sempat menyusul dan masuk, 'kan? Shirenia bahkan tidak mendengar pergerakan apapun. Ia jadi curiga pria itu adalah arwah penasaran.
"Jangan menatapku begitu, aku bukan hantu seperti yang kau pikirkan." Shaquille kembali bersuara dengan suara beratnya. Shirenia merasa pikirannya kosong sesaat. Tanpa sadar tangannya sudah berkeringat dingin. Terbersit di kepalanya pertanyaan. Jika pria itu bukan hantu, lalu apa? Otak jeniusnya seperti tak berguna sama sekali saat mengalami hal-hal aneh hari ini. Tak ada satupun yang bisa ia cerna dan pahami dari semua kejadian itu.
Akhirnya Shirenia mengalihkan pandangannya ke depan. Dia menatap sopir taxi yang terlihat normal. Seolah tak menyadari keberadaan sosok lain di mobilnya.
"Pak, apa kau tidak merasakan hal aneh?" tanya Shirenia tiba-tiba.
Sopir itu mengerutkan keningnya bingung. "Saya tidak merasakan keanehan apapun, selain ekspresi terkejut Nona barusan. Apa Nona melihat sesuatu yang mengejutkan?" tanya si sopir yang pada akhirnya berkesempatan bertanya.
Shirenia tertegun. Jadi benar, sopir itu sama sekali tak bisa melihat Shaquille? Lalu kenapa dengan dirinya? Yang dia ingat sejak lahir ke dunia ini hingga dua puluh tahun hidupnya, tak ada gejala apapun yang menunjukkan bahwa dia seorang indigo. Dia bahkan belum pernah bertemu yang namanya hantu, karena itu ia tak pernah mempercayai hal itu. Tapi, apa jenis makhluk tampan di sampingnya ini kalau bukan hantu?
Terlalu banyak berpikir, tak terasa taxi sudah berhenti di depan pagar rumahnya. Shirenia membayar ongkos dan bergegas turun. Seperti dugaannya, Shaquille juga ikut turun dan mengekor seperti anak ayam.
"Kenapa kau mengikuti ku?" tanya Shirenia yang menghentikan langkahnya tanpa berbalik.
"Karena di sinilah tempatku, Sayang." Mendengar panggilan itu untuk kesekian kalinya membuat Shirenia dongkol, enak saja ngaku-ngaku. Ia berbalik dengan tatapan nyalang pada Shaquille.
"Berhenti memanggilku dengan panggilan menjijikkan itu, pergi dari ini. Jangan ganggu aku lagi, dasar hantu menyebalkan." Shirenia yang biasanya berbicara singkat kini mendadak gemar menggerutu karena pria aneh itu. Ah ini bukan dirinya!
"Apa? Jadi kau masih berpikir aku hantu? Demi Tuhan, Shirenia. Aku bukan hantu!" tegas Shaquille yang mulai bosan dengan tuduhan bahwa dirinya adalah hantu. Cih! Mana ada hantu setampan dirinya?
"Darimana kau tahu namaku?" tanya Shirenia tiba-tiba. Dia masih ingat tidak pernah memberitahukan namanya pada pria itu sebelum ini.
"Aku kekasihmu, bagaimana mungkin tidak tahu namamu?" Alih-alih menjawab. Shaquille memutar bola matanya bosan. Ah dia ingat, tadi pagi ibunya memanggil dengan nama. Pria itu pasti sedang menggombal saja. Menyebalkan.
Shirenia berdecak kesal. "Jangan mengada-ngada. Aku tahu kau pasti arwah penasaran, 'kan? Pergilah. Aku bukan orang yang tepat untuk menolong mu." Shirenia berbalik memasuki rumah tanpa mau melihat ke arah Shaquille lagi.
Sementara itu, pikirannya tidak bisa berhenti barang sejenak untuk memikirkan sosok aneh di luar rumahnya.
Aku kekasihmu.
Dan pengakuan ngawur itu semakin menambah beban pikirannya.
"Shirenia, kau baru pulang?" Gadis berambut kelabu tersadar saat wanita setengah baya menghampirinya.
Hanya anggukkan kecil yang bisa ia berikan. Pikirannya terlalu lelah hari ini, dan dia butuh mengistirahatkan tubuhnya.
"Makanlah, ibu sudah siapkan makanan." Shirenia menggeleng dengan tatapan meminta maaf.
"Aku ingin tidur saja, Bu," sahutnya pelan.
"Oh benar. Kau pasti kelelahan, ya sudah istirahatlah. Nanti ibu akan bangunkan kalau sudah jam makan malam," ucap ibunya penuh pengertian.
Shirenia mengangguk dan berlalu ke kamarnya dengan langkah gontai. Shirenia menaruh tasnya di gantungan tas yang tertempel di dinding sebelum menjatuhkan dirinya di atas kasur empuk berukuran queen size.
Ingatannya kembali mengulang kejadian demi kejadian aneh yang ia alami hari ini. Sejak dia menulis di buku merah usang itu, segalanya terasa ganjil. Seolah teringat sesuatu, Shirenia kembali bangkit menuju tas miliknya. Ia mengambil buku merah usang penyebab keanehan yang ia rasakan.
Setelah kembali duduk nyaman di ranjang. Ia membuka buku itu dan hal yang sama terjadi, tulisannya hilang. Lembaran kertas itu masih kosong seolah belum pernah ternoda sama sekali.
Ini tidak mungkin! Dengan cepat ia mengamati tiap jengkal sampul buku yang tampak biasa itu. Jujur, sampai detik ini dia masih menganggap Shaquille adalah sosok hantu penasaran yang menjelma menjadi pacar impian Shirenia. Tiba-tiba ingatannya kembali mengingat saat pria itu menciumnya. Sejak kapan hantu bisa menyentuh? Ah kepalanya terasa ingin pecah saja! Kenapa semuanya sangat membingungkan? Siapa pria itu? Darimana dia berasal? Kenapa dia mengaku sebagai kekasihnya?
Tangan lentik menyentuh kening yang berdenyut karena terlalu banyak pertanyaan tanpa jawaban. Sudahlah, mungkin esok ia akan memikirkannya lagi.
***
Keesokan harinya Shirenia kembali dikejutkan dengan kehadiran Shaquille di kamarnya. Beruntung kali ini pria itu mengenakan baju dengan benar. Dia semakin tampan dengan kemeja biru langit yang di tutupi jas hitam. Penampilannya mirip seperti orang kantoran.
"Kau lagi?!" pekik Shirenia tertahan. Ia sudah belajar dari keterkejutan sebelumnya agar tidak berteriak. Atau ibunya akan menyusul ke kamarnya.
"Selamat pagi, Sayang. Apa tidurmu nyenyak?" tanya Shaquille dengan senyum jenakanya.
Untuk sejenak, Shirenia tidak memprotes panggilan itu. Jika diingat lagi, inilah keinginan yang ia tulis di buku. Kepalanya masih ingat dengan jelas keterangan apa yang ia tulis tentang pria itu. Tapi karena semua ini begitu tiba-tiba dan tak masuk akal, ia berakhir terus menyangkal keinginan dirinya sendiri.
"Pergilah. Kau membuatku takut," cicit Shirenia.
Shaquille terdiam, ia mendekat pada gadis itu dan duduk di pinggiran ranjang. "Bagaimana caraku pergi? Tempatku di sini. Aku terlahir darimu," jelas Shaquille penuh kelembutan.
Sedangkan Shirenia mendongak hingga tatapan mereka bertemu. Ia hampir saja tenggelam dalam kelamnya kelereng hitam bening yang memantulkan wajah bangun tidurnya. Apa maksud ucapan pria ini? Terlahir darinya? Dia pasti sudah tidak waras! Shirenia tidak pernah melahirkan makhluk itu. Yang benar saja.
"Jangan menatapku begitu, aku tahu wajahku memang tampan." Saat itulah Shirenia buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Kau tidak bisa mengusirku, Shirenia." Shirenia kembali mengalihkan atensinya pada Shaquille.
"Kenapa?" tanyanya.
"Karena aku ada dalam pikiranmu." Hei. Apa maksudnya? Otak jeniusnya mendadak lamban merespons.
Hening beberapa saat. Sampai tiba-tiba saja Shaquille mendekat, kedua tangan pria itu menyentak tubuh Shirenia hingga berbaring di ranjang dengan tubuh kekar yang mengurungnya. Shirenia terkejut dengan napas tertahan. Akalnya semakin lambat untuk memproses apa yang terjadi, sampai ia tak menyadari Shaquille yang perlahan mendekatkan wajah mereka.
***
To be continue.
A/n: Terima kasih sudah membaca sejauh ini.
TDWC - Day 4
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro