Bab 3. Guy In My Bathroom
Jari-jemari bergerak mengukir nama di bagian atas halaman buku. Shaquille, itulah nama yang ia berikan untuk sosok yang akan dia gambarkan. Nama itu diambil dari bahasa Arab yang artinya tampan. Dia sama sekali tak mengerti mengapa menyukai nama ini. Padahal sosok yang dia gambarkan tidak mirip seperti orang Arab. Rambutnya dibuat agak berantakan dan ia beri warna coklat tua, matanya hitam kelam seperti langit malam, bentuknya kecil seperti orang China, hidungnya mancung dan ramping, bibirnya tipis berbentuk menggoda sewarna plump, rahangnya tegas dan pipinya pun sama. Tubuhnya tinggi tegap dengan perut yang terbentuk sempurna, beberapa pack tertata indah membentuk huruf v pada bagian perut bawahnya.
Shirenia tersenyum puas dengan gambaran yang dia buat di halaman pertama buku. Pria itu benar-benar tampan, melebihi model bernama Moses Smith asal Kanada yang ia kagumi. Lalu tanpa bisa ia cegah pikirannya membayangkan sosok bertelanjang dada itu ada di kamarnya. Ah pasti dia sudah gila! Itu terdengar mesum sekali. Buru-buru ia menggeleng mengenyahkan pikirannya yang sudah berkelana jauh. Jemarinya kembali berlabuh di permukaan kertas dan menuliskan beberapa informasi terkait sosok yang ia gambar.
Hi, namaku Shaquille. Aku dibuat tanggal 26 November 2020 di rumah seorang wanita bernama Shirenia Nuran Augustine. Aku adalah pria yang akan mencintainya sebagaimana seorang pria pada kekasihnya, melindunginya dari apapun, berada di sisinya setiap saat, memperlakukan dia dengan manis dan senantiasa memperhatikan segala tentangnya. Usiaku 23 tahun, pekerjaanku adalah berada di sisinya selalu, mengganggunya hingga dia kesal lalu kembali membuatnya tersenyum. Aku tak memiliki siapapun di dunia ini selain dirinya. Aku orang yang sedikit narsis, sedikit jahil, romantis, sangat setia, jujur, dan tampan. Ow jangan jatuh cinta padaku, karena aku milik Shirenia saja. Motto hidupku adalah membahagiakan Shirenia.
Sudah ku bilang, aku ini romantis. Tapi, maaf pria romantis ini sudah jadi hak milik gadis manis itu. Oh iya, Shirenia ... tunggu aku, besok aku akan menemuimu dan menjadi orang pertama yang akan kamu lihat saat bangun tidur.
Shirenia tersenyum geli dengan tulisannya sendiri. Pria yang ia gambarkan jelas begitu konyol alih-alih romantis, ia diciptakan terkesan hanya untuk memenuhi harapannya tentang seorang kekasih. Ya sudahlah, Shirenia tidak akan ambil pusing. Inikan hanya iseng.
Tak lama kemudian ia menguap dan berhenti menulis di buku, matanya terasa begitu berat entah kenapa. Padahal sebelumnya ia sama sekali tida merasa kantuk, tapi lagi-lagi dia menutup mulutnya yang menguap karena serangan kantuk itu kembali datang. Kedua tangan mengucek matanya yang malah semakin berat untuk tetap terjaga. Akhirnya kepala itu terkulai di atas meja belajar. Tangannya tanpa sengaja mendorong buku terbuka itu agar kepalanya lebih nyaman terbaring di atas lipatan tangan.
Matanya tertutup perlahan dan larut dalam kegelapan tiada batas. Tak ada yang tahu bahwa buku yang terbuka itu bergerak membuka halaman lain dengan sinar terang sebelum akhirnya tertutup sendiri seolah tak pernah dibuka sebelumnya.
Tak lama kemudian pintu terbuka menampilkan sosok wanita paruh baya yang menggelengkan kepala melihat anaknya ketiduran di meja belajar. Anak itu memang selalu keras kepala, pasti dia memaksakan diri untuk belajar sampai ketiduran. Untung dia berinisiatif mengecek anaknya lagi, jika tidak, Shirenia mungkin akan bangun dengan tubuh yang kesakitan karena tidur di kursi belajar. Anaknya memang gemar sekali membaca atau menulis, terutama menggambar. Dia jelas tahu anaknya tidak seperti orang lain, anaknya tidak mudah berteman. Mungkin itu juga alasan mengapa anaknya memilih menyibukkan diri mengembangkan bakat sebagai pengalihan dari rasa kesepiannya. Kakinya perlahan bergerak mendekat dan meraih tubuh Shirenia untuk ia pindahkan ke tempat tidur. Meskipun dengan susah payah menahan bobot anaknya yang lebih besar sedikit darinya, ia akhirnya bisa merebahkan Shirenia di tempat tidur. Kasihan kalau dibiarkan tidur di kursi, Shirenia pasti akan merasa tidak nyaman begitu bangun nanti.
Tangan terulur mengusap rambut kelabu anaknya lembut, bibirnya tersungging senyuman damai seorang ibu yang begitu menyayangi anaknya.
"Semoga Tuhan selalu memberkatimu, Shirenia. Maafkan ibu karena tak bisa membuatmu bahagia," bisik sang ibu lirih. Air matanya menetes pada selimut yang menutupi anaknya.
"Semoga kau segera bertemu seseorang yang bisa membahagiakanmu," doanya. Setelah itu dia mengecup kening anaknya penuh kasih. Meninggalkan sang anak untuk mengarungi mimpi.
***
Shirenia membuka kedua matanya menatap langit-langit kamar dengan sisa-sisa kantuknya. Ia mengusap kedua matanya berharap kantuknya hilang. Alih-alih lebih baik matanya justru semakin lengket, karena itu ia bangkit dan bergegas ke kamar mandi untuk melakukan ritual paginya. Semua tampak normal dan baik-baik saja saat dia membasuh wajah di wastafel. Sampai kemudian dia mengangkat wajah perlahan ke arah cermin.
Kenormalan yang disebutkan tadi hilang seketika berganti dengan wajah pucat Shirenia. Matanya terbelalak melihat sosok lain di kamar mandi.
"Kiyaaaaa!" jeritnya. Sosok itu sama sekali tidak terusik dengan teriakannya. Justru malah mendekat dan berdiri di sampingnya.
Apa yang akan kau lakukan jika tiba-tiba seorang pria ada di kamar mandimu dengan bertelanjang dada? Sedangkan kau dalam keadaan akan telanjang? Itulah yang Shirenia rasakan. Dia jelas terkejut dengan kehadiran sosok pria aneh itu. Darimana datangnya? Rasanya dia tak mendengar langkah kaki pria itu saat ke kamar mandi.
"Siapa kau? Kenapa kau ada di kamar mandi ku?! Kenapa masih di sana?! Keluar!" teriaknya histeris. Sosok itu akhirnya keluar dari kamar mandi meninggalkan Shirenia yang memegang dadanya merasakan sisa-sisa keterkejutan. Napasnya putus-putus saling berlomba memasuki rongga paru-parunya. Matanya kembali menatap pintu, ia masih tak percaya bagaimana bisa seorang pria ada di kamar mandinya.
Dengan cepat ia menggeleng dan berbalik menatap cermin lagi. Tangannya meraih keran dan mengais air untuk membasuh wajah yang masih basah itu. Ia mencoba melupakan rasa terkejutnya sejenak dan melanjutkan aktivitas mandinya.
Selesai itu, ia keluar dan berjalan menuju lemari pakaian, tapi lagi-lagi matanya membulat melihat pantulan visual pria yang sama di cermin yang ada pada lemarinya.
"Aaaaa!! Kau lagi?!" pekiknya seraya mengeratkan pegangan pada handuk mandinya. Oh ayolah! Kenapa pria itu masih di sana? Siapa dia? Pencuri? Atau mungkin penjahat kelamin? Pasalnya dia masih tak mengenakan atasan.
"Hai," sapa si pria dengan senyum cerahnya. Shirenia kembali terkejut mendengar suara berat pria itu. Ia hampir saja tergoda karena keseksiannya. Terlebih tubuh pria itu memiliki kotak-kotak yang menggelitik untuk disentuh. Astaga! Apa yang kau pikirkan Shirenia?! Sadarlah! Ini bukan waktu yang tepat untuk tergoda sosok rupawan di hadapannya.
"Shirenia, kau baik-baik saja, Sayang?" Itu suara ibunya. Shirenia semakin panik, dengan cepat ia mendekati pria itu dan menyeretnya masuk ke kamar mandi lagi. Bisa gawat jika ibunya melihat pria asing itu.
Shirenia tanpa sadar memojokkan pria itu ke dinding belakang pintu kamar mandi dengan tangan berada di mulut si pria agar pria itu diam.
"Sayang?" Terdengar pintu kamar dibuka.
"Shirenia, kau dimana? Jangan buat ibu khawatir, ibu tadi mendengar teriakanmu." Shirenia memejamkan matanya, ia lupa telah berteriak dengan heboh barusan. Pantas saja ibunya khawatir.
"Aku ... aku baik-baik saja, Bu. Tadi aku hanya melihat eung ... kecoak." Shirenia menghembuskan napasnya saat otaknya berhasil memikirkan alasan logis.
"Benarkah?" tanya ibunya memastikan sekali lagi.
"Iya, ibu."
"Baiklah kalau begitu, ibu akan kembali ke dapur. Cepat selesaikan mandi mu lalu turun dan sarapan."
***
Shirenia kembali mengalihkan atensinya pada pria yang kini jaraknya begitu dekat. Seketika itu juga Shirenia melepaskan tangan dari mulut si pria dan membuat jarak. Tanpa sadar dia menelan ludah gugup melihat sosok tampan di depannya. Ada sesuatu yang membuat Shirenia merasa familiar dengan pria itu. Wajahnya, pria itu memiliki wajah yang sama dengan sosok yang dia gambar di buku semalam. Benar, tidak hanya wajahnya, tapi semuanya sama.
"Siapa kau sebenarnya?" tanya Shirenia nyaris berbisik. Walau bagaimanapun dia juga wanita. Ada perasaan takut jika pria itu ternyata seseorang yang berniat jahat padanya. Tapi mengingat kemiripan pria itu dengan sosok yang dia gambarkan membuatnya menyimpulkan satu hal. Mungkinkah sosok itu menjadi nyata? Aish! Kenapa otak jeniusnya mendadak beku seperti ini? Itu jelas tidak mungkin!
"Kau pasti hanya halusinasiku saja. Astaga! Ada apa denganku? Apa aku sudah gila?!" Shirenia meremas kedua sisi kepalanya hingga rambut kelabunya kusut. Matanya ikut bergerak gelisah tak tentu fokusnya kemana.
Sementara itu, pria di depannya menunjukkan raut khawatir melihat reaksi Shirenia. Apa gadis itu tidak menyukainya? Apa yang harus dia lakukan untuk menenangkan gadis itu? Dengan sekelumit pemikiran ia akhirnya meraih wajah gadis itu dan melabuhkan bibir tipisnya di atas bibir merah muda Shirenia. Hal itu sontak membuat gadis berambut kelabu membelalakkan matanya terkejut.
Saat itulah pandangannya kabur dan kemudian gelap. Ia pingsan di kamar mandi bersamaan dengan sosok pria yang hilang tertelan udara hampa.
Tak lama kemudian seseorang kembali mengetuk pintu kamar Shirenia.
Tok. Tok. Tok.
"Shirenia, kenapa lama sekali? Ayo kita sarapan, ibu sudah memasakkan makanan kesukaanmu." Suara gedoran pintu berhenti tergantikan oleh pintu yang terbuka memperlihatkan ibunya Shirenia yang menatap seisi kamar anaknya dengan heran. Kenapa sepi sekali? Bukankah anaknya belum turun sejak tadi? Tidak mungkinkan anaknya keluar lewat jendela? Dengan perasaan yang semakin tak menentu kakinya melangkah mendekati pintu kamar mandi lalu mengetuknya lagi.
Tok. Tok. Tok.
"Sayang, kau di dalam?" tanyanya seraya mendekatkan telinga pada daun pintu.
"Shirenia," panggilnya lagi. Tapi nihil, tak ada sahutan apapun di dalam sana.
Perlahan tangannya bergerak membuka knop pintu lalu mendorong daun pintu yang entah kenapa terasa berat. Namun, saat itulah iya menutup mulutnya terkejut. Anaknya sedang berbaring di lantai kamar mandi dengan mengenaskan.
"Ya ampun, Shirenia!" pekiknya dan sekuat tenaga membuka pintu hingga cukup untuk dia masuk ke dalam. Setelah itu dia meraih tubuh anaknya dengan hati-hati, meskipun berat dia tetap dengan telaten membawa anaknya untuk keluar dari sana dan membaringkan tubuh anaknya di tempat tidur.
Tangan tuanya mengusap pipi sang anak hingga berkali-kali menepuknya pelan. "Shirenia. Sadarlah, Nak. Buka matamu, Sayang ...." Tangannya berhenti menepuk pipi berganti dengan mendekatkan kepalanya pada lubang hidung Shirenia untuk memastikan anaknya masih bernapas. Saat merasakan hembusan napas pelan barulah ia merasa lega. Anaknya mungkin hanya pingsan.
"Sebenarnya ada apa denganmu, Sayang? Kenapa bisa pingsan di kamar mandi?" tanyanya pada udara kosong. Jangan tanyakan bagaimana jantungnya berdebar saat ini. Jelas tak terkendali karena cemas. Dia benar-benar takut kehilangan anak semata wayangnya.
Dia hanya orang tua single yang hidup berdua dengan putrinya sejak suami tercinta lebih dulu meninggalkan mereka berdua di rumah itu. Siapa lagi yang akan menemani kesehariannya jika anaknya pergi? Sejak kecelakaan naas yang menimpa ia dan suami yang berakhir menewaskan suaminya, tak ada lagi apapun yang membuatnya mau bertahan di dunia ini selain karena kehadiran buah hatinya. Shirenia adalah kekuatan di masa-masa sulit ia menghadapi kematian suaminya. Saat kecelakaan dia dalam keadaan mengandung, bayangkan betapa kacaunya psikologis dia melihat suami tercinta meninggalkannya lebih dulu dengan menitipkan seorang buah hati di perutnya. Itu adalah masa tersulit dalam hidupnya. Dimana ia dipaksa menerima kenyataan pahit dan bertahan hidup demi melahirkan anaknya ke dunia.
Tanpa ia sadari, air matanya sudah mengalir turun. Tak mau semakin larut akan kenangan pahit yang terbersit tiba-tiba, dia akhirnya mengecup kening Shirenia sebelum berlalu dan kembali beraktivitas. Dia tahu anaknya akan sadar tak lama lagi, dia pergi bukan berarti tak menyayangi anaknya. Karenanya ia tulis sebuah note kecil agar setelah bangun, anaknya makan dan tidak perlu ke toko. Anaknya butuh istirahat yang cukup karena kebiasaan buruknya begadang setiap malam.
***
Kedua mata terbuka melihat sekitarnya dengan buram hingga lama-lama menjadi jelas. Dia menyentuh keningnya yang sedikit sakit efek terantuk lantai sebelumnya. Ah apa ia baru siuman dari pingsan? Perlahan ia bangkit terduduk dan menatap sekeliling kamar heran. Sepi sekali.
Matanya tanpa sengaja menemukan makanan di nakas dengan aroma yang menggelitik hidung, membuat perutnya berbunyi kelaparan. Dia meraih note kecil yang terselip di bawah gelas air putih.
Sayang, ibu menemukan kamu pingsan di kamar mandi. Maafkan ibu karena tidak bisa menunggumu hingga siuman, pekerjaan di toko sudah menunggu. Makanlah, kau pasti lapar. Tak apa kan sedikit dingin? Ibu tidak tahu kau tersadar jam berapa. Semoga saja masakannya masih sedikit hangat, atau kau bisa memanaskannya sebentar. Tidak perlu menyusul ke toko, ibu bisa mengatasinya sendiri. Istirahat saja yang cukup, ibu mencintaimu.
Setelah membaca pesan itu. Shirenia kembali menaruh note nya di nakas, ia jadi teringat akan sosok pria yang dilihatnya sebelum pingsan. Dan ia masih tidak habis pikir, bagaimana bisa wajah itu mirip dengan sosok yang dia gambar di buku merah. Ah itu pasti hanya mimpi, 'kan? Shirenia tidak benar-benar melihat sosok itu, 'kan? Tapi bagaimana dengan kenyataan dia pingsan di kamar mandi? Mungkinkah ia pingsan karena mimpi? Aish! Kenapa hal ini malah terdengar semakin membingungkan.
Menghela napas panjang, memejamkan mata dan mencoba melupakan sejenak kebingungannya. Dia menatap jam dinding dan segera melompat begitu melihat jam menunjukkan pukul sepuluh siang! Sial dia bisa terlambat ikut kelas. Meskipun ibunya menyuruh dia untuk istirahat tapi Shirenia pada dasarnya memang keras kepala. Dia dengan cepat bersiap ke kampus, tak lupa dia juga membawa buku usang semalam di dalam tasnya. Memakan sarapan sedikit sebelum berangkat.
Setelahnya sama seperti hari-hari dia biasanya. Mengikuti kelas kemudian selesai. Ini jam kosong sebelum kembali mengikuti kelas satu jam lagi. Langkahnya dengan yakin memasuki perpustakaan kampus, itu adalah tempat favoritnya selama berkuliah bahkan sejak dulu.
Kursi dekat jendela menjadi pilihannya kali ini. Dia kembali membuka baku merah usang tepat ke halaman terakhir yang ia sempat gambarkan sosok pria tampan. Namun, jemarinya membeku saat matanya tak menemukan coretan apapun di sana. Bagaimana mungkin? Shirenia jelas masih ingat semalam ia menggambarkan sosok pria di sana.
Tapi, sekarang sudah tidak ada apapun di sana. Semuanya kosong layaknya baru ia sentuh. Bagaimana bisa gambar itu menghilang?
***
To be continue.
A/n: ini 2000+ kata. Semoga enggak bosen bacanya awokawok. Seperti kataku kemaren, bab selanjutnya akan lebih padat. Terima kasih telah membaca.
TDWC – Day 3
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro