Bab 2. Make A Wish
Shirenia menatap buku bersampul merah usang di atas meja dengan teliti. Buku itu memang terlihat biasa saja, tapi entah kenapa dirinya begitu tertarik untuk mengetahui maksud dari kalimat yang menjadi judul buku.
Tulisan yang terlihat seperti ukiran unik itu ia usap dengan pelan dari huruf pertama hingga huruf terakhir. Matanya bergerak penasaran, hingga tanpa sadar wajahnya mendekati buku saat sekilas ia melihat tulisan itu berkilau. Kacamatanya ia lepas agar bisa mengucek mata dan kembali memastikan tulisan judul bukunya masih sama tanpa kilau aneh yang ia lihat sebelumnya. Ah mungkin itu hanya perasaannya saja.
Shirenia memejamkan matanya, lalu setelah itu dia kembali melihat buku tersebut dengan cermat. Jemarinya mulai bergerak dan membuka halaman utama buku. Saat itu juga matanya tertuju pada tulisan kecil di bagian kanan atas buku.
Tulis yang kau inginkan dan percayalah.
Shirenia tertegun. Seingatnya tadi siang dia sama sekali tak melihat tulisan apapun di sana. Kenapa sekarang tiba-tiba ada tulisan? Ah mungkin Shirenia salah lihat lagi. Dia memakai kacamata yang sebelumnya dia lepas, lalu kembali menatap buku yang terbuka di meja belajarnya. Sayangnya tulisan itu masih bertengger di sana. Jelas ini bukan salah lihat, tulisan itu memang ada di sana.
Untuk kesekian kalinya Shirenia mengerutkan kening tak mengerti. Apa dia harus menuliskan keinginannya? Hei siapa yang percaya lelucon bodoh di era modern begini? Tidak mungkin kan keinginannya bisa tiba-tiba kenyataan setelah menulisnya di buku? Itu terdengar konyol. Jemarinya kembali menutup buku tersebut dan menyimpannya di barisan buku lain yang juga ada di meja belajar.
Kakinya beranjak ke ranjang dan duduk di sana seraya menatap buku merah usang itu. Sial! Lagi-lagi dia dibuat penasaran akan apa yang terjadi jika ia menuliskan keinginannya di sana. Mungkinkah keajaiban akan terjadi? Tanpa sadar dia kembali berjalan menghampiri buku merah itu. Mengambil buku tersebut dan meneliti lagi secara keseluruhan. Ini jelas bukan buku yang pernah diterbitkan. Tidak ada nama penulis atau penerbit di sana, selain judulnya yang aneh.
Padahal ia sudah mengeluarkan banyak uang untuk membawa buku itu pulang. Entah kekonyolan apalagi yang telah dia lakukan hari ini? Buku itu sama sekali tidak ada isinya. Tapi dia dengan sadar membeli buku kosong itu. Mungkin saja ada orang iseng yang sengaja membuat tulisan itu lalu meninggalkan bukunya di perpustakaan, kemudian orang itu menunggu orang bodoh mana yang akan tertarik membawanya pulang. Dan orang bodoh itu adalah dirinya. Sial!
Dengan kesal Shirenia menghempaskan buku itu ke meja belajarnya. Matanya menatap ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas malam. Benar, ia sama sekali tidak bisa tidur sejak tadi karena rasa penasaran pada buku usang itu. Ingin sekali ia tak peduli, tapi tak bisa. Semakin ia mencoba tak percaya maka rasa penasaran di dadanya kian membuncah.
Lihatlah sekarang, ia sudah mengambil bolpoin dan kembali duduk di kursi menghadap meja belajar. Tangannya dengan cepat membuka buku merah itu dan bersiap menuliskan sesuatu di sana. Tapi apa yang akan ia tulis? Ah ralat lebih tepatnya keinginan mana yang harus dia tulis di sana? Rasanya terlalu banyak keinginan, dari mulai memiliki keluarga utuh yang mustahil karena ayahnya telah lebih dulu meninggal dunia. Lalu keinginan dia untuk punya adik agar bisa menjadi teman ngobrol pun juga mustahil karena ibunya sudah tua dan tidak tertarik menikahi pria manapun, rasa cinta sang ibu pada mendiang ayahnya amatlah besar. Hingga tak ada seorang pun yang mampu menggantikan sosok ayahnya.
Sibuk melamun dengan memainkan bolpoin membuat tangannya tak sengaja bergerak menyenggol majalah pria yang selalu dia baca. Majalah yang tadinya berdiri pun terguling menampilkan wajah tampan Moses Smith yang tersenyum cerah ke kamera. Tiba-tiba saja Shirenia ingat jika akhir-akhir ini dia sangat ingin memiliki kekasih tampan seperti gadis lain di kampus.
Apa keinginannya itu tidak berlebihan ya? Ah, tapikan ini hanya iseng saja. Benar, dia tak perlu begitu terpengaruh dengan tulisan di buku. Anggap saja ia sedang menulis di sebuah diary kosong tanpa pemilik. Ia akan menuliskan keinginannya tanpa mengharapkan itu menjadi nyata, lagipula kebetulan sekali diary miliknya sudah penuh. Mungkin buku usang itu bisa lebih berguna dengan menjadi pengganti diary lamanya. Shirenia tidak perlu terpengaruh akan segala keanehan buku itu, anggap saja itu memang buku biasa. Benar-benar seperti diary biasa.
Belum sempat ujung bolpoin menyentuh kertas pintu kamarnya kembali diketuk dari luar.
"Sayang, kau belum tidur?" tanya suara ibunya. Shirenia akhirnya menyimpan bolpoin itu dan melangkah menuju pintu. Wajah ibunya terlihat cemas begitu ia membuka pintu. "Ada apa, Bu?" tanyanya.
"Ibu hanya memastikan kau tidak begadang lagi, sekarang hentikan aktivitasmu dan cepatlah tidur. Jangan lupa besok datanglah ke toko, kau harus terbiasa dengan lingkungan luar. Jangan mengurung diri terus, ya?" Wanita yang sudah tua itupun mengusap pipi anaknya lembut.
Shirenia mengangguk pelan. "Iya, aku pasti datang."
Terbit senyum lega di bibir tipis sang ibu seraya menatap cemas anak semata wayang.
"Jangan terus begini, kau membuat ibu khawatir," ucapnya lagi.
Shirenia menggeleng. "Aku baik, Bu. Jangan cemaskan aku," sahutnya pelan. Wanita itu mengangguk mencoba untuk percaya sebelum akhirnya mengucapkan selamat malam dan pergi membiarkan Shirenia Istirahat.
Tapi alih-alih berjalan ke ranjang. Kakinya kembali ke meja belajar dan duduk di kursi. Tangannya meraih bolpoin yang sempat ia simpan, matanya menatap halaman kosong dengan ragu, sementara jemarinya telah bersiap saling bertaut memegang bolpoin untuk bisa menuliskan sebuah kalimat berisi keinginan di sana.
Perlahan ujung lancip mendekati permukaan kertas hingga sebuah coretan kalimat penuh keinginan tertoreh rapi di sana. Shirenia benar-benar menuliskan apa saja yang dia inginkan secara detail. Sementara pikirannya melayang membayangkan sosok tampan di majalah yang sering dia baca. Entah apa yang dia lakukan ini sudah benar atau tidak. Yang pasti dia telah menuliskan satu keinginan terbesarnya di sana, meskipun merasa konyol tapi dia tetap ingin membuktikan dan melihat hasilnya. Entah ini hanya kebohongan atau lelucon bodoh. Ia tak peduli dan tetap mencurahkan semuanya di sana.
Apapun yang terjadi, ia pasti akan baik-baik saja. Setelah menorehkan tinta hitam itu Shirenia akhirnya menutup tulisannya dengan titik. Kantuk tiba-tiba melanda kedua manik kelabu miliknya, membuat Shirenia tertidur tanpa sempat berpindah kemanapun. Sementara itu, buku usang di dekat Shirenia perlahan terbuka lembarannya dengan cepat hingga tertutup lagi dengan sendirinya menyisakan kesunyian yang semakin menenggelamkan Shirenia pada alam mimpinya.
***
To be continue.
A/n : aku kayanya bakal memadatkan beberapa bab buat kedepannya. Soalnya gak kerasa udah bab dua lagi, tapi belum kelihatan kenaikan konfliknya.
TDWC – Day 2
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro