Bab 10. It's Ending? (End)
Shirenia benar-benar melaksanakan ucapannya malam itu. Kemanapun dia pergi, ia pasti selalu membawa buku merah usang bersamanya. Entah sudah berapa kali dia rela putar arah jika buku itu tak sengaja tertinggal di kamarnya. Dia sudah benar-benar tak mau Shaquille sampai terlupakan lagi, pria itu sudah seperti bagian dari dirinya sendiri yang mana kehilangannya akan meninggalkan kekosongan dan kehampaan.
Tapi nyatanya manusia hanya bisa berusaha, selebihnya takdir lah yang akan menentukan.
Saat ini Shirenia sedang sibuk-sibuknya menghadapi ujian akhir perkuliahan. Dia sibuk menyusun skripsi hingga membuatnya sering ketiduran saat sedang mengetik. Kadang ia akan begadang semalaman untuk revisi sana-sini. Belum lagi ia harus menyiapkan karya untuk pameran seni yang akan diadakan setelah sidang selesai.
Shaquille tak pernah bosan untuk tetap mengingatkan kekasihnya tentang betapa pentingnya istirahat, makan, dan semuanya. Karena gadis itu benar-benar seperti mesin. Shaquille bahkan sering diabaikan akhir-akhir ini. Lihatlah bagaimana fokusnya manik kelabu menatap layar laptop di balik kacamatanya. Sementara jari-jemarinya berlomba-lomba menekan keyboard sehingga mengahasilkan kumpulan kata-kata di layar putih.
"Baiklah. Aku diabaikan lagi," keluh Shaquille dengan helaan napas berat.
"Shire, kapan kau akan berhenti menyiksa dirimu? Aku tahu kau ingin semuanya sempurna dan memenuhi standar penilaian. Tapi kau juga butuh mengistirahatkan otakmu, Sayang. Apa kau mau otakmu kelelahan lagi?" tanya Shaquille yang membuat Shirenia berhenti sejenak dari kegiatannya.
"Aku tahu, itu tidak akan terjadi. Bersabarlah, Shaqi. Aku janji akan menyelesaikan ini dengan cepat." Setelah mengatakan itu Shirenia kembali mengetik. Dia bahkan sudah menguap beberapa kali. Ini memang masih siang, tapi karena semalam ia begadang kantuknya jadi tidak bisa diajak kompromi.
Dia tidak tahu sejak kapan pandangannya buram dan ia benar-benar tertidur dengan laptop menyala. Shaquille tak sempat memperingati sehingga dia menghilang begitu saja, berbarengan dengan kedua mata Shirenia yang tertutup rapat.
Tepat pukul 16.00 Shirenia terbangun dari tidurnya.
"Lagi-lagi kau ketiduran, Shire. Aku sudah bilang agar kau tak memaksakan diri," omel Shaquille yang tak ditanggapi sama sekali.
"Kau cerewet sekali. Hoaam ... aku masih mengantuk, ayo kita pulang." Shirenia membereskan peralatan kuliahnya di tengah rasa kantuk yang sulit ia kendalikan lagi. Matanya sungguh berat untuk terbuka. Tapi ia tetap memaksa pulang dengan bantuan Shaquille.
Tanpa ia sadari sebuah buku terjatuh dari tasnya. Buku merah usang yang mulai terlupakan karena kesibukannya.
Seseorang tak sengaja menginjak buku itu saat hendak duduk di bangku bekas Shirenia mengerjakan tugas.
"Buku siapa ini? Apa milik gadis tadi?" tanyanya entah pada siapa. Karena penasaran dia akhirnya membuka halaman pertama buku itu. Awalnya ia pikir akan menemukan nama atau alamat gadis itu. Namun, ia tak menemukannya.
Matanya terkejut menatap karya lukis di halaman pertama lengkap dengan coretan berisi riwayat hidup. Lukisan itu sungguh indah dan detil, tapi bukan itu yang membuatnya melotot terkejut melainkan wajah pria dalam lukisan itu sangat familiar.
"Kenapa ini mirip sekali denganku?" gumamnya.
***
"Aku pulang," ucap Shirenia begitu kakinya menginjak lantai ruang tamu. Namun tak ada sahutan dari siapapun.
"Apa ibu belum pulang, ya?" gumamnya. "Tapi ini kan sudah gelap, apa tokonya sedang ramai?" tanyanya lagi bermonolog.
"Ibumu pasti akan pulang sebentar lagi. Sebaiknya kau istirahat, Shire. Aku tahu kau masih mengantuk." Shaquille tak menunggu persetujuan gadis itu dan lebih memilih menarik tangan Shirenia ke dalam kamarnya.
Namun tiba-tiba saja dia kehilangan tangan itu, dengan cepat ia menoleh dan menemukan Shirenia memegangi kepalanya dengan kening yang berkerut menahan sakit.
"Shire, kau baik-baik saja? Sayang, kumohon jangan sekarang...," lirihnya. Namun Shirenia tidak mendengarnya. Fokusnya teralihkan pada Kepalanya yang terasa berdenyut menyakitkan. Semuanya terlihat buram dan berputar-putar hingga kegelapan menjemputnya. Saat itu ia bisa mendengar bisikan samar.
"Jangan lupakan aku." Lalu setelahnya hening. Tak ada suara apapun yang bisa ia dengar.
***
Pagi hari menjadi lebih dingin dengan tumpukan salju yang menutupi permukaan kota. Shirenia semakin mengkerut dalam tidurnya mencoba mengabaikan suhu dingin yang tetap menyelinap masuk ke kamarnya meskipun di kamarnya terdapat penghangat ruangan.
Setelah beberapa kali menggulung diri dengan selimut yang tak juga membuatnya kembali tertidur, ia akhirnya menyerah dan terduduk dengan hembusan napas kasar.
"Dingin sekali," gumamnya serak. Kakinya bergerak turun menyentuh lantai, perutnya sangat lapar dan ia butuh makan. Ia menggunakan sandal bulu dengan kepala kelinci sebagai pelindung dari lantai yang dingin. Tubuhnya sudah ia lapisi sweater coklat susu yang cukup menghangatkan tubuh.
Sesampainya di dapur ia memasak makanan seadanya dan menyiapkan makanan di atas meja. Tapi, pergerakan itu tiba-tiba terhenti saat lagi-lagi tanpa sadar ia menyiapkan dua porsi makanan.
"Astaga! Ada apa denganku?" gumamnya heran. Ini sudah kedua kali ia memasak sendiri dan selalu menyiapkan dua piring makanan.
"Kenapa akhir-akhir ini aku merasa telah melewatkan sesuatu?" lirihnya seraya menyimpan kembali porsi satunya ke dalam lemari makanan.
Tangan mungil menyentuh kening yang terasa berdenyut kala ia memikirkan banyak hal yang mungkin sudah ia lupakan.
"Kenapa aku merasa telah melupakan sesuatu yang penting?" tanyanya entah pada siapa.
"Apa yang telah aku lupakan?" Matanya menerawang jauh seperti orang linglung. Makanan terlihat seperti menunggu untuk dimakan. Tapi Shirenia merasa ada yang kurang saat hendak memakan makanannya. Dia seperti melakukan sesuatu di luar kebiasaannya.
Rasanya tidak nyaman ketika ia makan sendirian.
Shirenia sama sekali tak menyadari ada seseorang yang menatap sedih ke arahnya. Dia tak bisa melakukan apapun untuk mengingatkan gadis itu tentangnya. Berbicara pun percuma saat gadis itu sama sekali tak mampu mendengar suaranya.
Jangan lupakan aku....
Hanya itu yang selalu ia bisikkan, berharap sebuah keajaiban mampu menyampaikan kalimat tersebut pada kekasihnya.
***
Hari berganti dan Shirenia benar-benar tidak bisa mengingat Shaquille lagi. Meskipun begitu ia masih merasakan kehampaan di hatinya. Beberapa kali ia bahkan kesulitan tidur karena kebingungan dengan apa yang ia rasakan. Ia bahkan sampai terlambat masuk kelas karena kesiangan.
Setiap perasaan hampa dan sesak itu datang, Shirenia hanya bisa menepisnya dan mengalihkan perhatiannya dengan menyibukkan diri mempersiapkan sidang. Ibunya juga selalu menegur agar ia tidak terlalu banyak berpikir dan tetap fokus pada sidang yang akan diikutinya.
Dia sudah bertanya pada ibunya tentang apa ia melupakan sesuatu? Namun ibunya malah mengernyit heran sebelum menggeleng.
"Kau mungkin hanya sedang kurang istirahat, Sayang. Makanya itu membuat perasaanmu tidak nyaman."
Setelah itu Shirenia tak bertanya lagi dan memilih menyimpan perasaan hampa itu sendirian. Hari ini ia sedang menghabiskan waktunya di cafe seraya menatap butiran salju berjatuhan dari langit. Perasaannya benar-benar tidak bisa dideskripsikan lagi.
Hatinya selalu merindu, entah merindukan siapa.
Hatinya merasa kehilangan, tapi entah kehilangan apa.
Hatinya merasa kosong, tapi entah apa yang pernah memenuhinya.
Perasaan sesak dan kebingungan selalu menyiksanya setiap saat. Tapi ia tak bisa melakukan apapun untuk menghilangkan perasaan itu, ia seperti pernah mencintai sesuatu sangat dalam hingga kehilangan yang ia rasakan amat berbekas sampai tak bisa terhapus atau tergantikan oleh apapun lagi.
Sementara itu, seorang pria yang tak terlihat wujudnya tengah menatap sendu pada Shirenia yang sama sekali tak menyadari keberadaannya. Gadis itu terlihat hanyut menatap salju di luar jendela cafe dengan pandangan kosong.
Kumohon ingat aku Shire....
Aku membutuhkanmu agar tetap hidup....
Shirenia menyentuh pipinya yang tiba-tiba basah. Dia menatap jemarinya heran.
"Kenapa aku menangis?" tanyanya.
Benar, tanpa sadar air mata lolos dari manik kelabu miliknya. Selama beberapa detik, ia merasakan hatinya sesak seolah tertekan oleh beban berat yang menghimpit. Ada apa dengannya?
Dia tidak mengalami apapun yang bisa membuatnya sedih, tapi perasaan mencelos dihatinya berhasil membuat ia menangis di saat ia sendiri tidak tahu alasan di balik semua perasaan asing itu.
"Siapa? Siapa yang aku lupakan?" gumamnya frustasi.
Air matanya semakin banyak berjatuhan, sementara tangannya meremas rambutnya sendiri karena putus asa. Ia tidak tahu apa yang bisa mengobati perasaan sesak di hatinya.
Shaquille sendiri kebingungan melihat reaksi Shirenia seperti itu. Dia mendekati sang kekasih dengan segala perasaan pedih di hatinya. Dia tidak tahu ini akan membantu atau tidak, ia hanya mencoba mengirimkan ketenangan dengan mendekatkan wajahnya pada gadis itu, menempelkan bibir tipisnya di atas bibir lembab Shirenia. Ajaib. Gadis itu langsung berhenti meremas rambutnya dengan pandangan bingung.
"Apa ini?" bisik gadis itu menyentuh bibirnya sendiri. "Kenapa aku merasa hangat?" Matanya bergerak liar menatap sekitar. Oh god! Apa cafe ini berhantu? Ayolah ini tidak lucu!
Shaquille menepuk keningnya.
Kau tidak berubah, masih saja menganggap orang tampan ini sebagai hantu.
Tak lama kemudian, Shaquille tidak mengerti saat sosoknya tiba-tiba memudar.
"Apa ini?" Apakah ini waktunya ia pergi? Menyadari hal itu Shaquille kembali meneteskan air matanya. Menatap kekasihnya sekali lagi dengan hati dipenuhi harapan, berharap suatu saat mereka bisa hidup bersama selamanya.
"Shirenia, aku rasa ini saatnya aku pergi. Maafkan aku yang tak bisa melakukan apapun untukmu. Aku mencintaimu, selalu." Setelah mengakhiri kalimatnya, Shaquille benar-benar lenyap dan menghilang.
Hal itu membuat Shirenia menyentuh dadanya dengan alis berkerut. Ia merasa seperti ada sesuatu yang menghantam hatinya. Rasanya benar-benar menyakitkan seperti ada bagian dari dirinya yang dirampas paksa.
Tapi sekali lagi, ia tak tahu apa yang dirampas.
Tak ingin semakin terpengaruh perasaan itu, ia akhirnya memutuskan untuk pulang. Di tengah hujan salju ia berjalan cepat dengan tangan berusaha melindungi kepalanya yang lupa mengenakan kupluk.
Karena sibuk dengan kepalanya ia sampai tak memperhatikan seseorang yang berjalan berlawanan dengannya.
Bruk.
Dan tabrakan itu tak bisa dihindari lagi.
Shirenia jatuh di atas tumpukan salju yang dingin sedangkan seseorang di depannya masih kokoh berdiri.
"Ah maaf, aku tidak sengaja."
Deg.
Suara ini, kenapa terdengar familiar? Tak lama kemudian sebuah tangan terulur di depannya. Walaupun ragu Shirenia tetap meraih tangan itu untuk berdiri.
"Kau baik-baik saja?" tanya suara itu lagi. Setelah meyakinkan diri akhirnya Shirenia mendongak hingga tatapannya bertemu dengan manik hitam sewarna langit malam. Wajah itu? Kenapa Shirenia seperti pernah melihatnya?
Tapi dimana?
"Apa aku pernah bertemu denganmu?" tanya keduanya bersamaan.
End.
***
Huwaaa akhirnya selesai juga. Gak kerasa ya? Udah sepuluh hari. Rasanya seneng banget bisa selesaikan cerita ini. Gimana tanggapan kalian? Aku tahu pada penasaran siapa cowok itu kan? Itu emang rencanaku wkwkwk. Iya. Cerita ini bakal ada seri dua nya tapi enggak sekarang-sekarang, ya. Mungkin nanti kalo aku udah agak senggang.
Aku mau ucapin terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman semua yang udah setia baca dan menunggu cerita ini. Juga pada yang memberikan dukungan dengan like dan komentar, aku merasa dihargai.
Dengan ini aku menyatakan telah selesai menjalankan Ten Days Writing Challenges tepat di hari ke 10.
Oiya kalo ada waktu boleh dong kepoin cerita temen author yang ikut TDWC juga.
List cerita - akun wattpad
1. Paid Lover - RhyNadia
2. Soul - Jaemi21
3. Sadewa And Queen - JBlack_01
4. Trapped With Possessive Billionaire - FitTreeFitri
5. Musi - TiansePrln
6. Kutukan Penyamun - Mandanisa0112
7. Melodi Sahabat - Frenchie_Lesha
8. Mr. Gangster I Love You - VieJunaeni
9. Aku Bukan Cinderella - Pelangi_Ella
10. Warisan Limited Edition - imaliccious
Oke. Sekian dulu dari author, sampai ketemu di karya author yang lain. Kepoin yaaaa.
I love you readers ❤️ Aishiteru, Saranghae, Te amo.
See you again.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro