CHAPTER 23
Tak terlupakan.
..................................
Tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka memperlihatkan sosok yang asing bagi Sohyun. Tapi mungkin sedikit asing karena sepertinya ia pernah melihat sekilas wajahnya.
“Hyung…”
“Yoongi…”
“KAU?!” tambah Jimin.
Keadaan yang tadinya santai, mendadak jadi hening ketika seseorang datang dari balik pintu. Sohyun merasa tidak asing dengan pria yang baru saja memasuki ruangan itu.
Tentu saja! Itu Hyung yang dimaksud Taehyung ketika di apartemen tadi. Apa yang dilakukannya disini? Dan Jimin? Apa dia mengenalnya? Batin Sohyun.
“Kau?!” Sahut pria itu menatap Jimin.
“Kalian saling kenal?” Tanya Namjoon
“Hyung mengenal Jimin?” Lanjut Taehyung.
Sedangkan Sohyun masih berdiri mematung di samping Namjoon, tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Akhirnya ia pun angkat bicara.
“Ada apa Jim? Apa kau mengenalnya?”
“Yoojung, dia yang sudah menabrakmu waktu itu! Dia yang membuatmu masuk rumah sakit!”
“APA?!” Sahut Namjoon dan Taehyung bersamaan.
Yoongi yang mendengarnya terlihat terkejut. Bagaimana bisa Jimin berkata seperti itu karena pada kenyataannya Yoongi tidak menabrak Yoojung satu inci pun. Apalagi melukainya sampai masuk ke rumah sakit.
“Heh! Jangan bicara sembarangan ya? Saya kan sudah bilang, kalo saya nggak nabrak pacar kamu. Dia sendiri yang tiba-tiba pingsan di jalan. Jangan lupa! Saya tahu apa diagnosa dokter saat itu! Seenaknya saja kau!”
"Dia sepupuku! Bukan pacarku! Dan ingat! Aku lebih tua dari padanya, dia bukan noona ku!"
Jimin langsung menutup mulutnya. Sementara Sohyun menatap Jimin dengan keingintahuannya.
“Apa yang terjadi Jim? Kenapa kau tak membicarakan masalah ini denganku?”
“ehm….” Jimin kelihatan masih mengeja kalimat.
“Ah! Sudah-sudah! Aku malas dengan sandiwara pacarmu Jim itu atau siapa lah. Namjoon, aku ingin membicarakan masalah penting denganmu!”
Yoongi dan Namjoon pun meninggalkan ruangan. Sekarang hanya ada Sohyun, Jimin, dan Taehyung. Sohyun masih menuntut penjelasan rinci dari Jimin mengenai Yoongi yang menabrak dirinya.
“Jadi, dia tidak menabrakku?” Tanya Sohyun setelah Jimin memberikan penjelasannya panjang lebar.
“Ehm.. begitulah, tapi kan dia udah kebut-kebutan di jalan? Dan hampir menabrakmu! Setidaknya hari itu dia bayar uang kompensasi padaku.”
“Kau ini bicara apa Jim? Orang tidak bersalah malah kau mintai uang pertanggungjawaban! Kau mencoba ambil untung ya? Itu semua kan karena alergiku. Sudahlah!”
“Tapi kalau saja dia kasih kita uang kompensasi… kamu kan nggak harus kerja cari uang kayak gini buat ganti uang eomma ku!”
“Jim…….”
Sohyun menggeram ketika Jimin bicara asal ceplos. Sebenarnya, ia tidak ingin Taehyung atau orang lain sampai tahu kalau dia bekerja untuk melunasi hutangnya pada Jimin. Hancur sudah usahanya menutupi masalah ini.
“Jadi kau kerja buat mengganti uang Jimin? Begitu?” Tanya Taehyung memastikan.
Sohyun hanya bisa menunduk lesu.
“Kenapa nggak bilang? Aku bisa kok kasih gaji kamu sekarang! Lagipula aku setuju dengan Jimin, Yoongi hyung seharusnya bertanggung jawab waku itu!” Komentar Taehyung.
“Benarkan? Liatlah, adik kandungnya saja membelaku atas perlakuan kakaknya!” Kata Jimin sambil meledek ke arah Sohyun.
“ Sebenarnya… aku bukan adik kandungnya.”
“Hah? Apa yang kau bicarakan?” Tanya Jimin.
“Yoongi hyung itu kakak tiriku, sewaktu kecil appa ku dan eomma Yoongi menikah. Jadilah kami saudara.”
“Maafkan aku Tae… aku pasti sudah menyinggung perasaanmu.”
“Tidak.. sama sekali tidak. lagipula, aku sudah menganggap Yoongi sebagai kakak kandungku sendiri, yah..walaupun dia agak dingin kepadaku.”
“Hheh. Kok ada sih kakak semacam itu? Harusnya dia bersikap lembut padamu kan?” Sahut Sohyun.
“Entahlah… mungkin karena terlalu banyak kesalahpahaman di antara kami sejak kecil.”
Sohyun menatap Taehyung yang tiba-tiba berbicara serius seperti orang dewasa. Sempat kagum akan ketulusan Taehyung pada kakaknya, namun mengingat betapa menyebalkannya Taehyung, Sohyun kembali menatap Taehyung kesal seperti biasanya.
………………………………
Sohyun’s POV
“Kenapa kita kesini?”
“Karena aku lapar! Aku ingin makan siang? Salah ya?”
“Ugh! Menyebalkan!”
Sepulangnya dari gedung agency, Taehyung membawaku ke sebuah restoran untuk makan siang. Namun, ketika aku menginjakkan kaki tepat di depan pintu masuk restoran ini, kedua mataku seakan tak percaya. Disana sedang berdiri Jin oppa, tepat disamping kata-kata yang bertuliskan ‘Mario Resto’. Untuk sejenak, otakku kembali memutar kenangan dimana aku sering duduk sendirian di taman karena oppa meninggalkanku demi datang ke restoran ini. Ternyata kebiasaannya masih belum berubah.
“Oppa…”
Dengan ceroboh, aku memanggilnya. Aku lupa kalau Jin oppa adalah hantu, dan Taehyung tidak bisa melihatnya. Pasti ia akan berpikir aneh-aneh.
“Apa? Kau memanggilku oppa?”
Tanya Taehyung cengengesan.
Sial. Benar kan? Dia pasti berpikir macam-macam.
“Tidak! aku tidak memanggilmu oppa!”
Aku membantah kesal. Kenapa juga mulutku berkomat-kamit mengelaknya? Telinganya pasti kebal, dan dengan keadaannya yang ke-PD-an saat ini, akan sangat terlihat buruk jika aku terus membantahnya. Karena, semakin aku membantahnya, semakin ia percaya bahwa aku barusan memanggilnya oppa. Rasanya aku ingin muntah sekarang.
“Ah!! Sudah-sudah! Ayo masuk sana! Iihhh!”
Aku pun mendorong masuk tubuhnya ke dalam restoran. Tapi dia masih menatapku sambil senyum-senyum tidak jelas. Kesambet apa sih dia?
”Apa? Mwonde? Kenapa menatapku seperti itu eoh?”
“Aku tak percaya, ternyata diam-diam kau menyukaiku kan?”
“Apa sih yang kau bicarakan?!”
“Jujur saja, di malam salju pertama turun, pipimu memerah saat kita bertemu tatap!”
Astaga! Jadi Taehyung menyadari hal itu dan dia pura-pura tidak tahu? Wah, ternyata dia berbahaya juga. Pipiku semakin panas, rasanya sebentar lagi pasti memerah. Ah, ada apa denganku?
"Sekarang kau pasti sangat bersyukur karena bisa bekerja dengan pria tampan sepertiku.." Lanjut Taehyung dengan wajah sok imutnya.
“Aku.. aku ke toilet dulu. Pesan makanan yang rendah lemak. Ingat itu! Jaga tubuhmu biar tetap ideal!”
“Halah.. basa-basi. Bilang aja kau ke toilet karena takut pipimu akan memerah lagi di depanku kan? Hem??”
Taehyung menatapku dengan ledekan. Alisnya dinaik-turunkan membuatku ingin mencolok saja kedua matanya. Tanpa menjawap sepatah kata pun, aku pergi meninggalkannya. Sebenarnya aku pergi meninggalkannya bukan karena alasan menghindari pipi merahku dari pandangannya saja, melainkan aku ingin bicara dengan Jin oppa.
Aku mencarinya di sekeliling restoran tapi tidak ketemu juga. Hingga pada akhirnya, aku melihat oppaku sedang berdiri di depan pintu dapur restoran. Apa yang dilakukannya disana?
“Oppa..” panggilku setengah berbisik.
“Sohyun! Akhirnya kau menemuiku juga! Aku tadi melihatmu datang bersama seorang pria. Siapa dia?”
“Ah..oppa?? katanya kau selalu mengawasiku. Tapi aku datang bersama pria menyebalkan saja oppa tak tahu!”
Jawabku kepada oppa dengan wajah sedikit cemberut. Jujur, aku sangat rindu dengan perhatiannya padaku. Aku sangat merindukan kebersamaanku dengannya.
“Ngomong-ngomong, oppa tak pernah berubah ya. Pasti selalu berkunjung ke restoran ini. Sebenarnya, apa yang oppa lakukan disini?”
“Oppa hanya mengingat saat-saat oppa masih hidup dan menjadi seorang chef.”
“wah, jinjja? Apa oppa dulunya chef disini?”
“Begitulah.”
“Daebak! Kalau saja oppa masih hidup, pasti keluarga oppa sangat bangga pada oppa. Apalagi calon istri oppa.”
“EH… mianhae oppa.. aku tak bermaksud..” Lanjutku saat aku menyadari perkataanku sudah mulai menyinggung perasaannya.
Tapi memang benar. Andai saja Jin oppa masih hidup, pasti ia akan sangat bahagia bersama keluarganya. Mungkin ia juga sudah menikah dan memiliki anak yang lucu. Namun sayang sekali, takdir buruk memang sulit dihindari. Di usia yang belum terlalu tua ini, oppa sudah harus menjadi hantu. Tapi kenapa ia peduli sekali padaku dengan memberikanku kesempatan untuk hidup? Kenapa dia tidak mencobanya juga? Aku jadi penasaran.
“Oppa, selama ini kau begitu perhatian padaku dan membantuku merasakan hidup seperti sekarang ini. Tapi.. kenapa oppa tidak mencoba hal yang sama seperti yang aku lakukan? Oppa mengingat masa lalu oppa, apa oppa tidak berharap ingin berbicara dengan keluarga oppa meskipun dalam wujud orang lain? Oppa mungkin jauh lebih beruntung daripada aku yang sama sekali tidak bisa mengingat apa pun. Aku bahkan tidak tahu siapa keluargaku dan kenapa aku meninggal. Aku hanya tahu nama saja..”
Jin oppa menatapku sedih.
“Untuk apa aku melakukan semua itu Sohyun. Aku memang sangat beruntung karena aku memilikimu, aku sudah menganggapmu sebagai keluargaku sendiri. Aku sudah cukup bahagia. Apa kau mau melihatku sedih karena aku menemui keluargaku yang bahkan tidak bisa aku sentuh untuk selamanya?”
“Tidak oppa. Aku tak ingin melihatmu sedih. Aku menyayangimu! Selalulah bahagia dan tersenyum ketika bersamaku. Kau keluargaku satu-satunya. Begitu pun juga aku keluarga oppa satu-satunya di dunia kita.”
Aku merasa tersentuh dengan apa yang oppa katakan padaku. Karena terlalu emosional, aku pun memeluknya.
“Oppa.. pelukanmu memang selalu hangat. Jangan pernah lepaskan aku..”
“Mwo? Sudah kuduga kau menyukaiku! Bahkan kau menyukai pelukanku??”
What the hell…. Apa ini! Astaga! Bagaimana Taehyung tiba-tiba ada di depanku dan aku memeluknya begitu saja? Kemana Jin Oppa? YAK!! Kim Taehyung menyebalkan!!!
To be Continued…..
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro