Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 1

Fakta bahwa Tuhan merenggutku, itu adalah hal terpahit yang pernah ada.

...............................

Aku selalu ingin angin menyentuh kulitku dengan kelembutan. Aku selalu ingin lidahku merasakan bagaimana manisnya kehidupan. Aku selalu ingin memandang langit indah dengan senyuman. Secara nyata.

Tak lebih dari setengah jam aku berdiri terpaku di tengah-tengah dunia yang tak menentu. Lidahku kelu. Bibirku membeku. Tak ada lagi yang bisa aku perbuat untuk menyelamatkan diriku sendiri. Semua telah terjadi. Menggigit jari adalah rutinitasku setiap hari. Melangkah tanpa beban memang aku lalui, namun selalu ada sesuatu yang memberatkan.

Mungkin dunia memberiku banyak kemudahan, namun aku saja yang tidak dapat merengkuhnya. Limpahan emas telah tersaji di pelupuk mataku, namun hanya bisa aku sia-siakan. Yang ada hanya penyesalan. Aku layaknya burung yang terpasung di dalam sangkar. Jiwaku mungkin bebas, tetapi tidak dengan kemauanku.

Lupakan. Aku mulai melupakan semua kegelisahanku. Ketika seseorang datang dan memberiku uluran tangan. Ternyata benar kata orang, bahwa dunia itu terlalu sempit.

Aku bertemu dengannya beberapa hari lalu. Dia adalah orang yang selalu ada ketika aku butuh. Dialah yang selalu melukiskan senyuman ketika aku dalam kesedihan. Sepertinya Tuhan masih menyayangiku. Karena, disela-sela ketidakberdayaanku aku dipertemukan dengannya.

"Sudahlah. Jangan bersedih dan membuang air matamu yang sangat berharga. Sudah cukup, jalani saja kehidupan yang ada. Aku adalah oppa sekaligus temanmu kan? Kau bisa ceritakan apapun yang ingin kau ceritakan. Aku akan mendengarkan semua keluhanmu. Asal... jangan pernah menangis lagi."

Kata-kata terbijak yang pernah ada. Tidak biasanya dia berkata hal-hal yang sangat menyentuh. Awalnya, aku kira itu adalah hal yang lucu. Namun, setelah aku pikir...ada saatnya juga seseorang harus bersikap dewasa dan mulai memberikan sesuatu yang berguna baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Dan itulah yang dilakukan teman yang aku anggap sebagai oppa.

Umurnya memang berpaut agak jauh denganku. Dia lebih tua dariku, tepatnya empat tahun di atasku. Tetapi, kami sudah sangat akrab bahkan saat pertama kali kami bertemu. Mungkin semua ini karena kesamaan nasib.

Kami berbagi hal yang sama. Sering sekali ia menghiburku dengan lelucon basi. Namun, aku selalu tertawa olehnya. Bukan karena tebakan lucu yang ia berikan... tetapi karena cara tertawanya yang membuat perutku tergelitik. Sungguh, kami sudah seperti adik dan kakak.

"Kau selalu datang tanpa jejak. Darimana saja Oppa?" tanyaku padanya ketika dengan tiba-tiba ia muncul di sampingku

"Ke tempat biasa."

"Mario Resto?"

Ia mengangguk kecil. Entah mengapa ia selalu diam seribu bahasa ketika aku membahas atau menanyakan tentang resto itu. Seperti ada yang ia sembunyikan dariku. Ia selalu menghindari jawaban ketika aku meminta penjelasan darinya. Baiklah, itu tidak masalah. Selama kami masih bersama dan pertanyaan konyol itu tidak aku lontarkan padanya. Aku tak ingin kami berselisih hanya gara-gara hal tersebut.

***

"Yoo Jung~a Eomma sudah siapkan makan malam. Turunlah.."

Terdengar derap langkah samar-samar dari lantai atas. Seorang gadis muda nan cantik muncul dari balik bayang-bayang lampu. Tak terlihat bahagia, justru wajahnya tampak datar dan menunjukkan suatu kerisihan. Namun, dari butir matanya ia terlihat mempertanyakan sesuatu.

Perlahan gadis itu menuju meja makan yang tersedia untuk dua orang. Tangannya mulai merambah penutup saji dan melongok isi di baliknya.

"Kimchijeon?? Apa ibu serius?? Kita sudah makan menu ini selama tiga hari. Aku bosan! Buatkan aku yang lain."

Wajah gadis yang dipanggil Yoo Jung itu tampak cemberut. Rupanya, semua pertanyaan yang ia simpan sewaktu di tangga adalah mengenai menu makanan. Hidup keluarganya memang sederhana, oleh sebab itu tak ada lagi yang perlu diperjelas ketika ibu Yoo Jung mendengar pertanyaan anaknya.

"Kita tidak punya banyak uang untuk membeli daging. Kita harus berhemat, Yoo Jung. Makanlah seadanya."

Yoo Jung tampak semakin marah. Gadis itu selama ini dikenal sebagai sosok yang pemarah dan kurang sopan santun. Ia selalu bertindak semaunya tanpa memikirkan akibat dari perbuatannya.

"Eomma!! Aissh...jinjja! Micheyosseo [kau gila ya] ?! Setiap hari dikasih makanan ternak seperti ini! Aku tuh harus makan makanan enak supaya aku tetep kuat dan sehat. Geumanhae [sudahlah] makan saja sendiri. Dan sisanya kasih saja ke kucing!"

Tanpa menatap ke arah bidadari tanpa sayap yang sudah melahirkannya, Yoo Jung pergi dengan ratapan marah. Ibunya yang terlalu menyayanginya tidak bisa bertindak apapun. Baginya, kebahagiaan putri kandung satu-satunya adalah yang terpenting. Tak peduli meski ia mencelanya sekalipun. Sungguh pengorbanan seorang ibu yang tiada habisnya. Kasih sayang yang selama ini ia limpahkan pada Yoo Jung, hanyalah berbalas air tuba.

***

Sohyun masih duduk termenung menatap langit. Semu-semu, bibirnya melukiskan sebuah senyuman. Ia teringat akan perkataan oppanya yang bijak. Sekarang, ia merasa sangat beruntung memiliki orang terdekat sepertinya.

Tiba-tiba hujan turun begitu lebat. Ia tahu, meski hujan sekalipun, ia tidak akan pernah merasakan tetesan kesejukannya. Ia masih terduduk di bawah pohon di tengah-tengah taman.  Lalu, seseorang bermasker dan bertopi datang berteduh di dekatnya. Sohyun menatapnya sekilas. Ia menatap curiga hingga ia bertatapan dengan mata orang asing tersebut. DEG. Jantungnya terasa berdetak.

Tak lama ia memandang, pria bermasker itu lalu segera berlari menuju sebuah mobil yang baru saja datang dari arah barat. Sohyun masih menatapnya heran. Bagaimana mungkin jantungnya bisa berdetak hanya karena melihat mata pria asing yang tak lebih dari lima menit ia pandangi??? Mobil itu pun merangkak pergi semakin jauh. Sohyun masih menatap tidak percaya.

Hujan mulai reda. Seperti biasa, seseorang yang datang tanpa jejak sudah muncul di hadapannya.

"Mwonde??" [Apa sih?]

"Aigoo...Oppa! Selalu datang tiba-tiba. Hajimara! [Jangan lakukan itu] !"

"Wae?? Wae?? Aku kan tak sengaja melihatmu disini. Lagipula aku hanya bertanya padamu karena kepedulianku. Kau malah memarahiku! Sungguh tidak sopan. Ya!! Ingat! Aku oppa mu!"

"Aish... Oppa. Bukannya begitu. Kau tidak mengerti betapa kagetnya aku. Rasanya jantungku mau copot!"

Ngomong-ngomong soal jantung, gadis bernama Sohyun itu teringat ketika tiba-tiba jantungnya tadi berdetak. Ia pun menjadi dilema. Haruskah ia ceritakan ini pada oppanya atau tidak? Kalau diceritakan, pasti oppanya akan menertawainya. Tapi, tidak mungkin. Oppanya sendiri yang bersedia mendengar keluh kesahnya. Ia pasti tidak akan menganggapnya bercanda.

"Oppa?? Apa kau mau mendengarkan apa yang akan aku katakan?"

"Mau ngomong aja pake izin, Anio! "

Sohyun tampak memelas berharap jin oppa mau mendengar curhatannya. Jin tampak cuek dan terus menyantap kimbap yang ada di kedua tangannya.

Sohyun mulai menggoyang-goyangkan lengan pemuda tampan itu.

"Jebal, Oppa??"

Jin menatap tajam.

"Sirheo!! Andwae! "

Sohyun memelas lagi untuk yang kedua kalinya. Seketika, hati oppanya itu luluh karena tidak tahan melihat keimutan Sohyun.

"Aish..jinjja... kyeopta. Kyeopta..aigoo...kyeopta...Oke. Palli. Katakan apa yang ingin kau katakan... kalau saja wajahmu nggak seimut ini!"

"Jinjjaro??" Tanya Sohyun memastikan.

"Mau curhat nggak sih? Cepetan deh! Kimbapku keburu dingin ini!"

"Iya.. iya. Jadi begini... baru saja.. aku..."

Sohyun tampak tersendat. Ada yang sedang ia pikirkan. Kalau dia mengatakan jantungnya berdetak karena melihat pria itu, oppa pasti akan mengejeknya habis-habisan. TIDAK. Sohyun akan curhat tanpa memberitahu mengenai pria asing itu.

"Jadi begini... aku..baru saja.. merasakan kalau jantungku berdetak, Oppa."

"Mwo?? Mana mungkin. Kau pasti bercanda! Itu tidak lebih lucu dari leluconku. Lupakan. Aku tidak akan tertawa!"

Seperti yang terduga. Sohyun merasa sangat menyesal mengatakan apa yang baru saja ia alami kepada Jin. Jin tidak menanggapinya serius. Namun, Sohyun bersikeras menanyakan alasan dibalik itu semua.

"Terserah kau saja. Percaya atau tidak, aku memang merasakan jantungku berdetak. Aku hanya ingin bertanya, kenapa tiba-tiba bisa begitu?"

Jin mulai menatapnya serius. Ia sedikit berpikir mengenai kemungkinan yang ada. Lalu, ia angkat bicara.

"Sohyun~a,, aku memang tidak percaya ucapanmu. Tapi kau harus sadar diri. Kau ini hanya HANTU. Hantu bukanlah makhluk hidup. Alasan mengapa jantung seseorang berdetak itu hanya dua. Pertama, karena kau hidup. Kedua, itu berarti kau sedang jatuh cinta. Kemungkinan pertama saja sudah tidak mungkin. Apa kau berada pada kemungkinan kedua?? Dwaesseo! [Lupakan]. Walaupun kau sudah jatuh cinta, kau tidak akan pernah bisa mendapatkannya. Karena kau HANTU."

Benar, Sohyun hanyalah HANTU. ia hantu yang beberapa hari lalu ditemukan Jin sedang termenung kikuk di pinggir jalan. Ia bahkan tak memiliki memori yang cukup untuk mengingat kembali kejadian apa yang terjadi hingga menyebabkan ia meregang nyawa.

"Kau benar oppa! Aku hantu. Dan fakta bahwa Tuhan merenggutku itu adalah hal terpahit yang pernah ada."

Sohyun tertunduk lesu. Jin merasa bersalah karena sudah menyinggung perasaan dongsaengnya itu. Ia pun membujuknya dan membawanya kembali pada keceriaan. Meski begitu, tetap saja. Fakta bahwa Tuhan merenggut Sohyun adalah hal terpahit yang pernah ia alami.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro